Bab 8: Anting berlian
#Status_WA_Janda_Sebelah
Bab 8
Anting berlian
Sepulang dari mengantar Mami, aku meminta Suamiku untuk mengantar ke salon kecantikan langgananku. Aku mau perawatan dan merapikan rambut.
"Ntar kalau udah selesai, aku telepon, Mas. Jemput aku, ya?" Kataku pada Mas Nicky.
"Iya, sayang ..." Mas Nicky mengecup pipiku kanan kiri. Wajahku mengernyit, meledeknya manja. Suamiku emang gitu, sukanya nyium.
"Kamu mau ke mana?" Tanyaku sebelum turun.
"Mau mampir kantor,"
"Lhah kan Minggu?"
"Gapapa, ada yang mau aku kerjakan."
"Serah deh, siapa Boss-nya."
Keluar dari mobil, aku langsung masuk ke salon. Mobil Mas Nicky juga langsung pergi. Salonnya ramai, kalau Minggu. Untung tadi sudah bikin reservasi.
Aku akan memanjakan diriku. Mandi lulur, pijat relaksasi dan potong rambut. Kira-kira tiga jam lah. Aku menulis pesan untuk Suamiku. Ku suruh dia pulang dulu saja kalau udah selesai urusannya di kantor.
[Aku lama, Mas. Pulang dulu gapapa kalau kamu udah selesai urusan kantor] tulisku.
[Ok] balas Mas Nicky.
Suamiku, punya usaha di bidang advertising. Dia seorang desainer graphics. Perusahaanya belum begitu establish, masih merintis. Karyawannya juga masih bisa dihitung dengan jari. Tapi kulihat prospect-nya bagus.
Orderan iklan banyak, kadang nggak tercakup. Suamiku kekurangan tenaga untuk tim kreatif. Saat ini pun, Suamiku masih terjun sendiri dalam bernegosiasi dan diskusi konsep iklan dengan client. So far, semuanya bagus. Duit Suamiku banyak. Aku curiga dia bermain saham. Rumah, mobil, dia yang beli.
Management-nya juga masih sederhana. Setiap bulan, aku membantu mengaudit keuangan di perusahaannya. Ada sih, staff keuangan, tapi, tetap harus aku yang memeriksa. Pengeluaran Pribadi Suamiku dan pengeluaran perusahaan masih jadi satu. Nanti, aku yang akan memisahkan dan menagih pada Mas Nicky.
Mas Nicky, tak keberatan, aku masih tetap bekerja di kantornya Juna. Gajiku besar di sana. Juna mah enak, dia tinggal nerusin perusahaan milik Papanya. Dasarnya anak orang kaya. Tapi, Juna baik, nggak sotoy.
Juna dan Nicky sudah saling mengenal, sebelum Nicky menikah denganku. Kenal di mana, bagaimana, aku tidak pernah tanya. Males akutu ngepoin urusan orang. Sama Suamiku aja, aku nggak pernah kepo.
Perawatan tubuh sudah selesai. Aku duduk di depan kaca salon yang lebar. Mas gemoy, di belakangku. Tangannya bergerak lincah memangkas rambutku sesuai dengan permintaanku.
"Jangan pendek ya, Mas. Sebahu aja." Kataku sambil melihatnya dari kaca. Dia mengangguk. Tadinya aku mau ombre rambutku, tapi ntar kelamaan.
Mengambil ponsel dari tas, aku segera mengeceknya. Nggak ada panggilan. Hanya ada chat dari beberapa grup yang aku ikuti. Kebiasanku, melihat dan membaca status orang datang.
Aku mulai men-scroll satu persatu. Rata-rata, temanku pada pasang status menghabiskan hari weekend dengan keluarganya.
[Lembur] statusnya Juna, dengan disertai fotonya bersama Maya.
Kuamati, mereka sedang di Mall kayaknya. Oh ya, aku ingat, ada proyek Juna di situ. Nggak besar sih proyeknya, tapi duitnya gede. Juna seorang desain interior. Dia dapat proyek mendesain gerai perhiasan terkemuka di sebuah mall besar. Owner-nya, hanya mau Juna langsung yang menangani. Itu lah, makanya aku bilang proyek kecil duitnya gede. Soalnya, Boss langsung yang turun.
Nggak afdol rasanya kalau nggak lihat story-nya Mbak Dahlia. Hanya pada dia aku kepo. Entah lah, rasanya pingin tahu dia ngapain.
[Dibeliin anting berlian ama Suami. Maaciih tayangg, mmuaach ...Emot cium dua]
Hihh, lebay! Aku mencebik. Kulihat fotonya. Sepasang anting emas putih, dengan dua berlian model tetes air. Bagus. Kutaksir harganya sekitar sepuluh jutaan. Tajir juga, tanggal tua beli berlian.
Heran juga. Janda itu keknya nggak kerja. Tapi kok gaya hidupnya hedon banget. Rumahnya bagus, satu type dengan rumahku. Mobilnya juga keren. Kudengar dia punya bisnis online. Tapi, apa, aku nggak tahu. Atau, jangan-jangan dia Istri simpenan? Hihi julidnya akuu ...
**
"Yank, itu ada titipan berkas laporan sama back up dari Mbak Dina. Aku taruh di ruang kerja, ya?" Mas Nicky bilang padaku.
Ini menjelang akhir bulan, seperti biasa, Suamiku minta tolong aku mengecek laporan keuangan perusahaanya.
"Dina bilang belum balance. Ada selisih dua belas jutaan. Coba kamu cek." Kata Mas Nicky.
"Aku tinggal mandi, ya?" Mas Nicky memang habis pulang kantor. Aku mengangguk.
"HP-nya bawa sini," kataku. Mas Nicky memberikan ponselnya padaku, setelah itu dia keluar.
Berkutat sebentar dengan berkas dari Dina, aku memang menemukan selisih sekitar dua belas jutaan. Nggak banyak sih, tapi, laporan keuangan tetap harus balance.
Meneliti lagi satu persatu kuitansi, faktur dan invoice. Semuanya sudah digarap rapi sama Dina. Apa ya, sepertinya ada pembelian yang nggak pakai nota, atau notanya ilang.
Berarti aku harus masuk ke mobile banking Suamiku. Itu lah makanya aku selalu minta HP Suamiku bila mengecek laporan keuangan.
Aku mengecek secara online rekening koran dari rekening Suamiku. Semua transaksi banking. Debet, kredit, mutasi dan saldo bisa dilihat di sini. Enaknya rekening koran adalah, semua transaksi, ada keterangannya.
Netraku membaca satu-persatu tulisan di layar HP Suamiku.
Transaksi senilai 11.889.000 dengan keterangan: pembelian Sepasang anting berlian dari gerai perhiasan M.
Aku diam terpaku. Kubaca berulang-ulang tulisan itu. Anting berlian?
Kok sepertinya pernah baca status seseorang pamer anting berlian?
Bersambung