Bab.9. Kemarahan Charlie Ma
Charlie Ma merasa sangat kesal pagi sesudah hari Valentine. Kiriman bunga mawar merah dan cokelat darinya kepada Bella Yuen sepertinya mendapat tanggapan yang dingin. Dia sudah menunggu sepanjang malam hingga pagi, tapi tidak ada satu ucapan terima kasih pun dari Bella. Padahal Bella Yuen memiliki nomor ponsel pribadinya.
Hari Valentine tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang selalu dia habiskan bersama wanita-wanita yang tidak keberatan menghangatkan ranjangnya. Dia tidak bisa menikmati malamnya karena pikirannya sudah terfokus pada Bella Yuen. Dasar wanita sialan!
Dia pun bertekad untuk menghubungi wanita itu terlebih dahulu. Charlie Ma memencet nomor yang hanya dia pandangi sepanjang malam hingga dia hapal betul nomornya. Pada deringan kelima, panggilannya dijawab.
Bella Yuen : "Halo. Bella Yuen di sini."
Charlie Ma : "Halo, Bella. Ini Charlie Ma."
Bella Yuen : "Ohh ya ... Charlie, apa ada yang bisa kubantu?"
Charlie Ma : ".... apa kamu menyukai mawar dan cokelat yang kemarin aku kirim ke butikmu?"
Bella Yuen : "Ohh ... terima kasih, Charlie. Tapi, lain kali kau tidak perlu repot-repot mengirimkan barang mahal seperti itu untukku."
Charlie Ma : "Aku ingin menyenangkan hatimu, Sayang. Lalu apa yang kau sukai? Katakan padaku ...."
Bella Yuen menggigit bibir bawahnya dengan perasaan galau antara takut dan tidak nyaman. Kenapa pria ini begitu gigih? pikirnya.
Charlie Ma : "Bella ...?"
Bella Yuen : "Aku tidak memerlukan apa pun, Charlie. Terima kasih atas tawaranmu. Bolehkah aku menutup teleponmu? Aku sangat sibuk sekarang ...."
Mendengar penolakan Bella Yuen, Charlie merasa sangat kesal dan ingin marah rasanya. Tapi dia menahan emosinya di telepon.
Charlie Ma : "Baiklah, Bella. Selamat bekerja. Bye."
Bella Yuen : "Bye, Charlie."
Pria itu mengobrak-abrik meja kerjanya dengan penuh amarah. Lalu berteriak dengan putus asa. Baru kali ini dia diacuhkan oleh wanita. Dan wanita itu sudah menikah dengan 2 orang anak. Dia merasa gila karena hal ini. Betapa sulit dia mengusir bayangan Bella Yuen dari benaknya.
Charlie Ma menatap ke luar kaca ruang kantornya yang terletak di puncak gedung itu. Betapa berkuasanya dia sebenarnya. Dia sanggup membeli apa pun di dunia ini, tapi untuk memiliki seorang wanita yang dia inginkan pun dia tak mampu. Dia pun menyugar rambutnya dengan kesal.
"TOK TOK TOK."
"Masuk!" seru Charlie Ma lalu membalik tubuhnya ke arah pintu.
Sekretarisnya masuk ke ruangannya. Wanita paruh baya itu tampak terkejut dengan kondisi meja kerja bosnya yang sangat berantakan seperti habis diobrak-abrik.
"Ehh ... maaf, Tuan Charlie Ma. Apakah Anda bisa hadir di meeting direksi pagi ini?" ujar wanita itu dengan hati-hati.
Charlie Ma menatap Rosa Liu, sekretarisnya yang telah mengabdi selama 7 tahun padanya. Dia pun memaksakan tersenyum pada Rosa Liu. "Baiklah, aku akan ke ruang meeting sekarang. Ohh ya, tolong rapikan lagi meja kerjaku, Rosa."
Pria itu bergegas keluar dari ruangannya menuju ke ruang rapat direksi.
"Selamat pagi, semua," sapa Charlie Ma ketika memasuki ruang meeting lalu duduk di kursi utama di tengah bagian ujung kepala meja.
Manager keuangan perusahaan mempresentasikan laporan keuangan perusahaan bulan Januari kemarin yang telah disusun oleh akuntan publik yang dipekerjakan oleh Chénxīng Shǎnyào International.
Seluruh peserta meeting memperhatikan presentasi pria itu dengan seksama selama hampir 1 jam lamanya.
Perusahaan Chénxīng Shǎnyào International milik keluarga Ma menjalankan banyak bidang pusat perbelanjaan dan hotel dalam skala besar. Charlie Ma adalah satu-satunya penerus bisnis raksasa itu setelah ayahnya meninggal ketika dia baru saja lulus S2 studi bisnis internasional.
Ibu Charlie Ma, Victoria Ma, sama sekali tidak bisa menghandle perusahaan berskala raksasa seperti
Chénxīng Shǎnyào International. Dia menyerahkan segalanya pada putera tunggalnya itu. Puterinya, Rheina juga tidak tertarik untuk bekerja secara langsung di perusahaan itu, dia malahan lebih memilih menjadi desainer baju.
"Kesimpulannya perusahaan saat ini sedang berada di puncak performanya secara keseluruhan, Tuan-tuan. Bisa jadi karena promosi perusahaan yang efektif. Kita bisa bandingkan dengan bulan Desember tahun sebelumnya." Pria manager keuangan itu menunjukkan perbandingan angka-angka dengan 7 digit yang fantastis di layar LCD.
Carlos memperhatikan perbandingan jumlah pendapatan kotor dan laba bersih perusahaan bulan Desember dan Januari. Manager keuangan itu benar, justru di high season seperti bulan Desember, perusahaannya tidak mencapai angka setinggi awal tahun berikutnya.
"Baiklah, mungkin kita perlu fokus di pemasaran melalui advertisement televisi, majalah, dan media sosial online," ujar Charlie Ma sembari bersandar di kursinya.
"Ohh ya, aku memiliki sebuah ide, kita akan memberikan potongan harga sewa outlet di Mall seandainya rekanan brand seller mau memberikan diskon sekitar 20% sampai 30% untuk customer toko. Tentunya dengan lebih banyak diskon produk yang ditawarkan ke pemgunjung, hal ini akan membuat orang di luar sana menjadi lebih tertarik untuk berkunjung ke Mall kita," saran Charlie Ma seraya mengemukakan idenya.
Corporate secretary mencatat saran Charlie Ma yang nantinya akan diteruskan ke bagian pemasaran.
Rapat direksi berlangsung dengan serius dan lama. Charlie Ma adalah seorang CEO yang profesional, dia sangat mempedulikan detail dari setiap laporan anak buahnya. Setiap sarannya yang istimewa sangat dinantikan oleh anak buahnya. Mereka sangat menghormati Charlie Ma karena pria itu memang benar-benar CEO tulen yang memimpin perusahaan raksasa ini untuk maju ke tingkat yang lebih baik.
Ada waktu untuk bekerja dengan serius, ada waktu untuk bersenang-senang menikmati hasil kerja kerasnya. Charlie Ma tidak mau bekerja di luar jam kerja kantor, dia memaksimalkan waktu di kantor untuk menangani semua urusan yang berhubungan dengan pekerjaannya.
Satu-satunya cara mengusir pikiran tentang Bella Yuenq adalah dengan bekerja di tengah karyawannya yang profesional.
Dia mendengarkan semua masukan dari peserta meeting dengan seksama. Berusaha membedakan mana saran yang baik dan saran yang kurang sesuai bagi perkembangan perusahaannya.
Di antara waktu meeting, Charlie Ma memutar otaknya untuk menemukan cara mendekati Bella Yuen. Setiap wanita pasti punya kelemahan, dia saja yang tidak begitu mengenal wanita yang dia dambakan itu. Bila Rheina tidak mau membantunya, maka dia harus menyewa detektif swasta untuk mengorek segala informasi pribadi tentang wanita itu.
Dia merasa dirinya telah mulai frustasi karena tergila-gila dan terobsesi pada Bella Yuen. Mungkin ada bagusnya nanti malam dia pergi ke kelab untuk menyegarkan pikirannya sembari menunggu hasil penyelidikan detektif swasta yang akan dia sewa nanti.
Dia ingin bertemu dengan wanita-wanita single yang available dan tidak keberatan menghabiskan malam bersamanya tanpa hubungan yang rumit. Uang yang banyak selalu menjadi jalan keluar semua masalah bagi seorang Charlie Ma. Lagipula dengan tampang dan tubuhnya yang sempurna, tidak akan ada yang sanggup menolak pesonanya.
Setelah 3 jam berlalu, meeting pun selesai. Charlie Ma kembali ke ruang kantor CEO dan mendapati mejanya sudah dirapikan oleh Rosa Liu, sekretarisnya. Dia pun duduk di kursi kantornya lalu membuka ponselnya untuk melihat kotak pesan masuk. Namun, tidak ada pesan baru yang masuk. Kemudian dia pun meletakkan ponselnya seraya menatap pemandangan kota Yang Dong dari kaca jendela ruangan CEO.