Bab 9: Cintaku Berkhianat
#Status_WA_Janda_Sebelah
Bab 9
Orang baik punya masa lalu, orang jahat punya masa depan
#Cintaku_Berkhianat
Rasanya tenggorokanku tercekat. Buat nelen ludah pun susah. Ini bukan kebetulan lagi. Nggak mungkin ada kebetulan yang bertubi-tubi.
Mbak Dahlia, ada hubungan dengan Mas Nicky! Kukatupkan bibirku kuat-kuat. Tangisku hampir pecah di sini. Tanganku bergetar, bahkan seluruh tubuhku. Sesak banget rasanya dadaku. Suamiku berkhianat?
Kutaruh ponsel Suamiku di meja. Aku terpekur sendiri. Sekuat tenaga aku berusaha menetralkan perasaanku. Kudengar langkah kaki memasuki ruangan ini. Pasti itu Mas Nicky.
Tenang, aku harus tenang. Anggap saja permainan ini baru dimulai. Akan kuikuti permainanmu, Mas! Kita lihat, siapa yang akan tertawa paling akhir!
Bau wangi shampoo menguar, saat Mas Nicky mengambil kursi dan duduk di sampingku. Aku masih diam. Rasanya ingin aku bertanya padae Suamiku ini, tentang anting berlian. Tapi, aku menahannya.
"Sudah ketemu selisihnya, yank?" Mas Nicky melingkarkan lengannya di belakang kursiku. Netranya, membaca deretan angka di layar laptop ku.
"Di mana kesalahannya?" Tanyanya sambil menggerakkan kursor. Aku menggeleng tipis.
"Nggak ada kesalahan." Sahutku cepat. Mas Nicky memalingkan wajahnya padaku.
"Terus, kenapa nggak balance?" Keningnya mengerut.
"Ada struk pembelian Sepasang anting berlian seharga hampir dua belas juta," kataku dengan tenang. Mas Nicky terdiam sesaat. Nggak ada reaksi kaget yang berlebihan, bahkan raut wajahnya pun tidak berubah. Sungguh, pemain watak yang hebat Suamiku ini.
"A_aku lupa bilang padamu yank. Waktu itu, Mami yang beli. Katanya buat Sazkia ~anak pertamanya Mbak Astrid~."
"Buat Sazkia, ya?" Ulangku.
"Huum. Ntar diganti kok duitnya," lanjut Mas Nicky lagi. Mas Nicky mengambil ponselnya di meja, kemudian jarinya mengusap layar.
"Ini kan transaksi hari Minggu, yank, itu pas Mami masih di sini," Mas Nicky menunjukkan mutasi debet padaku. Aku melirik saja.
Suamiku ini amnesia mungkin. Apa dia lupa, aku seorang akuntan. Aku sangat teliti dalam melihat sesuatu. Transaksi itu memang hari Minggu. Tapi, jamnya sekitar jam duaan. Itu artinya, Mami sudah pulang ke Solo.
"Kamu nggak percaya? Telepon Mami aja, tanya." Mas Nicky memberikan ponselnya padaku. Tanganku menepisnya.
"Aku percaya padamu, Mas!" Bibirku tersenyum tipis, tapi tatap mataku menghujam. Mas Nicky membalas tatapanku dengan sorot sedikit takut. Ini baru kode Mas! Akan kubongkar semua kebusukanmu dengan Janda itu, tunggu saja!
Kemudian, tak banyak berbicara dengan Mas Nicky setelah itu. Rasanya enggan dan males bicara dengannya. Selesai menemani dia makan malam, aku naik ke atas, mau ke kamar. Kubiarkan Mas Nicky sendirian menonton televisi.
Kuhempaskan tubuhku di ranjang. Mataku nanar menatap langit-langit. Panas hati, panas pikiran rasanya. Mendidih darahku sampai ubun-ubun.
Kalau aku mendesak Mas Nicky untuk mengaku, pasti dia mengelak. Mas Nicky seperti pemain drakor yang pandai berakting. Tertipu aku dengan aktingnya! Suamiku bermain cantik. Rapi sekali, membungkus pengkhianatan dengan rayuan!
Setidaknya, si Jendes lebay! Apa-apa dibikin status. Pengkhianatan seperti apa yang sudah dilakukan Suamiku dengan Mbak Dahlia ya? Sejauh apa hubungan mereka? Duh! Memikirkan hal ini, membuat hatiku semakin panas.
Lalu Naura, apakah dia anaknya Mas Nicky? Tapi, kapan menikahnya? Sedangkan waktu menikah denganku, status Mas Nicky masih perjaka. Semua itu dibuktikan dengan dokumen yang dia miliki. Pusing kepalaku jadinya.
Kalau nikah siri? Rasanya tambah tak masuk akal kalau Mas Nicky menikah siri dengan Mbak Dahlia. Kenapa harus menikah siri, bila mereka punya anak?
Aku melirik jam di meja. Sudah jam sebelas malam. Mas Nicky belum masuk kamar juga. Nggak yakin aku kalau dia menonton acara televisi. Sebaiknya, aku melihat ke luar.
Tanpa suara, aku berjalan ke luar kamar. Lampu lantai bawah masih menyala, suara televisi juga masih terdengar. Menuruni tangga, aku menoleh ke ruang tengah, tempat Suamiku tadi aku tinggal. Kok Mas Nicky nggak ada, kemana dia?
Jantungku seketika berdegup kencang. Pikiranku langsung suudzon. Mataku nyalang ke sekeliling ruangan mencari keberadaan Mas Nicky. Apa mungkin, dia menyelinap ke rumah sebelah?
Berjalan cepat aku ke depan. Pintu depan terbuka sedikit. Dari sini, aku mendengar suara Suamiku yang sedang bertelepon dengan seseorang.
"Kamu jangan sering pamer makanya!"
"Blokir saja nomornya, biar dia nggak bisa lihat statusmu!"
Bola mataku bergerak, menatap liar ke luar rumah. Kembali jantungku serasa di remas. Sakit, tapi tak berdarah!
Mas Nicky, mencuri waktu untuk berteleponan dengan Janda Sebelah, dengan bersembunyi di garasi!
Permainanmu sudah nggak cantik lagi, Mas! Aku sudah tahu semua kebusukanmu. Dan Mbak Dahlia, kamu itu sampah! Nanti akan kulempar kau pada tempatnya!
Tanganku mengepal, geram!
**
Selesai meeting pagi ini, aku tidak langsung ke ruanganku. Aku mengikuti Juna ke ruangannya.
"Juna!" Panggilku. Arjuna menoleh.
"Ivonne, Ada apa?" Dahi Juna mengerut. Aku menghampirinya.
"Aku mau bicara sama kamu," kataku. Juna menatapku sejenak, kemudian tersenyum.
"Apa sih yang nggak buat Permaisuriku ..." Juna membukakan pintu office-nya.
"Huweek!"
Juna dan aku serentak menoleh. Maya meringis. "Pak Juna modus!" Katanya.
"Diem kamu!" Sahut Juna sok galak. Aku tertawa melihat mereka. Kek kucing sama tikus. Padahal mereka sepupuan.
"Ada apa?" Tanya Juna setelah aku duduk. Aku terdiam lama. Harus mulai dari mana aku nggak tahu. Aku malu sama Juna.
"Pasti tentang Nicky!" Tebak Juna.
"Jun, aku mau minta tolong ..." Ku keluarkan ponselku. Mencari gambar foto seseorang.
"Cari tahu tentang orang ini!" Kutunjukkan layar ponselku padanya. Juna mengamati gambar di ponselku hingga layarnya padam.
"Kenapa dia?"
"A_aku curiga, Nicky ada main sama dia!" Ucapku tertahan. Rasa cemburu kembali menyelimuti hatiku. Rasanya batinku seperti tercabik-cabik. Dadaku menjadi sesak.
Sejak kemaren, aku menahan tangis. Hatiku panas, panas banget. Aku pingin mengamuk, pingin berteriak, pingin menangis!!
"Nangis aja!"
Whuaaaaaaa
Bersambung
Benarkah ada main antara Nicky dan Dahlia?
Siapa Dahlia sesungguhnya?
Tunggu investigasi detektif Juna!
Sabar ya, pemirsah ? alurnya memang begini. Mengikuti jalan pikiran Ivonne yang lemot ?
Makasih sudah mampir, sudah ninggalin komen. Author membaca semuanya. Maaf nggak bisa balas satu persatu ?