Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

5. Dua cewek, Satu Laki-Laki

Oca sudah memakai jeans hitam sedikit robek dibagian lututnya, kemudian tanktop warna hitam serta kemeja warna cream yang melapisi tanktopnya tanpa di kancing. Lengannya ia gulung hingga tiga perempat dan tak lupa jam tangan mahal miliknya. Ia mengucir rambutnya tinggi-tinggi dan membiarkan poninya menutup sebagian jidatnya menyamping. Oca juga sudah memakai sneakers berwarna cream yang terlihat sama dengan kemejanya. Tak lupa tas ransel mini yang membantu penampilan tomboynya.

Gadis itu segera turun ke bawah mendapati Ica yang sudah siap memakai dress berwarna lavender selutut tanpa lengan dan rambutnya yang terurai indah. Kontras sekali dengan penampilannya saat ini, namun Oca tidak ambil pusing dan mengambil kue yang memang tersedia di ruang tamu lalu mencomotnya.

"Lo nunggu apalagi?" tanya Ica sambil ikut duduk disebelah Oca.

"Nunggu Kak Ilo nyampe. Lagian ya, gue males nunggu lama-lama di bandara."

Ica menghela nafasnya pelan. "Lo nggak inget kalo ke bandara tuh butuh waktu berjam-jam, belum lagi macet."

Oca menepuk jidatnya. "Gue lupa! Ya udah deh, gue duluan yaa."

Ica mengangguk dan melambaikan tangannya. "Bye Oca."

Oca tidak membalas dan segera membuka pintu hingga mendapati Kak Sena yang sepertinya hendak menekan bel.

"Kak Sena... Icanya ada di dalem lagi nungguin Kakak." Oca bergumam cepat. "Aku bakal buat Gee sibuk hari ini. Kakak tenang aja," kekehnya lalu kembali menepuk jidatnya sendiri. "Eh... aku buru-buru, Kak. Good luck yaa." Oca mengedipkan sebelah matanya dan tersenyum lebar. "Bye."

Sena bahkan belum sempat mengucap sepatah katapun dan hanya melihat punggung Oca yang kini sedang masuk ke dalam mobil CRV miliknya dan mulai mengendarainya.

"Kakak," panggil Ica tiba-tiba menyadarkan lamunan Sena. Sena menoleh, "Oca mau kemana?"

"Jemput Kak Ilo. Yuk, kita jalan." Ica segera menggandeng lengan Sena menuju mobil mewah berwarna hitam metalik tersebut.

"Kak Ilo? Kakak kamu pulang?" tanya Sena lalu membuka pintu untuk Ica.

Ica mengangguk.

"Kamu nggak ikut jemput? Emang nggak pa-pa jalan sama aku?" Sena benar-benar merasa tidak enak.

Ica tersenyum lantas menggeleng pelan. "Nggak pa-pa kok. Udah ada Oca yang jemput Kak Ilo. Lagian Kak Ilo juga pasti lebih seneng adik laki-lakinya yang jemput."

Sena tersenyum kecil melihat si kembar ini. Ada-ada saja julukannya untuk Oca. Ia segera berlari kecil dan masuk ke mobil lalu mengendarainya.

***

"Kita mau kemana sih, Ca?" gumam Gee sambil melirik Oca yang sibuk menyetir dengan penuh konsentrasi. Oca sebenarnya paling benci jika disuruh membawa mobil karena menurutnya lebih cepat menggunakan sepeda motor yang bisa balap, nyalip dan juga simpel. Maka dari itu, gadis itu lebih memilih untuk membawa motor daripada mobil ke sekolah. Ribet.

"Jemput Kakak gue di bandara. Lo belum kenal kan? Kenalan deh, dijamin lo bakal muak," kekehnya kemudian.

Gee menggeleng pelan karena sudah hafal dengan tingkah Oca. Bahkan, Oca bersusah payah untuk meyakinkan Gee agar tidak jadi berkencan dengan Kak Sena dengan alasan Kak Sena yang meminta Gee untuk menemani Oca pergi karena Sena sedang tidak enak badan.

Kompak sekali!

Mereka sampai di bandara pukul setengah satu. Oca mengajak Gee terlebih dahulu untuk makan sesuatu karena Oca memang belum sempat makan. Gee hanya mengiyakan lalu memesan minuman.

"Lo nggak pesan makan?" tanya Oca sambil mengunyah spageti miliknya.

Gee menggeleng pelan. "Gue nggak laper." Sejujurnya Gee masih menyimpan kecewa karena tidak jadi kencan dengan Sena. Hal yang dari dulu dirinya idamkan. Bahkan, ia rela membolos pemotretan hanya karena Sena.

Oca merasa jahat karena mendukung otak kriminal Kak Sena. Namun, mau bagaimana lagi? Dirinya hanya bisa membantu dua diantara mereka dan mengorbankan Gee disini bersamanya. Toh, Kakaknya juga tidak kalah tampan dari Sena dan berharap Gee dapat melupakan Sena sesaat karena Kak Ilo.

Namun, harapan tinggal harapan karena Oca melihat Kak Ilo sedang bergandengan dengan wanita barat yang sangat modis dan seksi dari kejauhan. Oca menatap Gee prihatin karena rencana Oca gagal untuk membuat Gee terpana akan Kakaknya.

Sialan... Kenapa gue jadi mak comblang gini!

"Ck ck ck," decakan itu terdengar di telinga Oca membuat Oca mengernyit karena tidak sadar sejak kapan kakaknya sudah ada di belakangnya. "Bukannya disamperin Kakaknya malah keasikan makan disini!" teguran pertama yang setelah 4 tahun lamanya tidak pernah lagi Oca dengar.

Oca meringis pelan kemudian berbalik dan tersenyum lebar. "Eh, Kakak udah sampai." Oca merentangkan tangannya hendak memeluk Sang Kakak tercinta namun berhenti saat tangan Kak Ilo lebih dulu mendarat di kepalanya.

Pletak.

Oca segera mengelus kepalanya yang terasa sedikit nyeri. "Apaan sih? Orang mau peluk juga."

Ilo menghela nafasnya lalu bersedekap dada, tak lupa wanita bulek yang kini menatap Oca sambil tersenyum karena tahu bahwa Oca adalah adik Ilo yang akan menjadi iparnya menurut si bulek.

"Jangan pura-pura nggak tau padahal kamu udah liat Kakak dari jauh!" Ilo menatap Oca kemudian berdecak pelan. "Ya udah, sini. peluk Kakak dulu."

"Ogah!" balas Oca dan kembali memakan spagetinya membuat Ilo mendelik tidak percaya.

Gee yang sedari tadi diam kini terkekeh pelan membuat Oca sadar masih ada Gee disini. "Astaga," gumamnya kemudian kembali menatap Kak Ilo yang kini menatapnya malas. Oca tahu, Kakaknya marah karena Oca menolak pelukan Kak Ilo sebelumnya namun, salah Kak Ilo sendiri kenapa harus menjitak kepalanya disaat dirinya hendak memeluk Kak Ilo?

"Kenalin, ini temen aku, Gee. Gee, ini Kakak songong gue yang tadi gue ceritain."

Keduanya saling berjabat tangan dan tersenyum membuat si Bulek berdehem disamping Ilo.

"Lo bawa bulek ke rumah, di gorok leher lo sama Daddy."

"Ini cuma mainan Kakak, dek," balas Ilo santai membuat Oca menendang betis Kakaknya yang dibalut jeans hitam.

"Auch. Sakit dek," Ilo mengelus betisnya.

"Untung si bulek kaga bisa bahasa Indonesia, kalo bisa mampus dah lo Kak. Lagian seharusnya lo inget kalo lo tuh punya TIGA adik cewek! Kapan lo taubat sih?!" Oca bahkan memperlihatkan tiga anak jarinya di depan wajah Kak Ilo.

"Tiga? Perasaan Cuma dua adik cewek dan satu laki-laki." Ilo berujar santai membuat Oca mendelik tidak terima dan dengan cepat Ilo melanjutkan. "Lah, kamu kapan taubat jadi cewek beneran?" balas Ilo membuat Oca semakin kesal.

"Arrgh, udah deh. Bayarin makanan aku sama Gee terus kita pulang!" Perintah Oca yang hanya dapat gelengan dari Ilo yang sudah menahan senyumnya. Mengusili adiknya adalah hal yang paling disukainya, baik dulu maupun sekarang. Pria itu segera membayar makanan serta minuman yang sebelumnya mereka pesan dan mengikuti Oca dari belakang menuju parkiran mobilnya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel