Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bisnis Haram Miko

[Maaf, Nyonya. Saya diperintah bos Miko untuk tidak lagi memberi Nyonya informasi apapun menyangkut bos Miko.]

Sebuah balasan yang cukup menohok dari anak buah Miko untuk Sabria. Wanita itu tak tahu lagi harus berbuat apa untuk mengawasi suaminya. Ia menyesal mengapa harus tergoda dengan pria tampan dan mapan yang melamarnya menjadi istri dulu.

"Kamu sudah pikir baik-baik, Nduk. Dia itu anak pemilik tempat hiburan malam loh. Rejekinya enggak bakal berkah dan halal. Mau gimana nanti keluargamu," ujar Ayah Sabria dulu, ketika Sabria meminta ijin menikah dengan Miko.

Kala itu Sabria yang tengah dimabuk cinta, tak mengindahkan kekhawatiran orang tuanya. Ia terus saja teguh pada pendiriannya untuk menikah dengan Miko.

"Mas Miko berbeda, Ayah. Dia punya usaha sendiri kok, tidak ikut orang tuanya yang punya bisnis haram itu. Ayah lihat sendiri Mas Miko punya toko kain di salah satu pusat grosir di Surabaya," elak Sabria waktu itu.

Wanita itu begitu yakin, Miko hanya seorang pengusaha textil yang sukses. Ia terbuai kata-kata santun Miko yang menjanjikan bahwa pria itu tak akan sedikitpun terlibat bisnis haram keluarganya.

Namun espektasi memang tidaklah selalu sama dengan kenyataan. Waktu bergulir dan semuanya tak lagi sama. Orang tua Miko meninggal dan pria itu harus meneruskan usaha keluarganya. Mau tak mau Sabria harus mengikhlaskan Miko bergelut dengan bisnis haram keluarga suaminya yang telah turun temurun dijalani itu.

Begitulah, nasi sudah menjadi bubur. Sabria kini sudah lima tahun menikah dengan Miko dan dikaruniai seorang balita berusia tiga tahun. Lalu tepatnya enam bulan yang lalu, Miko menghadiahi Sabria seorang madu di kota lain. Mampukah Sabria bertahan? Akankah wanita itu terus bertahan?

***

"Lou! Berjanjilah sama gue, Elo enggak akan melakukan tindakan berbahaya. Menurut sama gue dan jangan mengacau!" pinta Thomas.

Lauran mengangguk, ia menjadi sangat penurut pada Thomas. Wanita itu telah melakukan samarannya. Memakai masker penutup wajah dan topi hitam untuk menutupi kepalanya.

"Kita berangkat! Lokasi yang akan kita datangi adalah salah satu klab malam terbesar di Surabaya. Ini adalah bisnis Miko di Surabaya, Lou," jelas Thomas.

Laura terhenyak tak percaya. Benarkah? Jadi urusan bisnis kontraktor itu hanya bualan? Rupanya pengusaha hiburan malam adalah profesi Miko yang sebenarnya di Surabaya. Sekali lagi Laura merasa ditipu mentah-mentah oleh Miko.

"Lou! Elo enggak apa-apa? Sudah siap, Lou?" tanya Thomas menepuk pundak Laura.

Wanita cantik yang telah duduk manis di bangku sebelah kemudi di mobil Thomas itu mengangguk. Meski setengah hatinya masih belum yakin, Laura memilih untuk berangkat bersama Thomas. Ia sungguh ingin tahu siapa Miko yang sesungguhnya.

Mobil Thomas melaju memecah keramaian kota Surabaya. Pria itu menyetir dengan kecepatan tinggi meski sangat menguasai medan. Laura sudah paham kebiasaan Thomas yang tidak akan pernah bisa bergerak lamban. Pria itu adalah jenis manusia cepat yang harus melaksanakan segala sesuatu dengan terburu-buru.

Jika dulu, Laura akan selalu mengomel dengan kesal dan meminta Thomas tidak terburu-buru. Kali ini Laura hanya diam. Wanita itu duduk tenang dengan padangan mata lurus ke arah jalanan kota.

Thomas melirik Laura beberapa kali. Pria itu sesungguhnya sangat khawatir dengan wanita yang sedang duduk di sampingnya tersebut. Thomas ingin bertanya apakah ia baik-baik saja. Tetapi diurungkannya karena ia juga harus memburu waktu.

Sementara Laura sendiri telah larut dalam lamunannya. Ia mengutuk dirinya yang begitu saja percaya dengan Miko. Andai waktu itu ia tidak gegabah menikah pasti semuanya tak akan serumit ini.

Dalam waktu tiga puluh menit mereka tiba di lokasi. Beberapa anak buah Thomas yang telah berjaga memberi kode pada atasannya.

"Lou, gue turun dulu ya. Elo di sini aja, jangan ke mana-mana. Situasinya semoga aja enggak jadi kacau, tapi yang terpenting, Gue harus pastiin Elo baik-baik aja," ujar Thomas mewanti-wanti.

Laura hanya mengangguk tanpa banyak protes. Tidak seperti biasanya. Wanita yang selalu banyak tanya dan sering protes itu nampak sangat tenang.

Thomas sedikit khawatir, benarkah Laura akan baik-baik saja? Apakah wanita itu tidak akan mengacau dan benar-benar menurut padanya? Pria itu masih berpikir berulang kali, apakah keputusannya membawa Laura dalam penyidikannya kali ini tepat?

"Jangan mengacau Thomas. Aku tidak akan ragu lagi memutasikanmu jika dalam kasus kali ini kau mengacau!"

Masih terngiang di kepala Thomas peringatan dari atasannya itu. Seorang eselon 3 di sebuah instansi pemerintah. Seseorang yang telah lama mengincar Miko dan sindikatnya yang sering menipu Negara dan mengeruk keuntungan untuk dirinya sendiri.

Telepon pintar Thomas terus-terusan berbunyi dan pria itu nampak melamun untuk beberapa saat.

"Tom! Thomas! Apa Elo baik-baik saja?" Laura mengguncang tubuh Thomas. Wanita itu berusaha menyadarkan Thomas dari lamunannya.

"Lou, iya gue baik-baik aja. Gue turun dulu ya, Lou. Lo baek-baek di sini. Gue masuk dulu," pamit Thomas.

"Gue boleh ikut masuk?" tanya Laura tiba-tiba. Membuat Thomas seketika tertegun tak dapat berkata-kata.

Apa yang di khawatirkan Thomas terjadi, Laura pasti ingin tahu lebih jauh. Wanita itu tidak akan cukup duduk manis dan menjadi penonton saja.

"Lou, please! Elo di dalam mobil aja atau gue pulangin ke hotel?" Thomas memberi pilihan yang tidak bisa ditolak oleh Laura.

"Ya udah, gue nurut. Sory, Tom," jawab Laura tak enak.

Thomas akhirnya bisa tenang dan meninggalkan Laura di dalam mobil. Pria itu bergegas masuk dan melakukan tugasnya.

Namun bukan Laura kalau menurut begitu saja. Wanita itu kemudian menyiapkan dirinya untuk turun dan ikut memeriksa. Ia ingin tahu, sesungguhnya bagaimanakah wajah asli Miko di Surabaya.

Laura tidak mau lagi dibohongi Miko terus-menerus. Menerima kenyataan bahwa suaminya punya kehidupan lain di Surabaya saja sudah membuatnya sangat penasaran. Apalagi ketika sebuah fakta baru terkuak bahwa Miko adalah seorang pemilik salah satu tempat hiburan malam terbesar di Surabaya.

"Bagaimana bisa gue sebodoh itu dan percaya saja ketika dia bilang seorang kontraktor," desis Laura kesal.

Wanita itu membuka tas kecilnya dan megenakan beberapa samaran tambahan untuk mengelabuhi Thomas. Setelah yakin dengan penampilannya, Laura lalu turun dari mobil Thomas dan bersiap masuk ke lokasi.

Namun masuk ke tempat itu tidaklah mudah. Beberapa petugas meminta pengunjung menunjukkan kartu identitas. Memang tidak semudah itu masuk ke sebuah tempat hiburan malam. Jika dikenali sebagai pengunjung baru, penjaga akan mengajukan banyak persyaratan, salah satunya dengan menanyakan kartu identitas.

Laura berjalan santai, ia mengamati situasi sambil mempelajari bagaimana beberapa pengunjung hanya perlu menunjukkan kartu anggota club dan bisa masuk dengan aman. Dengan sedikit muslihat dan kecerdikannya Laura akhirnya berhasil masuk dengan mengekor sekelompok anak muda. Mereka terlihat sangat eksklusif karena salah satunya memegang kartu member VVIP di Club tersebut.

"Jangan sebut gue Laura kalau gue enggak bisa nyari jalan keluar," desisnya setelah berada di dalam club malam tersebut.

Laura kemudian menyapukan pandangan dan matanya tertuju pada Thomas yang tengah duduk di dekat meja bartender dan mengamati. Ini membuat Lauran beringsut menyembunyikan diri.

"Jon! Dipanggil, Bos!" Sebuah suara tetangkap telinga Laura. Ia seketika menoleh dan melihat dua orang pria bertubuh tinggi besar sedang mengobrol tak jauh darinya.

"Apalagi? Bukanya bos sudah banting hapeku, karena balas pesan Nyonya!" keluh pria itu terlihat kesal.

Laura semakin menajamkan telinganya. Ia tahu Nyonya yang di maksud bukan dia. Nyonya yang disebut kedua pria ini pastilah Sabria. Wanita yang menjadi istri Miko di Surabaya. Jadi benar yang mengiriminya pesan kemungkinan adalah Sabria.

Emosi Laura membuncah, wanita itu menjadi labil untuk seketika itu juga. Bagaimanapun dia seorang wanita. Mendengar wanita lain di sebut Nyonya dari suaminya dengan sangat hormat membuat hati Laura terluka.

"Cepet! Ditunggu Bos di ruang 5 VVIP!" tegas salah satu anak buah Miko tersebut.

Laura menajamkan penglihatannya. Perlahan tapi pasti, Laura mengintai dan mengikuti ke mana kedua pria tersebut pergi. Ia berusaha melakukan hal itu dengan sambil mengawasi pergerakan Thomas.

Rupanya tempat hiburan malam milik Miko ini cukup luas dan memiliki beberapa tingkatan pelayanan. Ada ruang terbuka untuk pengunjung umum dan ada ruang VVIP untuk pengunjung khusus. Tentunya dengan harga yang berbeda.

Laura terus mengikuti kedua pria itu hingga sampai pada salah satu sudut ruangan yang terhubung dengan sebuah lorong sempit yang agak temaram. Sampai di sini Laura ragu, akankah dia terus melangkah maju mengintai kedua pria itu atau berhenti saja.

"Mau ke mana, Non?" Sebuah suara disertai tepukan di pundak Laura, mengagetkannya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel