2. Oca dan Ica
"Aku pulang!" Oca berteriak saat baru saja masuk ke dalam rumahnya dan mendapati seluruh keluarganya sedang mengumpul di ruang tamu. "Ada apa ini ngumpul-ngumpul? Kakak mau dilamar ya?" Oca segera duduk di samping Ica yang kini menatapnya malas.
"Hussh, sembarangan aja kamu!" tegur Kakak perempuan mereka yang lebih tua tiga tahun di atas mereka yang bernama Vinola Gettila Oleander. Oca dan Ica memiliki satu kakak perempuan dan satu kakak laki-laki yang usianya satu tahun lebih tua daripada kakak perempuan mereka. Sayangnya, kakak laki-laki mereka yang bernama Valen Gettilon Oleander sedang kuliah di luar negeri dan beberapa hari ke depan akan pulang.
Oca hanya menyengir dan langsung mengambil kue kering yang memang selalu disediakan di rumah mereka. Mommy dan Daddy mereka hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan Oca yang suka sembarangan, beda halnya dengan Ica yang lebih menjaga sikap.
"Lo udah mandi bunga tujuh rupa, Ca?" Oca kembali membuka suaranya.
"Maksud lo?" tanya Ica kurang mengerti maksud Oca.
"Maksud gue, kan lo kena ileran tadi, nah lo udah mandi kembang tujuh rupa belum? Kali aja kan masih nyangkut ilernya tuh kakak-kakak."
Ica langsung menjitak kepala Oca. "Gara-gara elo sih! Bukan dipegangin tuh kepala orang gila."
"Lagian kok bisa sih kalian nabrak orang gila? Terus, orang gilanya lo bawa kemana, Ca?" Giliran Ola yang bertanya penasaran.
"Tanya Ica aja kak. Lagian, tu orang gila udah aku bawa ke asalnya," balas Oca lalu meneguk orange juice yang entah milik siapa.
"Punya gue itu!" Ica kembali merebut orange juice miliknya yang sisa setengah. "Ke asal maksud lo?"
Oca berdecak pelan sebelum menatap Ica serius. "My twin, gue tau kok kalo lo itu nggak pinter. Tapi, please deh, masak lo nggak tau orang gila asalnya darimana."
"Dari orang tuanya lah," balas Ica sekenanya.
Oca tampak mengangguk. "Oia, lo bener...."
"Kalian ngomong apaan sih?" sungut Kak Ola dan kembali menatap Oca meminta penjelasan. "Jadi gimana kabarnya orang gila itu?"
Oca menghela nafasnya pelan. "Alhamdulillah, dia sehat wal-afiat kok, kak."
Pletak.
Sekali lagi Oca kena tempeleng dari kakak keduanya. "Ini keluarga suka banget deh nyiksa gue. Mommyyy!" rengeknya sambil memasang wajah memelas kepada sang Ibu.
"Salah kamu itu. Lagian, saudaranya nanya serius kamu jawabnya asal ceplos aja," jawab Dona sambil menggelengkan kepalanya.
"Lah, kan aku juga serius jawabnya. Ya kan Dad?" Kini Oca meminta persetujuan dari sang Daddy sambil memasang puppy eyes-nya.
Leo, Daddy mereka hanya menggelengkan kepalanya melihat putri mereka yang selalu melakukan sesuatu sesukanya.
"Ahh, aku ke kamar ah. Nggak ada yang bela soalnya." Oca melangkah menuju tangga, namun sebelum ia melangkah lebih jauh, Oca dengan kurang ajarnya berteriak. "Icaaa... Tadi gue jumpa Kak Sena dan dia ngajak gue makan dikantin bareng besok." Setelahnya gadis itu segera lari ke atas meninggalkan Ica yang sudah pucat pasi.
***
"Tu muka kenapa kusut gitu coba, hm?" tanya Oca sambil melirik Ica yang memasang wajah jutek. "Maunya sebelum ke sekolah, lo setrika dulu muka lo."
Ica menatap Oca malas dan terus melangkahkan kakinya menuju kelas mereka yang berbeda arah.
"Jangan ngambek-ngambek deh, Ca. Ntar lo cepet tua!" Oca cekikikan sedangkan Ica mendengus malas. "Kak Senaaa," panggil Oca membuat badan Ica menegang seketika. Oca menepuk pundak Ica. "Nggak usah tegang gitu. Gue bercanda kok!"
"Nggak lucu tau nggak!" sungut Ica dan berjalan lebih dulu.
"Kak Senaa!" panggil Oca lagi sambil tersenyum jahil.
Kini Ica berbalik dan menatap Oca tajam. "Lo bisa berhenti nggak manggil Kak Sena cuma buat gangguin gue? Semalam gara-gara elo gue kenak damprat tau nggak sama nyokap dan bokap. Lo maunya apa sih, Ca?!"
Oca mengatupkan mulutnya rapat dan tidak menyangkan jika Ica benar-benar marah padanya. Ica semalam memang kena ceramah sekaligus nasihat agar dirinya menyelesaikan study-nya dulu baru berpacaran. Dona dan Leo bukan maksud mengekang putri-putri mereka, hanya saja kedua orang tua mereka ingin anak-anaknya sukses sebelum mengenal apa itu kata 'cinta'. Karena, jika sudah mengenal kata cinta, mereka pasti akan semakin ketagihan dan terjerumus dalam 'cinta'.
"Kenapa ini pagi-pagi udah berantem," tegur Sena dari belakang Ica membuat badan Ica kembali menegang karena Oca benar-benar memanggil Kak Sena karena pria itu 'ada'.
Oca menghela nafas dan menatap Ica sambil menyengir lebar. "Kak, gue titip Ica ya? Mood-nya lagi gak bagus. Bye..." Oca langsung berlari tanpa memperdulikan Ica yang kini pasti memaki dirinya dalam hati.
Oca dan Ica kembar non identik dengan tua Ica sepuluh menit. Jika Ica cantik, maka Oca manis. Tidak ada yang tidak mengenal mereka berdua. Namun, Ica lebih memilih untuk bergaul dengan kalangan atas dan bergabung dengan geng-geng yang tidak pernah Oca ketahui namanya dan anehnya, Ica yang memimpin geng tersebut. Beda halnya dengan Oca yang lebih suka dengan kesederhanaan. Dia memilih untuk tidak memilih-milih kawan.
"Lo usilin Ica lagi, hm?" tanya sang sahabat yang bernama Jordan.
Oca mengangguk dan meletakkan tasnya sembarangan lalu duduk di samping Jordan membuat lelaki itu menaikkan sebelah alisnya. "Lo duduk di depan gue, kalo lo belum pikun."
"Bentaran dah. Gue mau tidur. Semalam nggak tidur, bilang sama Dani ntar gantian duduknya. Suruh dia duduk sama Lia." Oca menyandarkan kepalanya di atas meja belajar mereka membuat Jordan menggeleng-geleng pelan karena sudah hafal sama sikap Oca yang suka sembarangan, pecicilan, dan semua yang buruk-buruk. Jauh berbeda dengan kembarannya yang cantik, anggun, dan juga lembut.
"Heran gue kenapa bisa sekelas sama lo. Kenapa gak sama Ica aja," gumam Jordan yang masih di dengar oleh Oca.
Oca menatap Jordan tajam lalu menjewer telinga lelaki itu hingga memerah. "Oh, jadi lo nyesel gitu sekelas sama gue? IYA?!" bentaknya.
"Aaa.aa.aa ampun, Ca. Gue nggak nyesel kok. Duh, duhh lepasinn... Sakit ini," ringis Jordan seketika merasa kesakitan.
Oca melepaskan jewerannya lalu pindah duduk ke tempatnya semula, di depan Jordan. "Males gue sama lo."
"Gitu aja ngambek," balas Jordan membuat Oca menatapnya sinis. "Ampun Ca, ampunnn!" Jordan menutup kedua telinganya takut-takut di jewer kembali oleh Oca. Tak lama, seorang wanita dengan ketukan heels yang teratur masuk ke dalam kelas lantas berkata dengan tegas,
"Selamat pagi anak-anak," sapa guru cantik setelah bel berbunyi. "Kita ulangan hari ini."
Mampus!! Teriak Oca dalam hati lantas semua para sisa dan siswi langsung merasa panik ketika dengan seenaknya sang guru memberikan mereka ulangan dadakan.