3. Bully
Oca melangkah gontai menuju lapangan olahraga karena ini saatnya untuk berolahraga bersama Fani yang merupakan anak dari keluarga sederhana. Keduanya berjalan santai hingga seseorang menepuk pundak Oca membuat gadis itu menoleh dan menatap laki-laki dihadapannya dengan malas.
"Apaan?" tanyanya karena Oca tahu bahwa laki-laki ini pasti ada maunya jika sudah menegurnya. "Cepet ngomong! Gue nggak punya banyak waktu."
Rean mengulurkan tangannya. "Bagi id Ica dong! Gue tau, dia ganti id kemarin."
"Kenapa gak lo minta sendiri aja sama dia? Cowok tuh harus gentle, dong!"
Rean menarik kembali uluran tangannya. Dia tahu bahwa ini akan berat, tapi, Rean tipe cowok yang pantang menyerah sebelum mendapatkan sesuatu yang dirinya inginkan dan Rean menginginkan Ica yang merupakan cewek tercantik di sekolah mereka.
"Gue udah minta sama dia dan lo tau sendiri kalo kakak lo itu pelit. Makanya, gue minta sama lo!"
Oca berdecak dan memutar bola matanya malas. "Kalo gitu maaf deh. Gue nggak bisa ngasih." Gadis itu segera menarik lengan Fani dan membawanya menuju lapangan olahraga yang sudah ramai.
"Hari ini kalian akan melihat Kakak kelas yang bermain basket. Bagi yang kabur ke kantin, nilai akan saya kurangi, paham?!"
Ketika semua orang menjawab dengan mengangguk dan berseru 'paham, Pak.' Beda halnya dengan Oca yang kini mengerutkan keningnya sambil menyenggol Karen, temannya yang lain dengan sikunya.
"Apaan?" tanya Karen sambil melihat Oca bingung.
"Pak Haris pas ngomong kabur ke kantin tadi kenapa matanya natap ke arah gue yak? Emang gue pernah kabur ke kantin gitu?" tanyanya dengan tampang polos.
Karen memutar bola matanya malas. "Bukan lagi pernah. Bahkan lo nggak pernah masuk sekalipun dalam jam olahraga!"
"Perasaan gue sering kok masuk olahraga. Pas absen doang tapi." Oca menyengir lebar membuat Karen mau tak mau menjitak kepalanya.
Oca mengerucutkan bibirnya. "Sakit ihh!"
Karen tidak menanggapi lagi dan mulai mengambil duduk di bagian paling depan di sebuah aula luas yang memiliki tempat duduk seperti stadion diikuti oleh Oca dari belakang. Mereka mulai memperhatikan 6 orang Kakak kelas yang masuk ke dalam aula dan membawa basketnya.
"Lho, Kak Sena kok nggak ada?" Karen dengan gadis-gadis lain melirik sekitar sehingga ruangan itu menjadi riuh seketika.
Oca hanya mengendikkan kedua bahunya acuh karena dirinya memang tidak tahu.
"Maaf semuanya. Idola kalian sedang ada urusan, jadi kami akan berusaha bermain semaksimal mungkin," ujar salah seorang Kakak kelas yang bernama Farel.
Banyak helaan kecewa dari para gadis membuat Pak Haris menggelengkan kepalanya dan menatap para siswa-siswi tajam serta mengancam agar tetap menonton basket tersebut walaupun tidak ada Sena.
***
Jam istirahat tiba membuat seluruh siswa berkocar-kacir mencari tempat duduk strategis di kantin yang terbilang mewah. Bayangkan saja, permuridnya setahun bisa membayar sampai 70 juta dengan fasilitas lengkap. Bahkan, disana tersedia kolam renang untuk siswa-siswi yang mengikuti ekstrakurikuler renang.
Makanan yang disajikan di kantin mereka sangat sehat dan yang membuatnya merupakan koki khusus yang dipilih oleh pihak sekolah. Ada makanan khas luar, ada juga makanan Indonesia seperti rendang, sate dan lain sebagainya.
"Ca, lihat tuh kakak lo!"
Oca menoleh melihat Ica yang sedang menunjuk dua orang anak cupu bersama gengnya. "Biarinlah. Bukan urusan gue juga." Oca segera melangkah tanpa menghiraukan teriakan Karen dan juga Fani.
"Lo pada pesen apa?" tanya Oca pada kedua temannya saat melihat pelayan mendekati mereka.
"Kaya biasa aja," jawab keduanya kompak.
"Oke," balas Oca lalu menatap pelayan yang kini menunggu pesanan ketiga siswi yang sudah dikenalnya. "Mas, kami pesen kaya biasa. Nasi soto 2, sate 1. Minumnya kaya biasa juga."
Si Mas yang Oca panggil sebelumnya tersenyum dan mengangguk lalu pergi meninggalkan ketiga siswi tersebut.
"Eh, gue ke toilet bentar ya." Oca berujar pada dua temannya. Tanpa menunggu jawaban mereka, Oca segera beranjak tapi bukan ke toilet. Dirinya memutar arah supaya temannya tidak melihat Oca.
Gadis itu menuju ke suatu tempat dimana ia melihat Ica yang sedang mem-bully anak cupu tadi. Namun, mereka tidak ada lagi disana. Oca terus mencari hingga dia menemukan dua orang cupu tersebut dan memanggilnya. Kedua orang itu yang Oca tahu namanya adalah Ina dan Sari menoleh dan menatap Oca terkejut sekaligus~ takut.
"K-kami berjanji tidak akan mengulanginya." Oca mengernyit bingung kemudian ia mengangguk paham dan meminta keduanya untuk mengikutinya ke taman belakang sekolah yang lumayan sepi.
"Ada masalah apa kalian sama Ica?" tanya Oca terus terang tanpa berbasa-basi. "Ica nggak akan marah ke kalian kalo kalian nggak ada salah." Karena Ica memang tidak akan pernah menegur seseorang jika mereka tidak mencari gara-gara duluan, lagipula Oca sendiri terkadang merasa heran tentang kembarannya yang selalu menjadi berlagak senior dan merasa paling cantik walau kenyataannya dia memang cantik.Tapi kan... Ah sudahlah.
"K-kami-," Terlihat kedua orang itu ragu saat hendak menjelaskan kepada Oca. Namun, Ina yang memakai behel lebih dulu berujar mengingat reputasi Oca yang tidak pernah memilih kawan, setidaknya mereka lebih berani kepada Oca walau mereka belum pernah bertegur sapa sebelumnya. "Maaf, Ca. Kami tadi ngobrol tentang Kak Sena dan nggak tau kalau ada Ica di belakang kami."
Oca menaikkan sebelah alisnya bingung. "Ngobrol tentang Kak Sena?" tanya kurang yakin. Apa salahnya jika yang mereka obrolin adalah tentang Kak Sena. "Nggak mungkin Ica marah gitu aja kalo lo pada cuma ngobrol tentang Kak Sena."
Sari menghela nafasnya pelan. "Kami Cuma bilang kalau Kak Sena itu nggak pantes buat kita-kita dan cuma pantes buat artis kayak Gee."
Oca tahu jika Gee memang dekat dengan Kak Sena karena bagaimanapun Gee adalah seorang model ternama yang sedang naik daun. Bahkan, bisa dilihat jika Gee yang terlalu posesif pada Kak Sena dan mungkin hal itu membuat Ica marah apalagi dengan dua orang cupu ini yang sudah menyulut api, di depan Ica pula.
Alamak!
Oca berdecak dan menggeleng pelan. "Lain kali, kalau kalian mau ngobrol tentang Kak Sena, liat dulu situasi sama kondisi. Kalo begini kejadiannya, kan lo juga ribet. Untung gue liat lo pada tadi. Gue ingetin, jangan sampe berhubungan lagi sama Ica!" Ingat Oca tajam. Oca hanya tidak mau jika Ica terlalu banyak membully para siswa bersama gengnya itu.
"Sekarang kalian masuk." Seolah menyuruh anak-anak muridnya yang bandel, Oca mengusir mereka. "Inget pesan gue tadi!" teriak Oca sebelum keduanya menjauh dan mereka hanya membalas mengangguk.
Tiba-tiba, Oca ingat sesuatu. "Aihhh, sate gue!" Oca hendak berjalan menuju kantin, namun sebuah lengan kekar menahannya. Ia menoleh dan membelalak kaget.
"Kak Sena?" gumamnya kaget saat melihat kakak kelasnya tiba-tiba saja mendatanginya tanpa memberitahunya lebih dahulu.