15. Dia Bernama Yuri
"Selamat siang, Sus," sapa Oca sopan sambil tersenyum manis membuat dirinya terlihat cantik saja.
"Siang. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Suster ramah.
"Mmm, gini Sus, saya mau jenguk orang gila yang dulu saya tabrak. Auch!" Oca menatap Kak Ola yang tiba-tiba menjitak kepalanya. "Apaan sih Kak? Sakit ihh..."
"Eh, emang nih suster nandain muka kamu sampai-sampai kamu bilang begitu, hah?"
"Oiya!" Oca menepuk keningnya sendiri kemudian terkekeh sambil menatap suster dan bertanya. "Jadi, saya mau jenguk orang gila yang suka kabur dari rumah sakit dan pernah jadi korban tabrakan motor saya, Sus. Apa suster tahu?"
"Kalau yang kabur sih banyak, dik. Bentar, saya tanyakan pada Suster yang merawat dulu. Silahkan, duduk dulu."
"Terimakasih, Sus," balas Oca ramah dan kini duduk di sebelah Ola. Mereka menunggu beberapa saat hingga suster yang duduk di meja resepsionis tadi kembali bersama seorang suster yang pernah bertegur sapa dengan Oca.
"Lho kamu yang nabrak saudari Yuri waktu itu kan?" tanya suster gamblang membuat Oca menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dengan salah tingkah.
Kini, Oca tahu satu hal. Orang gila itu bernama Kak Yuri.
Oca mengangguk. "Iya, Sus. Kami mau jenguk Kak Yuri. Ini kakak saya, Kak Ola."
Suster tersebut tersenyum dan menjabat tangan Ola dengan ramah yang dibalas Ola tidak kalah ramah. Awalnya, suster tersebut terlihat enggan untuk berjabat dengan Ola melihat penampilannya yang begitu modis sangat jauh beda dengan Oca.
"Mari saya antar."
Mereka mengikuti suster tersebut menuju ke sebuah ruangan berwarna putih yang hanya terdapat satu ranjang di dalamnya dan seorang perempuan yang tampak lebih rapi daripada Oca lihat terakhir kali.
"Saya tinggal dulu yaa."
Oca mengangguk dan kini menatap Ola yang sibuk memperhatikan Yuri. "Dia cantik ya?" gumam Oca yang diangguki oleh Ola.
"Jadi, dia yang kamu tabrak? Wajahnya familiar," gumam Ola.
"Hmm..." Oca mengangguk. "Aku ngerasa bersalah." Perlahan Oca membuka pintu tersebut dan masuk membuat Yuri memundurkan dirinya ketakutan saat melihat Oca dan Ola masuk.
"Kak Yuri." Oca bergumam pelan. Oca mengulurkan tangannya. "Aku Oca." Oca menunggu beberapa saat agar tangannya yang terulur dibalas, namun tak ada hasil. Oca kembali menurunkan tangannya. "Aku kesini mau minta maaf karena sudah nabrak kakak." Oca bergumam sendu membuat Yuri menatapnya dengan aneh dan kosong.
"Oya, ini Kak Ola. Kakak aku." Oca mengenalkan Ola walaupun hanya ditanggapi aneh oleh orang gila bernama Yuri, namun Oca tidak menyerah untuk terus mengajaknya berbicara.
Ola yang diperkenalkan hanya tersenyum simpul.
"Kami bawain Kakak roti." Oca segera meletakkan roti di atas meja disamping ranjang yang besarnya hanya tiga kaki tersebut.
Yuri menatap plastik putih itu dengan curiga seolah-seolah adalah bahaya.
"Kayanya cukup deh, Ca," bisik Ola kepada Oca. Oca hanya mengangguk.
"Kak, kita pulang dulu yaa. Aku bakal sering jenguk Kakak dari sekarang, jadi jangan bosan-bosan yaa." Oca tersenyum lebar. "Assalammu'alaikum."
Oca keluar, namun langkahnya terhenti saat mendengar Yuri berbicara untuk pertama kalinya. "Wa'alaikumsalam."
Kakinya berbalik hingga tubuhnya kini menatap Yuri yang kembali berbaring seolah tidak mengatakan apapun sebelumnya.
Apakah itu halusinasinya? Oca berpikir keras, dan setelahnya ia segera keluar dari ruangan tersebut.
***
"Kita kemana Kak?" tanya Oca saat Ola melajukan mobilnya menuju arah yang berlawanan dari rumah mereka.
"Ke Mall dulu yaa. Kakak mau beli sepatu baru."
Oca mengangguk dan memutar lagu melalui hp di usb mobil ford milik Ola. Setelah, menempuh waktu sekitar satu jam, Oca dan Ola sampai lalu memarkirkan mobil mereka di basement lantai 4.
"Kak, bukannya itu mobil Kak Diaz ya?" tanya Oca kemudian menunjuk mobil sport milik Diaz yang sama persis dengan Ilo, Kakak mereka.
Ola mengangguk. "Iya kamu bener. Kok dia disini sih?"
Oca mengendikkan kedua bahunya dan segera mengajak Ola masuk ke dalam untuk berbelanja. Keduanya berkeliling Mall di lantai 4 dan 5 yang menyediakan barang-barang wanita. Oca hanya diam dan mengamati majalah sementara Ola sedang mengetes dress ataupun sepatu yang hendak dibelinya.
"Kak, aku ke toilet bentar, udah kebelet," ujarnya saat melihat Ola keluar dari fitting room.
"Jangan lama yaa."
Oca mengangguk dan segera mencari toilet terdekat. Tak lama, Oca keluar dan kembali ke butik, namun dirinya tidak melihat Ola lagi disana hingga Oca bertanya kepada pegawai yang bekerja. Pegawai tersebut berkata jika Ola tiba-tiba keluar seperti terburu-buru.
Oca mengernyit bingung. Ada apa? Pikirnya dan segera keluar mencari keberadaan Ola. Tiba-tiba saja ribut-ribut terdengar di sebelah kanannya membuat Oca penasaran dan segera menuju ke sumber keributan. Dengan sedikit susah payah, Oca berhasil masuk dan membelalak kaget saat melihat baju Kak Diaz yang penuh dengan noda merah karena tumpahan jus. Oca kembali melihat Kak Ola yang kini menatap Kak Diaz penuh kecewa. Disamping Diaz terdapat seorang wanita cantik, namun bagi Oca, Kak Ola tetap yang tercantik.
"Aku kecewa sama kamu, Diaz," gumam Ola dengan air mata yang sempat tertahan menetes di pipinya dan langsung jatuh mengenai lantai.
"La, please... Kasih kesempatan buat aku ngejelasin ke kamu, Sayang." Kak Diaz bergumam kecewa sekaligus sakit saat melihat air mata Kak Ola jatuh.
Bugh.
Diaz terhuyung ke belakang saat menerima sebuah pukulan tiba-tiba membuat beberapa orang memekik begitupun Ola dan Oca.
"Kak Ilo?" gumam Ola tidak percaya dan kini menatap Ica yang cemas saat melihat Ilo hendak menyerang lagi, namun segera terhenti karena Ica dengan cepat memeluk Kak Ilo dari belakang.
"Kak, udah. Berhenti!" Teriak Ica membuat Ilo menghela nafasnya kasar dan menatap Diaz tajam sebelum berujar. "Awas kalo lo berani temuin adek gua lagi!" kecamnya membuat Diaz meringis dan segera dibantu oleh wanita yang Ola tahu merupakan selingkuhannya Diaz.
"Yuk Kak, pulang." Oca bergumam dan menarik tangan Ola menjauhi kerumunan tersebut, diikuti oleh Ilo dan Ica dari belakang.
Keempatnya sampai di basement dimana mobil mereka terparkir. Kini, Ilo sedang memberikan Ola ceramah diluar, sedangkan Oca dan Ica menunggu di dalam mobil milik Kak Ilo.
"Kalian kok disini?" Oca bertanya bermaksud membuka suara karena tidak tahan dengan hening yang menyesakkan tersebut.
Ica menoleh dan menatap Oca sambil tersenyum kecil. "Nggak rencana sih, terus tiba-tiba lihat kejadian tadi. Aku kecewa sama Kak Diaz."
Oca mengangguk membenarkan karena bagaimanapun Kak Diaz sudah mereka anggap sebagai Kakak mereka sendiri layaknya Kak Ilo.
Tiba-tiba pintu depan terbuka, Ola masuk dan duduk di depan tak lama Ilo masuk dan mengambil kemudi.
"Mobil Kakak gimana?" tanya Oca kepada Kak Ola.
"Nanti Pak Tiga yang ambil," jawab Ilo cepat dan dingin membuat Oca terdiam karena ini bukan saatnya untuk bertanya yang tidak penting.
Keempatnya segera pulang ke rumah dengan pikiran masing-masing.