Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

4. Memilih Ica

Oca membenturkan kepalanya beberapa kali di atas belajar miliknya di dalam kamar dan bergumam, "Sial sial sial!" Oca tidak seharusnya mengajak dua cupu itu untuk mengobrol di taman belakang sehingga dirinya tidak harus berurusan dengan Gee untuk dua hari kedepan.

Gee sangat sulit didekati apalagi mengingat Ica merupakan saingan Gee dalam memperebutkan hati Kak Sena. Mana mungkin Gee mau untuk menghabiskan waktu bersamanya. "Arrgghhhh!" teriaknya membuat pintu kamarnya terbuka dan menampilkan Ica yang menatapnya bingung.

"Kenapa lo?" tanyanya kemudian masuk sebelum Oca menyuruhnya masuk. Kamar Oca berwarna cream yang menandakan dirinya memang bukan wanita seutuhnya mengingat jiwa tomboy yang suka sembarangan. Beda halnya dengan kamar Ica yang berwarna pink soft serta tertata rapi.

Oca menatap Ica malas karena secara tidak langsung, percakapan dirinya dan Kak Sena siang tadi semua berasal dari kesalahan Ica yang suka mem-bully anak orang.

Sialan Ica! Makinya yang entah ke berapa kalinya.

"Nggak pa-pa. Gue lagi pengen sendiri," balas Oca dan beranjak ke kasur untuk tidur.

Ica mengangguk mengerti dan berjalan menuju pintu kamar. "Oya, kata Mommy Kak Ilo bakal pulang lusa. Jadi, lo diminta buat jemput dia."

"WHAT?!"

Ica tersenyum puas. "Iya, soalnya gue ada janji sama Kak Sena. Nge-date! Bye..." Ica menutup pintu kamar Oca cepat sebelum bantal yang Oca lempar yang seharusnya mengenai Ica malah mengenai pintu.

"Arrrrggghhh." Oca benar-benar tidak habis pikir. Bagaimana bisa Ica menyuruhnya untuk menjemput Kak Ilo sedangkan dirinya enak-enakan kencan bersama Kak Sena? Bukannya Oca tidak tahu perihal itu karena Kak Sena lebih dulu memberitahukannya.

Oca duduk bersila diatas kasurnya dan mencoba memikirkan perkataan Sena tadi siang saat Sena mengajaknya untuk duduk di taman belakang sekolah yang memang kebetulan sepi karena semua orang sedang ke kantin. Alasan itu pula kenapa Oca mengajak bicara pada dua cupu tersebut disana.

"Kak Sena?" gumam Oca sambil membelalak kaget.

Kak Sena tersenyum simpul. "Kita duduk disitu dulu."

"Sejak kapan Kakak disini?" tanyanya tanpa menghiraukan ajakan Kak Sena.

"Baru aja." Kak Sena menjawab singkat membuat Oca mendesah lega dalam hati karena Kak Sena tidak mendengar percakapannya dengan dua cupu barusan.

"Ca, Kakak boleh terus terang sama kamu?" tanya Kak Sena sambil menatap Oca mengintimidasi membuat Oca yang biasanya santai mendadak gugup. Bagaimanapun, Oca cewek normal yang jika sudah ditatap sedemikian intens pasti akan gugup.

"Nggak Kak. Kakak nggak boleh terus terang sama aku," balas Oca kemudian hendak beranjak, namun Kak Sena kembali mencekal tangannya. Dapat Oca lihat jika Kak Sena sedang mengerjainya dengan mengulum senyum.

"Kakak serius," balas Kak Sena kemudian menarik Oca untuk duduk kembali disampingnya. "Ica ngajak Kakak nge-date lusa."

Oca melebarkan bola matanya tidak percaya. Bukannya dimana-mana cowok ya yang ngajak cewek nge-date? Ah, Ica hancurin reputasi gue aja. Sungutnya dalam hati.

"Tapi," Kak Sena menjeda kalimatnya dan menatap Oca yang kini menaikkan sebelah alisnya menunggu kalimat Kak Sena selanjutnya. "Gee juga udah ngajak Kakak kencan pada waktu yang bersamaan."

Dasar, cewek jaman sekarang emang gak tau malu lagi! Oca geleng-geleng sebelum bertanya pada Kak Sena,

"Lah? Terus gimana?" tanya Oca yang tentu saja bingung. Jika Kak Sena lebih memilih Gee, Oca tidak akan memaafkannya.

Seketika mata Oca mendadak berubah. Menatap Sena tajam sambil berkacak pinggang.

Melihat reaksi Oca yang berubah, Kak Sena menghela nafasnya pelan sebelum bergumam. "Kakak mau terus terang kalo Kakak lebih milih Ica daripada Gee. Kamu mau bantu Kakak? Cuma kamu yang bisa bantu Kakak."

Oca memiringkan kepalanya menatap Kak Sena. "Bener milih Ica? Awas selingkuh sama Gee. Nggak bakal aku biarin!"

"Iya bener," sahut Sena sambil mengacak rambut Oca membuat gadis itu menepis tangan seniornya.

"Terus, caranya aku bantuin gimana?"

"Pada hari H kamu buat Gee sibuk."

Oca tidak yakin dengan rencana ini. Tapi, dia akan berusaha. "Okay," balasnya kemudian tersenyum.

"Makasih ya, Ca."

Oca mengangguk dan bertanya. "Sekarang, aku boleh pergi kan ya? Soalnya sate aku udah dingin, Kak."

Kak Sena terkekeh pelan dan mengangguk. "Hmm, pergilah."

***

"Sayang, mata kamu kenapa?" tanya Leo pada putrinya yang baru saja turun dari kamarnya yang berada di lantai atas. Keadaan Oca tidak bisa dikatakan baik karena semalam dirinya tidur pukul 2 pagi dan sekarang ini ia harus kembali berangkat ke sekolah.

"Bergadang lagi dia, Dad," Ica kemudian melahap roti bakar dengan selai strawberry kesukaannya.

Oca tidak menjawab apapun dan duduk di samping kanan Ica dan di sebelah kiri Kak Ola. Oca mulai mengolesi rotinya dengan selai coklat favoritnya.

"Kamu jadi jemput Kak Ilo besok? Dia yang minta sendiri supaya kamu jemput dia." Sela Leo di tengah acara sarapan keluarga mereka. "Dia bilang, dia kangen sama adik laki-lakinya."

Oca langsung tersedak dengan roti yang ada di tenggorokannya. Dengan cepat Ola langsung memberikan susu coklat kesukaan Oca yang memang sudah tersedia.

"Apaan sih. Rese amat tuh cowok!" sungutnya dan kembali melahap roti bakarnya setelah tenggorokannya lega.

Leo dan Dona hanya tersenyum begitupun dengan Ola dan Ica. Mereka tahu jika Ilo sangat suka mengganggu Oca karena sifatnya dan mulutnya yang juga blak-blakan. Jika Ilo sudah kembali maka Oca tidak akan bebas lagi karena Ilo terlalu menyayangi Oca. Walaupun, ia juga menyayangi Ica dan Ola. Hanya saja, Oca lebih menarik perhatiannya untuk selalu mengganggu adik kecilnya itu.

"Kenapa nggak suruh Pak Tiga aja yang jemput Kak Ilo? Aku besok ada urusan."

"Jangan nge-les, Ca," sela Kak Ola. "Lagian Kakak kamu sendiri yang minta dijemput langsung sama kamu."

"Iiisshh. Kan Kakaknya Kakak juga itu! Kakak aja deh yang jemput, ya ya ya?" Oca menampilkan puppy eyes-nya ke depan wajah Ola.

"Nggak! Kakak mau kencan besok sama Kak Diaz," balas Ola membuat Oca mengerucutkan bibirnya tidak terima.

Kenapa disaat semua orang kencan hanya dia yang tinggal dirumah? Apa karena dia tidak memiliki pacar? Apakah Oca harus mulai mencari pacar? Sejak dulu Oca tidak pernah pacaran, bahkan mungkin tidak ada yang mau, mengingat sikapnya yang terlalu tomboy. Lagipula, siapa yang mau menjadi pacarnya?

Lain halnya dengan Ica yang sudah berpacaran beberapa kali. Bahkan, saat ini dia sedang masa pendekatan dengan Kak Sena. Tak jarang bahkan teman-teman Oca pun lebih respect terhadap Ica yang cantik dan anggun.

Oca menghela nafas lelah memikirkan kemungkinan tersebut. Dirinya bahkan berpikir, apa dia memang sudah ditakdirkan untuk jomblo seumur hidupnya?

"Ya udah. Besok aku yang jemput Kak Ilo."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel