Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 8. Irawan Pengancam

Jaka melangkah cepat mengikuti Danu yang terlihat tidak mau sampai terlambat menemui tamu tidak diundangnya. Langkah mereka begitu pasti meski sesekali keduanya terlihat terengah. Setelah berjalan semakin dekat dengan ruangan tempat tamu itu berada, Jaka terlihat kaget karena ternyata sosok yang menunggu mereka adalah orang yang tidak asing baginya.

"Bapak siapa, ya?" tanya Danu datar saat tiba di depan Irawan yang berseragam lengkap dengan bintang tanda jasa di bahunya.

Saudara Jaka itu langsung tersenyum sinis melihat Jaka yang berdiri di belakang Danu dengan wajah menunduk malu.

Jaka sungguh tidak menyangka jika identitasnya akan segera terbongkar oleh Irawan yang akan semakin merendahkannya.

"Oh, jadi kamu sekarang kerja di sini? Kasihah!" ledek Irawan lalu meninggikan dagunya begitu sombong setelah tau kalau pekerjaan sepupunya itu hanyalah pekerjaan rendahan yang kalah kasta dengan dirinya. "Jadi anak orang kaya kayak kamu sekarang mau kerja di tempat seperti ini? Bener-bener nggak berguna! Hehehehehe,"

Tentu kata-kata Irawan membuat kepala Jaka menunduk dalam. Dalam posisinya saat ini Jaka sungguh tidak tau harus bereaksi apa akan kata-kata Irawan. Mau marah, tapi kata-kata Irawan benar adanya. Mau mengelak tapi dia memang ada di posisi yang sedang ditertawakan oleh sepupunya itu. Karena binggung, Jaka akhirnya hanya terdiam dengan kepala yang semakin tertunduk dalam.

"Pantas saja kamu begitu marah sampai nuduh-nuduh aku yang bukan-bukan. Ternyata kamu..." Irawan kembali tertawa sinis mengetahui kondisi saudaranya itu.

"Ada apa, ya, Pak?" tanya Danu dengan sopan. "Bapak tidak datang untuk menghina pekerjaan kami, kan?" tambah Danu saat wajah Irawan terus saja terlihat menatap mereka dengan rendah.

"Hey, aku tidak ada urusan sama kamu!" bentak Irawan membuat Danu begitu marah dibuatnya.

Pria paruh baya itu menelan ludah menahan amarah agar tidak sampai tangannya meralayang ke pipi polisi sombong ini. "Kalau Bapak Polisi tidak ada urusan, lalu untuk apa ke sini?" kekeh Danu membalas sikap Irawan yang berlebihan,"

Irawan menurunkan dagunya kemudian mengamati raut wajah Danu yang tenang. Dia lalu mendekatkan wajahnya ke arah atasan Jaka itu sembari berbisik. "Bilang sama anak buahmu, jangan ganggu aku. Itu sudah cukup,"

Jaka menelan salivanya menyadari jika perkataan Irawan yang pelan tapi penuh penekanan itu bukan sembarang kata tapi sebuah ancaman yang tidak bisa dia acuhkan begitu saja.

Saat kata-kata Irawan itu begitu lancang menghakiminya, ada rasa ingin melawan darinya tapi sekali lagi dia hanyalah pekerja rendahan seperti yang dikatakan Irawan dan ini tempat kerja hingga Jaka tidak mungkin melemparkan bogem mentah ke arah pria berbaju polisi ini karena itu akan membuatnya dalam masalah di tempat kerja.

"Jadi itu masalahnya," Danu menoleh ke arah Jaka yang belum berani berkata-kata. "Kalau itu yang Bapak mau, saya akan urus semuanya,"

"Hahahahaha! Kalau tau kamu pro sama saya kan saya tidak usah terlalu galak di awal," tawa Irawan pecah lalu melangkah ke depan Jaka. "Kamu dengar apa kata bapak tua itu?" tunjuk Irawan pada pria yang sangat dihormati oleh Jaka membuat mata pengantar peti mati itu seketika terbelalak kesal. "Dia bilang, dia mau menurut padaku. Jadi kamu juga harus nurut. Ngeri kamu sepupu yang jatuh miskin!"

Deg!

Jantung Jaka berdegup kencang, tidak tahan lagi dengan perkataan Irawan yang begitu sombong di hadapannya. Tangannya mulai meremas jari tapi Danu segera meraihnya. "Jangan," bisik Danu yang masih ditunjuk Irawan.

"Kamu tahan dia, jangan sampai dia bikin masalah sama aku. Kalau sampai kamu gagal tahan dia, aku akan bikin onar di tempat ini. Aku ratakan pabrik ini!" ancaman Irawan lalu melangkah meninggalkan Jaka dan Danu yang masih sama-sama menahan amarah.

"Kelewatan!" teriak Jaka tapi Danu segera menghalangi wajah pemuda ini dari Irawan yang masih berada dekat dengan mereka.

"Jangan," Danu meraih tangan Jaka agar bawahannya ini tidak sampai lepas kendali di hadapan Irawan yang memang sejak tadi memancing kesabaran mereka.

"Kenapa?" bisik Jaka yang sampai meneteskan air matanya karena kesal. "Kenapa mereka begitu merendahkan aku, Pak? Aku malu!" Jaka nampak menetaskan air mata karena rasa kesal luar biasa.

"Nak," panggil Danu dengan suara yang berubah. "Jangan! Pokoknya kamu jangan terpancing perkataannya,"

Suara itu seperti suara ayah Jaka yang sudah meninggal. Jaka yang menyadari itu sampai terbelalak mendengarnya.

"Aku tau kamu marah pada Irawan. Tapi kamu harus tau kalau dia memang punya power lebih darimu. Kalau kamu menghadapinya satu lawan satu seperti ini, percayalah, kamu akan kalah. Karena itu kamu butuh cara yang tepat untuk menghadapinya," lanjut Danu masih dengan suara ayah Jaka.

"A--yah," bisik Jaka dengan mata berkaca-kaca.

"Nggak papa, Jaka. Aku ngerti apa yang kamu rasakan, tapi setelah ini, kamu harus berusaha kuat menghadapinya. Banyak bukti yang tidak diungkap, tapi yakinlah setelah kamu siap, satu persatu bukti itu akan menghadap kepadamu tanpa diminta,"

Jaka menelan ludahnya, dia semakin yakin jika Danu saat ini adalah pria yang sedang diisi oleh roh sang ayah. Bagaimana tidak, dia belum pernah bercerita sedetail ini pada pria yang kini jadi atasannya. Jaka juga yakin jika apa yang dikatakan Danu benar adanya hingga dia harus sabar seperti yang dikatakan Danu sebelum akhirnya semua rahasia akan kematian ayahnya kelak terbongkar.

"Jadi yang harus aku lakukan sekarang apa?" tanya Jaka mulai berani bersuara.

"Bekerja dulu saja, aku akan kasih kamu banyak job agar kamu nantinya ketemu satu persatu orang yang akan membongkar kejahatan pria yang berani membuatmu tertunduk begitu dalam,"

Mendengar perkataan itu Jaka yang sempat menggulung harapannya untuk membongkar kematian ayahnya kembali bersemangat, dia lalu menepuk bahu Danu untuk melangkah ke gudang peti mati untuk memulai harinya.

Jaka yakin jika dia giat bekerja, bukan tidak mungkin satu persatu misteri ini akan terbongkar seperti apa yang dikatakan ayahnya melalui Danu yang entah ingat atau tidak dengan kata-katanya.

"Sekarang tugasmu adalah mengantar peti ke Jalan Ijen," tunjuk Danu pada surat tugas Jaka hari ini.

"Ijen?" Danu mengernyitkan dahinya.

Betapa tidak ini adalah jalan besar di Kota Malang yang dulu sering di sambangi ayahnya untuk bertemu banyak rekan bisnisnya.

"Iya, Ijen. Peti sudah ada di pick up," tunjuk Danu pada mobil yang sudah menunggu Jaka sejak tadi.

"Peti ini dikirim untuk siapa?"

"Untuk Keluarga Dumadi," ucap Danu sambil membaca tulisan di surat jalan yang dia letakkan di atas meja.

"Apa? Keluarga itu,"

"Memangnya kamu kenal?"

Jaka mengangguk pelan tapi tidak berani berkata-kata karena dia takut dia salah orang.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel