Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Sabria yang Bermuka Dua

"Ini siapa?" tanya Thomas. Pria itu berdiri di samping Laura. Ia ikut membaca pesan yang baru diterima Laura dari nomer tak dikenal tersebut.

"Gue enggak tahu, Tom. Tapi dari pesan-pesan misterius inilah semua kecurigaan gue bermula," ujar Laura sejujurnya.

"Elo udah check siapa?" tanya Thomas.

Laura menggeleng pelan. Tak terpikir olehnya untuk memeriksa kontak tersebut.

Thomas bergerak cepat dengan sengera mengambil gawainya dan memasukkan nomor telepon tersebut ke dalam sebuah aplikasi untuk memeriksa kontak.

"Sabria!" pekik Laura dan Thomas bersamaan ketika mengetahui hasilnya.

"Ini selingkuhan Miko," ujar Laura.

"Belum tentu, Lou. Bisa jadi Elo malah yang jadi simpanan Miko. Mereka sudah punya anak. Berarti pernikahan mereka sudah cukup lama terjadi," ujar Thomas tak enak. Pria itu takut fakta yang dia ungkap membuat Laura merasa tak enak.

Laura terdiam mendengar ucapan Thomas. Seluruh dirinya sungguh tak bisa terima jika harus menjadi seorang selingkuhan atau simpanan.

"Lou, maafin gue. Bukan maksud gue menyakiti hati Elo," ujar Thomas sekali lagi. Ia tahu fakta itu akan sangat menyakitkan bagi Laura.

"Menurut Elo, Tom. Apa perlu gue ketemu Sabria?" tanya Laura serius. Alisnya beradu, tanda wanita itu tampak sedang berpikir keras.

Belum sempat Thomas memberikan pendapatnya. Sebuah panggilan masuk ke gawai Thomas. Membuat pria itu sedikit menjauh dari Laura untuk mengangkat telepon.

"Apa? Di mana? Sekarang? Oke gue ke TKP. Amankan semuanya! Lima belas menit lagi gue sampai!" tegas Thomas. Air muka pria itu mendadak sangat serius untuk beberapa saat.

"Lou, gue harus pergi. Ada urusan pekerjaan yang harus gue selesaikan," ujar Thomas bergegas pamit pada Laura.

"Elo mau ke mana? Gue ikut! Ini ... ada hubungannya sama Miko kan?" tanya Laura seolah memiliki firasat.

Thomas terdiam beberapa saat. Ia tak bisa menjawab permintaan Laura. Tidak ada dalam prosedur kerjanya mengintai target operasi dengan membawa orang lain. Semuanya harus dilakukan dengan penuh kerahasiaan.

"Tom, gue tahu ini menyalahi prosedur. Tapi ... gue mau lihat bagaimana pekerjaan dan kehidupan suami gue yang sebenarnya. Gue enggak bisa terus-terusan ditipu oleh Miko," mohon Laura berkeras.

"Lou, Elo tahu ini sangat berbahaya. Gue bisa dipecat kalau sampai atasan gue tahu,"ucap Thomas berusaha menolak.

"Elo bawa gue atau gue berangkat sendiri?" Laura memberi Thomas pilihan yang sama-sama sulit. Bagai makan buah simalakama.

"Lou, oke Elo boleh ikut sebagai bagian dari samaran gue. Tapi gue minta Elo benar-benar menjaga diri dan jangan menampakkan diri Elo sedikitpun. Ketika terjadi kericuhan, Elo harus lari dan mencari tempat persembunyian yang paling aman. Elo enggak boleh terlibat sedikitpun meski ini urusannya dengan suami Elo!" tegas Thomas panjang-lebar.

Laura mengangguk yakin dan bergegas mengambil jaket, topi serta kacamata hitamnya. "Segini cukup?" tanya Laura setelah mengenakan semua benda itu di tubuhnya.

Thomas memandag Laura tak tega. Dalam hati sungguh ia tidak ingin melibatkan wanita ini lebih jauh. Tetapi menahan wanita keras kepala seperti Laura adalah hal yang mustahil.

***

Di sebuah tempat yang berbeda, Miko terlihat sedang merampas telepon pintar di tangan seorang wanita. Ia membanting telepon pintar bergambar apel bocel itu hingga hancur berkeping-keping. Wajah Miko merah padam menahan amarah. Ia merasa sebagai suami, ucapannya tidak lagi diindahkan oleh istrinya.

"M-mas!" Wanita itu memekik terkejut. Tidak menyangka tindakannya dipergoki suaminya.

"Sudah kukatakan berulang kali padamu, Sabria! Jangan pernah menghubungi dan mengancam Laura dengan pesan-pesan misteriusmu itu!" hardik Miko marah.

"Ah ..., Mas! A-aku!"

Plak! Miko menampar Sabria sekali, hingga wanita itu limbung dan terjatuh tertelungkup di ranjang kamar mewah mereka.

"Kamu itu cukup menjadi istriku di Surabaya! Jangan pernah mengganggu rumah tanggaku dengan Laura di Jakarta! Kurang apa aku padamu dan anak kita? Kupenuhi segala kebutuhan kalian, kuberikan waktu, cinta dan perhatian. Kurang apa aku sebagai suami hingga kamu terus mengusik pernikahanku dengan Laura?" bentak Miko terdengar sangat marah.

"Ma-maafkan aku, Mas. A-aku ... aku hanya ...."

"Sudahlah, Sabria! Aku enggak mau mendengar alasanmu lagi! Aku sudah memenuhi semua permintaanmu sebelum aku menikahi Laura. Aku juga sudah jujur mengatakan padamu bahwa aku akan menikah lagi dengannya di Jakarta!" tegas Miko kesal.

"Wanita mana yang rela di madu, Mas. Kamu bahkan tidak bertanya apakah aku bersedia atau tidak. Waktu itu kamu hanya berkata akan menikah lagi di Jakarta. Salahkan aku yang berusaha menjauhkan suamiku dari wanita lain?" isak Sabria tergugu menelungkup di atas bantal.

"Kamu enggak akan bisa mengerti, Sabria! Ada hal-hal yang bisa dipenuhi Laura tapi tidak akan pernah bisa kamu penuhi sebagai istri. Dan aku lelaki perkasa. Aku mampu dari segi fisik, mental maupun finansial untuk menghidupi dua orang istri. Satu pintaku, jangan pernah kamu usik pernikahanku dengan Laura, bagaimanapun caranya!" tegas Miko.

"Apakah aku tidak boleh dekat dan berusaha mengenal maduku?" tanya Sabria dengan suara bergetar. Ia sudah tidak lagi menangis tergugu, tapi air matanya masih menggenang.

"Tidak!" tandas Miko tajam.

"Tapi, Mas. Aku ...."

"Hidupmu di Surabaya dan hidup Laura di Jakarta. Cukup kamu jalankan peranmu sebagai istriku yang baik di Surabaya. Tak usah ikut campur urusan rumah tanggaku dengan Laura di Jakarta! Paham!" potong Miko tegas.

Sabria hanya memalingkan muka dengan tak puas. Napasnya masih tersengal setelah menangis sesenggukan beberapa saat lalu. Air matanya masih terurai meski tak lagi bersuara.

"Aufar butuh sosok ayahnya secara utuh, Mas. Dia nantinya akan semakin besar dan mencari ayahnya di hari-hari libur. Bagaimana aku menjelaskan padanya?" tanya Sabria.

"Itu tugasmu sebagai seorang ibu, Sabria! Kamu yang harus bisa mengkondisikan Aufar saat aku tidak ada di sampingmu sebagai ayahnya!" tegas Miko seenaknya.

"Tapi, Mas! Aku ...."

"Ingat, Sabria. Ini peringatan terakhir. Jangan sampai aku naik pitam dan bertindak anarkis! Kamu cukup tahu bagaimana pekerjaanku sebelum kita menikah! Jadi jangan pernah kamu berusaha masuk dan ikut campur terlalu dalam dengan hidupku!" tegas Miko tajam.

Pria itu lalu pergi dengan membanting pintu kamar. Ia terus beranjak menuju garasi dan menyalakan mobilnya. Mengabaikan Sabria yang mulai kembali menangis dan tergugu tanpa henti. Wanita itu sakit dua kali. Sakit di selingkuhi suaminya dan sakit karena harus menanggung beban terpaksa dimadu.

Sabria meraih telepon pintar miliknya yang terserak. Ia membersihkan kepingan-kepingan yang luluh lantak itu dengan air mata berderai. Ini sudah kedua kalinya, Miko membanting telepon pintarnya hingga hancur berkeping-keping seperti hatinya. Wanita mana yang rela dimadu?

Sabria mengambil telepon pintarnya yang lain dan mengirimkan pesan pada orang kepercayaannya.

[Apa bos besarmu sedang menuju lokasi? Kabarkan semua pergerakannya padaku]

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel