Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

PENGGEMAR

Entah keberanian dari mana, gadis itu selalu melawan jika ada seseorang yang mem-bully karena badannya yang kecil. Mungkin bukan mem-bully, tapi cenderung mengejek.

Ah, apalah itu namanya. Tubuh kecilnya tetap menjadi olokkan.

Delana Christel, putri dari Gilang Ramadhan dan Lisa Dianti. Ayahnya seorang kontraktor yang sering keluar kota. Dan Ibunya membuka usaha jahit kecil-kecilan, yang hanya bekerja saat ada pesanan.

Gadis mungil yang selalu merasa tubuhnya sama dengan yang lain. Sehingga sejak SD sampai SMA Christel sering terlibat pertengkaran dengan teman laki-laki yang mengejeknya.

Tak jarang, badan Christel terlihat lebam atau bahkan terluka. Meski begitu, dia tidak jera untuk kembali bertengkar dengan teman yang lain. Prinsip bahwa meski kecil dia tak akan kalah, benar-benar memberinya kekuatan untuk membalas segala hal buruk yang dilontarkan anak-anak sebayanya.

Masuk di Universitas milik keluarga Prasiarkana melalui program beasiswa, membuat semua terlihat jelas tentang seberapa pintar gadis ini.

Tak pernah lepas dari lima besar sejak SD sampai SMA, membuat jalannya masuk ke Universitas yang cukup mahal itu menjadi mudah. Kecintaan pada dunia pertelevisian mengakhirinya menjadi salah satu mahasiswa di Universitas Siarna.

Mimpi menjadi sutradara selalu membuatnya ‘lapar’ untuk terus belajar tentang apa pun di kampus. Meskipun kadang, gadis itu keluar jalur dari jurusannya sendiri. Dia sering masuk ke kelas jurusan lain saat dosennya tiba-tiba tidak bisa memberikan kuliah.

Gadis dengan rambut sebahu ini, tidak pernah takut kulit putihnya akan terlihat gosong. Atau wajah mulusnya menjadi berminyak, saat mereka harus melakukan praktek lapangan.

Dan perlu kalian tahu, tentang Delana Christel.... dia gambaran dari perempuan yang mulutnya tidak akan diam mengoceh kecuali dikasih makanan.

***

Sore di hari berikutnya, Christel sudah siap dengan celana legging abu-abu dan kaos lengan berwarna biru cerah. Dengan rambut kucir kuda dan bandana senada dengan baju melingkar cantik di kepalanya, tak lupa sepatu sneakers dengan warna hijau menyala.

Fullcolour ya nih cewek mini.

“Repot-repot banget mau jogging, neng. Badan udah kurus gitu.” Suara sang ibu yang sedang memilih jemuran membuatnya tersenyum.

“Biar sehat aja sih, Bu. Kasihan juga Kinan nggak ada temen.”

“Sore Ibuuuuu.” Suara nyaring itu hampir membuat jemuran di tangan Lisa terjatuh. Berkali-kali wanita paruh baya itu beristigfar. Christel tersenyum.

“Lama-lama Ibu kecilin permanen volume suara kamu itu ya, Kinan,” rutuk Lisa yang hanya disambut tawa oleh Kinan.

Christel berdiri menjajari Kinan. “Kita pergi dulu ya, Bu.” Mereka berlalu setelah mencium punggung tangan Lisa yang menggeleng melihat dua gadis yang sejak kecil selalu bersama itu.

***

Christel menepuk pelan punggung Kinan yang tiba-tiba saja tersedak air saat minum. Setelah hampir sejam berlari, mereka memutuskan untuk istirahat, di taman yang semakin sore semakin ramai.

“Kenapa sih lo? Gue bawa minum sendiri, Kin. Keburu-buru amat minumnya sampe kesedak gitu.”

Kinan tak menjawab. Matanya melotot ke depan. Christel melihat ke arah yang ditunjuk Kinan. Dua orang berlari dengan sesekali mengobrol dan tertawa kecil. Christel tertegun dengan mulut mengaga lebar. Dengan sendiri tubuhnya berdiri dikaki. Kini Kinan yang heran dengan sikapnya.

“Lo kaget liat Alta yang gantengnya kebangetan, ya?”

“Alta? Gue nggak liat Alta.” Mata Christel terlihat begitu berbinar. “Christel! Sekarang kita ngeliat ke tempat yang sama. Tapi lo nggak liat Alta. Are you kidding me?”

Kinan tak sempat mencegah Christel yang sudah lebih dulu berlari ke arah Alta. Dengan segera Kinan mengekori, takut jika temannya itu akan melakukan hal aneh lagi di depan anak pemilik kampus.

Cewek mini gila.

Rana terlihat sangat kaget dengan gadis yang tiba-tiba berada di depannya. Sedang Alta yang tak kalah kaget melihat Christel yang tersenyum lebar ke arah Rana.

“Kakak ini, kak Rana kan? Sutradara terkenal itu? Aku penggemarnya kakak loh. Aku nonton semua film garapan kakak.” Kinan mencoba menarik Christel dengan senyum menahan malu.

Rana hanya tersenyum. “Heh, Minion. Apaan sih? Lo buat kaget kakak gue.” Christel menoleh pada Alta dan menatapnya tajam. Alta mengerut melihat tatapan aneh gadis itu.

“Jangan ngaku-ngaku deh jadi adeknya kak Rana. Lagian lo nggak ada sopan-sopannya sama yang lebih tua. Nama gue Christel bukan minion.”

“Oh, jadi kamu yang namanya Christel?” Rana tersenyum jahil melirik Alta sejenak. Christel kembali berbinar.

“Kakak tahu nama aku?”

“Aku Rana Putri Prasiarkana. Sutradara yang kamu bilang itu. Kakaknya Alta.” Rana mengulurkan tangannya ramah. Senyum Christel menguap menjadi rasa malu, membalas jabatan tangan Rana.

“Lo kenapa pake nggak percaya sih? Lo beneran nggak tahu Alta adeknya si Rana ini?” Christel hanya menggeleng pelan mendengar bisikkan Kinan.

“Makanya, jadi manusia itu jangan cuman keliling rumah sama kampus doang. Udah hampir dua tahun di kampus aja lo nggak tahu siapa gue. Terus sekarang apa? Penggemarnya Rana? Sama adeknya aja lo nggak tahu. Penggemar macam apa lo?”

Christel menggigit bibir bawahnya menahan kesal. Jika tidak ada Rana, Christel mungkin sudah mengikat mulut Alta.

“Maaf ya, Christel. Alta emang gitu. Jangan diambil hati. Makasih banyak udah mau jadi penggemarnya aku. Kapan-kapan, aku bakal main ke kampus deh kasih pengalaman pas dikuliah umum.”

“Aku pasti nunggu banget, kak.” Perubahan ekspresi gadis itu hanya seperkian detik saat dia menoleh ke arah Rana, setelah merasa sangat kesal dengan Alta.

Rana tersenyum ramah. “Ya udah, aku duluan ya.” Dengan hangat Rana melambaikan tangan pada Christel dan Kinan.

Tanpa tersenyum, Alta yang hanya menggunakan celana training pendek dan kaos tanpa lengan yang memperlihatkan otot lengannya, mengikuti langkah Rana.

“Pantesan si Alta ganteng banget, ternyata kakaknya juga cantik,” celoteh Kinan setelah mereka berlalu. Christel masih bergeming di kaki dia berdiri.

“Bego banget sih.” Kinan melihat ke arah Christel yang juga melihatnya. “Kenapa nggak mintak nomor handphone-nya?”

Kinan tak sempat membalas kekesalan sahabatnya, sebab terkejut dengan seseorang yang kini bediri di belakang Christel.

“Heh!” Sontak Christel menoleh dan mendongak. “Kalo pakek baju, sebelum keluar mending ngaca dulu. Lo udah kayak orang mau jualan. Warna-warna pakaian lo ini, buat mata orang sakit.”

Christel mengerutkan wajahnya, pertanda dia benar-benar kesal dengan pria yang pergi begitu saja setelah mencela penampilannya sore ini.

“Dasar. Sok kegantengan banget sih jadi manusia.”

“Dia emang ganteng kali, Tel.” Kinan nampak begitu terpana dengan Alta. Sesaat sadar bahwa gadis di sampingnya sedang menatap kesal.

“Eh, bentaran deh. Lo mau kontaknya kak Rana itu, kan?” Christel hanya mengangguk, mulai sedikit antusias. “Alta pasti ada deh nomor kakaknya.”

Christel melihat Kinan yang kini tersenyum penuh arti.

***

“Cantik, kecil, baik, dan...cerewet.”

“Apa?” Alta menoleh ke arah Rana sejenak, lalu kembali fokus kejalanan.

“Gue lagi ngomongin Christel. Pantesan lo langsung suka. Siapa coba yang bisa nolak pesona Alta Prasiarkana dan berani nantangin bocah badung kayak lo? Cuman dia, kan?”

“Bodo ah. Gue nggak suka sama dia.”

“Tapi cinta.” Rana tertawa kuat.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel