Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

10. Kisah Lala

"Ayah di sarankan untuk berobat di rumah sakit besar yang ada di kota. Uang itu akan dipergunakan untuk berobat ayah. Aku sangat berharap, ayah bisa sehat seperti dulu lagi," Nadira berucap dengan mengusap air matanya.

Lala mengangukan kepalanya saat mendengar apa yang dikatakan oleh Nadira. "Aku tidak menyangka kondisi ayah kamu sangat parah," ujar Lala yang ikut prihatin.

"Ayah sudah sakit sudah lebih satu tahun ini. Namun sudah 6 bulan terakhir ini kondisinya semakin memburuk," keluh Nadira. Nadira sedikit tersenyum dan memasukkan soto kedalam mulutnya.

Lala menganggukkan kepalanya ketika mendengar jawaban Nadira. Lala memandang wajah Nadira dan menyibakkan rambut Nadira yang menutupi pipinya ke belakang. "Kamu kenapa?" Tanya Lala yang memandang wajah Nadira.

Nadira tersenyum dan kembali mengatur rambutnya agar menutupi bagian pipinya. "Kamu tahu sendiri kerjaannya?" Nadira yang tidak langsung menjawab pertanyaan dari Lala.

"Maksud kamu?" tanya Lala.

"Apes, ada pengunjung mabuk yang masuk dan kemudian marah-marah. Terus aku kena tampar dua kali," jelas Nadira yang memegang pipinya secara berganti-ganti.

"Besok kalau lihat ada yang mabuk kamu cepat-cepat aja sembunyi," anjur Lala memberi saran.

"Mana bisa sembunyi, aku wajib duduk disana nungguin kalau ada yang datang. Kemudian bila dia keluar aku wajib bersihkan," jelas Nadira.

"Iya sih kerjaan di sana memegang resikonya seperti ini," ucap Lala.

"Iya gak apa-apa juga sih. Aku sudah tahu resikonya," Nadira berucap lirih. Nadira berusaha untuk tersenyum. Nadira tidak ingin menceritakan apapun kepada Lala. Bagi Nadira, pria itu mau melepaskannya saja sudah merupakan hal yang sangat disyukuri nya. Nadira tidak ingin urusannya dengan pria itu berkelanjutan.

"Jadi apa Karena ini kamu semalam gak masuk?" Tanya Lala.

"Iya," jawab Nadira yang kembali memasukkan soto ke dalam mulutnya.

"Aku sudah siap makan apa kita kembali ke toko," ucap Nadira setelah menghabiskan teh hangat di gelasnya.

"Ayo," jawab Lala yang beranjak dari tempat duduknya dan kemudian membayar uang sarapannya.

"Makasih ya La, aku sudah terlalu banyak hutang budi sama kamu," imbuh Nadira.

Lala tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Jangan ngomong gitu kita teman," ucapnya.

"Tapi nanti aku boleh ke kosan kamu ya," pinta Nadira.

"Nah gitukan Azas manfaat," ucap Lala yang tersenyum memiringkan bibirnya.

Nadira tertawa mendengar apa yang dikatakan oleh Lala. "Semalam aku jalan La. Lumayan capek jarak dari rumah ke club cukup jauh," Nadira menjelaskan.

"Yang benar aja dari rumah kamu ke klub jalan kaki?" Lala Berucap dengan membesarkan matanya.

"Iya La, sekarang akhir bulan aku udah nggak punya uang lagi. Itu aja pulang dari klub naik gojek ongkosnya mahal. Mau jalan kaki gak berani," ucak Nadira yang tersenyum tipis.

"Kamu butuh uang berapa?

Aku kasih," ucap Lala menawarkan. Lala mengeluarkan dompet dari dalam tas kecil yang dipakainya.

Nadira tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Gak usah La, aku gak enak sama kamu. Seperti ini aja aku udah merasa nggak enak hati. Apalagi kalau kamu ngasih aku uang. Aku dikasih tumpangan ajalah." Nadira berkata dengan tersenyum di bibirnya.

"Ya udah nih pegang." Lala mengeluarkan uang lembar Rp100.000 3 lembar dan memberikan ke tangan Nadira

"Untuk apa?" tanya Nadira.

"Anggap aja aku ngasih bantuan untuk uang transportasi kamu di awal kerja." Imbuh Lala yang naik ke atas motornya.

Nadira begitu sangat terharu ketika Lala memberinya uang. "La aku nggak enak," tolak Nadira.

"Tidak apa, kita teman," imbuh Lala yang tersenyum. "Udah cepat naik," ajak Lala kemudian.

Nadira menganggukkan kepalanya dan memasukkan uang yang diberikan Lala kepadanya ke dalam saku celananya. "La besok kalau aku gajian aku bayar ya," ucap Nadira.

"Nggak usah itu aku kasih," jawab Lala yang menjalankan motornya ketika Nadira sudah duduk di belakangnya.

***

"Makasih ya La, aku di bolehkan istirahat di sini," ujar Nadira. Nadira memperhatikan rumah Lala yang sangat bagus menurutnya. Furniture yang di tertata di rumah itu juga terlihat sangat mahal.

"Ia," jawab Lala singkat.

"Apa rumah ini kamu beli sendiri?" Tanya Nadira memandang kagum rumah tersebut

Iya," jawab Lala singkat.

"La, duit kamu pasti sangat banyak. Tapi kenapa masih mau kerja di toko yang gajinya gak seberapa?" Nadira bertanya dengan memandang Lala.

"Kalau aku nggak kerja di toko pakaian, yang ada orang yang pasti memiliki tanggapan negatif terhadap aku. Walaupun aku bekerja di tempat itu namun aku tidak ingin komentar jelek terdengar di telingaku. Aku berangkat pagi tokoh kemudian pulang sore kemudian pergi lagi untuk kerja malam. Orang di sini tahu aku itu punya profesi ganda yang mana Kalau malam hari aku akan bekerja di restoran 24 jam jadi di sini tidak ada yang mengetahui profesi aku di club malam. Lala menjelaskan dengan wajah yang begitu sangat serius.

"Tapi pasti capek lah kerja nonstop gitu," ucap Nadira.

"Ya lumayan tapi karena udah biasa udah nggak lagi waktu di awal kerja seperti ini memang terasa sekali lelahnya," Lala tersenyum menjelaskan.

"Orang tua kamu tahu lah tentang rumah ini?"

Lala menggelengkan kepalanya. "Sejak aku kelas 2 SMP aku sudah tidak merasakan lagi rumah yang menjadi surga. Aku merasakan rumah yang seperti neraka. Setiap hari aku selalu mendengar perkelahian mama dan juga papaku. Waktu itu aku masih tidak mengerti dengan apa yang mereka ributkan, yang pasti masalah kecil bisa menjadi besar. Setelah keributan itu akulah yang akan dijadikan sasaran mereka untuk melampiaskan kemarahannya. Mama mulai sering memukulku, memarahiku tanpa alasan. Begitu juga Papa jangan terlihat sangat tidak menghiraukan ku. Bahkan Papa juga sering memukul aku. Semua itu berkelanjutan hingga aku kelas 2 SMA. 3 tahun aku merasakan hal seperti itu. Aku lama-lama merasa jenuh dan seakan berada di dalam dunia ku sendiri. Mama tidak ada segan-segan nya membawa tamu laki-laki ke rumah. Walaupun katanya teman namun aku tidak percaya. Aku berjumpa dengan papa ketika aku membeli es krim di swalayan. Papa berjalan dengan wanita muda dan mengendong anak bayi yang berumur sekitar 1 tahun. Saat itu aku mulai memahami apa yang telah terjadi. Setelah seperti itu Aku tidak lama kemudian mereka akhirnya berpisah."

Nadira hanya diam mendengar Lala bercerita.

"Mereka sibuk dengan kebahagiaannya masing-masing. Mama dengan suami barunya dan sekarang sedang mengandung anak dari pria itu. Papa dengan istri barunya yang sudah memiliki dua anak dari wanita itu. Ternyata Papa sudah menikah dengan wanita itu sebelum bercerai dengan Mama. Setelah aku tamat SMA aku memilih untuk keluar dari rumah dan datang ke sini. Aku mulai mencari pekerjaan ke sana, kesini dan aku sangat bersyukur bertemu dengan Bang Teddy sewaktu aku sedang berkeliaran mencari pekerjaan. Bang tedi menawari aku pekerjaan seperti sekarang dengan gaji yang sangat besar. Aku bisa membeli rumah seperti ini. Aku bisa makan enak, aku bisa tidur enak dan apalagi yang kurang dalam hidup aku ketika aku sudah merasakan hidup yang nyaman seperti sekarang." Ungkap Lala. Lala bercerita dengan raut wajah yang berubah-rubah. Lala bercerita seakan ia bahagia dengan kehidupan yang dijalaninya sekarang. Namun jauh di lubuk hatinya ia begitu merasa sangat kesepian dan merindukan kasih sayang kedua orang tuanya.

"Jadi Lala masuk bekerja di sana langsung karena Bang Teddy?" tanya Nadira.

Lala tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Bersyukur aku nggak ketemu sama mbak Sasi ."

"Mbak Sasi Siapa?" tanya Nadira penasaran.

"Itu yang suka nawarin jasa ke pelanggan." Lala berucap dengan tersenyum mengangkat sudut bibirnya.

"Jasa apa?" tanya Nadira yang memang tidak memahami tentang dunia klub malam.

"Jasa wanita panggilan."

"Jadi di sana ada juga yang yang menawarkan?" Ucap Nadira yang awalnya mengira tempat itu hanya di jadikan tempat untuk minum aja.

Lala benar-benar tertawa ketika mendengar ucapan Nadira. "Ra di sana itu semuanya ada. Bahkan di sana disediakan tempat khusus untuk tamu eksklusif."

"Tamu eksklusif itu yang seperti apa?" Lagi-lagi Nadira bertanya.

Lala mengusap wajahnya dengan sangat kasar saat mendengar pertanyaan Nadira. "Tamu yang punya banyak uang, yang bayar tempat khusus dengan harga yang mahal dan meminta pelayanan khusus," kesal Lala menjelaskan.

"Layanan khusus yang seperti apa?" Tanya Nadira.

Lala begitu sangat kesal ketika Nadira selalu bertanya tanpa memahami apa yang diucapkannya. "Di sana Ada jasa nawarin cewek. Kalau tipe kamu cewek polos, lugu, perawan, terbukti belum pernah di sentuh, akan memiliki harga tawaran sampai M M lah ." Lala berkata tanpa basa basi agar temannya yang Lugu dan bodoh itu memahami maksudnya.

Nadira diam ketika mendengar apa yang dikatakan oleh Lala, wajahnya memucat seketika.

"Apa kamu tertarik?

Kalau kamu mau jual itu keperawanan bisa dapat uang banyak dan kaya mendadak," ungkap Lala.

Nadira menggelengkan kepalanya. "Uang banyak apanya Orang akunya aja udah nggak perawan," Nadira berucap di dalam hatinya.

"Nggak tertarik?" Tanya Lala yang tersenyum. Lala tahu bahwa Nadhira tidak akan tertarik dengan hal yang seperti itu.

"Iya aku tidak tertarik."

"Daripada dirampas orang mendingan dijual ," Lala yang sengaja menggoda Nadira.

"Uangnya untuk berobat Ayah takut nanti ayah terhalang masuk surga," tegas Nadira.

Lala menganggukkan kepalanya. "Lagian gak usah lah, lebih baik seperti ini. Aku juga berencana bila nanti uang aku sudah banyak dan aku sudah bisa memiliki usaha sendiri, aku akan berhenti dari sana. Sekarang di sana aku mengumpulkan uang," ungkap Lala.

"Nanti kalau uang Lala sudah banyak, usahanya sudah ada, Jangan lupa ambil aku untuk tenaga kerja," ucap Nadira.

Lala tertawa dan menganggukkan kepalanya. "Kita makan dulu sebelum kerja," ajak Lala. Lala sudah membeli ayam goreng kremes Sebelum pulang ke ke rumahnya.

"Makasih ya La, hari ini aku makannya gratis terus kamu kasih," kecap Nadira. Saat yang tersenyum memandang kota putih yang berisi nasi dan ayam kremes.

Aku itu udah nggak bisa bersembunyi lagi dari kamu. Kamu sudah tahu siapa aku. Jadi karena itu aku udah gak bisa lagi berpura-pura nggak punya duit seperti dulu," ungkap Lala yang sedikit tersenyum.

Kedua gadis itu kemudian makan sambil tersenyum bercerita dan menikmati acara hiburan di televisi.

Kedua Gadis itu tidak ada henti-hentinya bercerita mereka makan bersama dan kemudian bersiap-siap untuk ke tempat kerjanya.

***

"Makasih ya Lala, aku langsung ke belakang" pamit Nadira yang turun dari motor. Nadira sedikit berlari menuju ke bagian belakang tempat ia bekerja.

Lala yang memberhentikan motornya menganggukkan kepalanya memandang Nadira.

Nadira meletakkan tasnya di atas meja. Dalam tas ini tidak ada barang berharga miliknya hanya botol minuman saja sedangkan dompet dan juga ponselnya ada di dalam saku celana jeans yang dipakainya.

Nadira memulai pekerjaannya dengan membersihkan toilet seperti biasa. setelah selesai membersihkan toilet Nadira duduk di kursi yang ada di depan toilet dengan menundukkan kepalanya. Nadira datang bekerja dengan penampilan yang sama. Topi berwarna hitam selalu dipakainya dan menyimpan rambut panjang di dalam topi.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel