Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6 Godaan Maut

Bab 6 Godaan Maut

"Sayang, kita ke sebelah sana, yuk!" Nara mengajak Rafael, anaknya berkeliling di mall. Mereka menuju ke salah satu tempat di sana. Di mana yang ada deretan pakaian pria dari kecil sampai dewasa.

Nara merasakan akhir-akhir ini, ia sudah lama tidak memperhatikan putranya. Biasanya kalau dulu saat hubungan keluarga mereka baik-baik saja. Mereka akan pergi ke mall bersama, liburan bersama dan juga menghabiskan waktu untuk makan atau piknik bersama saat hari libur.

Mau tidak mau Nara harus melupakan momen indah itu.

"Ma, kok ajak Rafael ke sini? Di sini kan bajunya mahal-mahal," tegur Rafael. Dia pikir mamanya sudah tidak dinafkashi lagi oleh ayahnya. Rafael tidak tahu kalau mama hebatnya itu bekerja di sebuah perusahaan.

Nara tersenyum. Nampaknya kebiasaan yang ia ajarkan sejak kecil masih tertanam kokoh. Sembari melihat-lihat Nara menceritakan kalau Rafael harus tetap semangat dan tidak boleh terpengaruh akan hal-hal buruk dari selingkuhan ayahnya.

"Nak, coba lihat ini. Kamu cocok tidak?" Nata menunjukkan sebuah pakaian pria untuk putranya yang masih 11 tahun.

Rafael menganga. "Wah, Ma! Aku suka, ini keren banget. Apalagi warnanya biru."

"Beneran?"

"Iya, Ma."

Nara bingung, mumpung ke mall. Apa salahnya dia kalai membeli beberapa pakaian untuk Rafael. Sebelum Damian melarang mereka pergi bersama. Untunglah perempuan tak tau diri itu bisa membuat Damian terlena, Nara berpikir sejenak.

"Ya sudah, kamu pilih-pilih dulu ya sayang. Nanti kita bayar di casier," ujar Nara.

"Satria?"

Tiba-tiba saja Nara berpapasan dengan Satria saat ingin memilihkan baju Rafael.

"Nara, di sini juga?" Satria terkejut saat melihat Nara. Tak disangka mereka bisa bertemu setelah pekerjaan di kantor.

Nara tersenyum pada Satria sekaligus Rafael yang tengah kebingungan dengan orang asing di depannya.

"Satria, ini Rafael anak aku."

"Rafael, itu Om Satria, teman kerja mama."

Nara menjelaskan hubungan keduanya pada kedua laki-laki di depannya.

"Oh... hai Rafael," sapa Satria. "Apa kabar?"

"Iya, Om. Kenalkan saya Rafael. Saya baik-baik saja kok, Om." Rafael menjawab dengan senang hati.

Rafael mengerti. Saat Nara dan Satria mengobrol, dia lebih memilih melihat-lihat produk yang ada di sana.

"Maaf, ngomong-ngomong kamu sudah punya anak ya? Kenapa tidak pernah cerita, Nara?" Satria menuntut Nara yang lebih tertutup padahal kan Satria suka menceritakan masalah pribadi juga pada Nara.

Nara menghelas napas. "Maaf, Satria. Iya itu anak aku. Hmm... tidak apa-apa sih, cuma aku tidak mau bahas itu lagi. Kamu kan tahu aku sudah bercerai dengan suami aku," jelas Nara. Padahal dalam hati Nara juga kasian pada Satria yang dihianati oleh Aruna.

Satria mengerti bahwa masalah rumah tangga akan sangat sulit bila didiskusikan dengan pihak lain. Bisa-bisa suasana makin tak kondusif dan kacau.

"Oh, ya. Aku sampai lupa. Kamu sendirian ke sini, Sat?"

"Iya, Ra. Sebenarnya aku ingin membelikab baju untuk Aruna mumpung aku mau beli kemeja, aku mau minta maaf sudah memarahi dia kemarin," ungkap Satria.

Nara menahan miris dalam hati. Bisa-bisanya wanita macam Aruna mendapat pria sebaik Satria. Ok. Nara mulai berpikir kalau suaminya udah diambil orang lain, Aruna.

Nara makin dekat dengan posisi Satria yang tengah berdiri. Mendekatinya sampai jarak antara mereka sedikit sekali. Tapi sayang karena Nara kalah tinggi dengan Satria. Hingga tak begitu nampak kalau jarak mereka dekat.

Wajah Satria memerah, ada apa dengan partner kerjanya itu? Tumben mendekatinya seperti seakan-akan menggodanya.

"Bagaimana kalau kita jalan? Aku juga mumpung diperbolehkan keluar dengan putraku." Nara meraya agar Satria mau diajak jalan. Dengan tatapan matanya penuh harap mampu melumpuhkan hati Satria yang bersih keras mau memberikan kejutan dulu pada istrinya.

Satria menatap Nara. Nara terus saja mendekati Satria hingga saat ini lelaki itu tak mampu lagi melepaskan pandangan panas dari Nara.

That is like there is stunning things. Satria menyerah. "Iya, kalau begitu aku bayar ini dulu," jawabnya.

Rayuan maut dari Nara berhasil membuat Satria jatuh.

"Sayang, kamu mau yang mana aja?" Nara menghampiri Rafael yang tengah membawa 2 pilihan bajunya. "Dua-duanya saja ya…" Nara yang menjawab sendiri. Sebelum Rafael mengeluarkan pendapatnya.

"Pas sekali aku suka semuanya, Ma," seru Rafael.

"Ya sudah ambil saja. Ini Mama pilihkan satu ya.. cocok tidak?"

"Aku suka kok, Ma."

Mereka pun membayar semua belanjaannya di kasir. Satria yang lebih dulu membayar sudah menunggu di depan.

Nara pun memberitahu kalau Rafael akan diajak jalan-jalan oleh Satria. Terkejutnya kala Rafael mau diajak jalan. Karena dia pun jarang keluar semenjak Mamanya itu bercerai.

Satria pun bergegas menghampiri Nara setelah membayar.

"Nara, apa tidak apa-apa kalau Rafael jalan sama kita?"

Nara terenyuh. Seharusnya dia yang kenapa-kenapa kalau jalan sama aku, pikir Nara. Tetapi, demi pembalasan dendamnya untuk Aruna. Nara harus lebih genit, lebh menggoda Satria walaupun itu bukan jati dirinya sebagai wanita penggoda.

Tak apa, pikirnya. Dia bukanlah wanita murahan yang menggoda banyak pria. Tapi, dia adalah perempuan yang akan membuat seseramg seperti Aruna menyesal telah melakukan semua ini.

Satria memutar mobilnya ke arah kanan menuju taman kota. Rafael diam saja memerhatikan orang yang baru ia kenal megemudi di sampingnya.

Sekilas ingatan pun terpintas di otak Rafael. "Andai mereka berdua adalah orang tuaku," katanya dalam hati.

Tanpa Nara sadari ternyata Satria memiliki kelebihan lain. Dia lebih mudah adapatasi dengan anak-anak. Buktinya sekarang anaknya, Rafael dengan Satria sedang seru-seruan bertatap muka mengobrol.

"Suami sebaik dia bisa dikhianati. Kalian akan menyesal Damian, Aruna!"

"Aku tidak akan pernah berhenti menggoda suamimu, Aruna! Sampai dendamku terbalaskan.”

Setelah puas bermain di atas rumput. Nara hanya memerhatikan mereka dari kejauhan saat Satria dan Rafael melihat air mancur.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel