Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bukti Video Tak Terbantahkan

Laura menghela napas berat. Ia mempersiapkan kepergian dengan buru-buru, tepat setelah Greya memberikan jadwalnya. Ia lalu menghubungi Thomas yang telah lebih dulu tiba di Surabaya. Mereka memang berangkat ke Surabaya dengan pesawat yang berbeda.

[Kabarin Elo nginep di hotel mana? Nanti biar gue yang ke tempat Elo]

Sebuah pesan dari Thomas masuk ke telepon pintar Laura ketika wanita itu masih baru tiba di terminal keberangkatan di bandara Soekarno-Hatta.

Laura memilih mematikan benda pipih bergambar aple bocelnya dan mulai membereskan urusan keberangkatannya di bandara. Ia melewati pemeriksaan keamanan yang berlanjut dengan mencari loket maskapai penerbangannya. Ia menuju tempat boarding pass dan menyelesaikan segala urusan di loket maskapai penerbangan yang akan ditumpanginya.

Hati Laura tak tenang, ada banyak kekhawatiran yang memenuhi kepalanya. Apa yang akan terjadi di Surabaya? Bagaimana jika Miko mengetahui Laura menguntitnya diam-diam? Lalu jika Miko tahu ia pergi bersama Thomas bagaimana pula semuanya akan dijelaskan? Berbagai pertanyaan memenuhi kepala Laura hingga membuat otaknya sesak.

Perjalanan satu jam tiga puluh menit itu begitu menyiksa. Laura merasa was-was dan tidak tenang. Namun hatinya telah bulat ingin menelisik hidup Miko lebih dalam lagi. Ia tidak bisa lagi hanya pasrah dan berdian diri menunggu Miko di Jakarta.

Laura baru saja turun dari kendaraan yang mengangkutnya. Ia kemudia menuju tempat antrian untuk mengambil bagasi. Sambil berjalan Laura meraih telepon pintar dalam tas tangannya, bertujuan untuk menyalakan benda tersebut.

Ketika telepon pintarnya baru saja dinyalakan. Laura langsung mendapat panggilan dari Miko.

"Sayang, ke mana saja? Aku menelepon sejak satu jam yang lalu dan handphonemu enggak aktif," tanya Miko curiga.

"A-aku sedang dalam persidangan yang cukup alot. Kami mulai berbalas argumen dengan jaksa dan suasananya cukup panas," jawab Laura berbohong. Ia berusaha mencari tempat aman untuk menelepon.

"Ahhh, begitu rupanya. Apakah semuanya baik-baik saja? Aku khawatir, Lou. Kupikir kamu kecopetan sehingga ponselmu enggak aktif," ujar Miko khawatir. Hal ini membuat Laura merasa semakin tidak enak.

"Aman kok, Sayang. Aku enggak butuh ponsel baru. Hanya butuh kamu cepat pulang, karena aku rindu." Laura berusaha merayu agar Miko tidak curiga. Wanita itu melakukannya sambil bergegas menuju toilet yang terlihat sepi dan kedap suara. Ia tidak ingin Miko mendengar suara pengumuman dari pengeras suara di bandara agar suaminya itu tidak curiga.

"Sabar ya, Istriku. Aku masih harus menyelesaikan tugas membangun rumah klien yang di Surabaya. Mungkin sampai tahun depan akan begini sepertinya," ujar Miko entah benar entah hanya alasan.

"Ya, kamu atur aja. Aku sabar nungguin kamu di Jakarta kok," balas Laura sengaja agar Miko tidak curiga. "Sudah dulu, ya. Aku pulang dulu, nanti malam kamu telepon aku lagi ya," pinta Laura mengakhiri panggilan.

Laura buru-buru mematikan panggilan karena terdengar pengumuman dari pengeras suara di bandara. Ia tak ingin Miko curiga dan mendengarnya.

[Sayang, maaf langsung kumatikan. Bateraiku tinggal lima belas persen]

Sebelum Miko curiga, Laura sudah mengirimkan pesannya terlebih dahulu.

Setelah mendapat balasan Miko yang hanya diliriknya lewat pemberitahuan handphone, Laura beranjak mengambil kopernya dan membuka aplikasi pemesanan hotel. Laura memastikan pesanan kamarnya telah terdaftar sebelum memesan taksi untuk mengantarnya ke sana.

[Gue sampai Surabaya. Di hotel SBL. Elo, di mana?]

Laura mengirim pesan pada Thomas, sesuai permintaan pria itu beberapa saat lalu.

Cukup lama Laura menunggu sampai Thomas membalas pesannya. Namun bukan menjawab pertanyaan Laura, Thomas malah mengiriminya beberapa foto.

[Betul ini suami, Elo? Lelaki yang Elo nikahi tanpa mengundang gue waktu itu?]

Deg! Jantung Laura seketika terasa berhenti berdetak saat melihat Miko tengah duduk di teras sebuah rumah mewah sambil memangku bocah berusia sekitar dua hingga empat tahun.

[Kenapa? Ada masalah?]

Bukan menjawab pertanyaan Thomas, Laura malah balik bertanya.

[Masalahnya adalah suami Elo itu target penyidikan gue, Lou. Gimana bisa Elo seceroboh itu ketika memutuskan menikah!]

Thomas terlihat sangat marah dari pesan yang dikirimkannya.

Laura tidak membalas lagi pesan dari Thomas. Ia kesal Thomas menyalah-nyalahkannya karena buru-buru menikahi Miko. Memangnya sampai dia terburu-buru menikahi Miko begitu, salah siapa?

"Non, ini sudah sampai," ujar sopir taksi yang dinaiki Laura. Pria itu turun dari balik kemudi dan membantu Laura membawakan barang.

Di lobby Laura segera melakukan pemeriksaan ulang pesanan kamarnya. Dalam waktu tak sampai tiga puluh menit, wanita cantik itu telah mendapatkan kunci kamarnya.

Tepat saat Laura membalikkan tubuhnya, ia melihat Thomas telah duduk di kursi lobby untuk menunggunya.

"Sudah beres? Ayo naik," ujar Thomas seolah-olah mereka tengah menginap bersama.

"Sial! Aku terjebak!" keluh Laura kesal. Meski ia tahu Thomas tak akan kurang ajar, tetapi tetap saja itu membuatnya tidak nyaman.

Laura hendak protes dengan sikap kurang ajar Thomas. Tapi pira itu memberi kode agar Laura mengikuti sandiwaranya. Ragu-ragu Laura mendekat pada Thomas dan berjalan di samping pria itu.

"Jangan malu-malu begitu, Sayang. Bukankah kita sudah menikah," ujar Thomas sambil tersenyum nakal. Membuat Laura seketika mual dan ingin muntah.

Thomas hendak memeluk pinggang Laura, namun wanita itu menghindar.

"Jangan berlebihan, Thomas! Kita bukan pasangan selingkuh!" tegasnya sambil berusaha berjalan mendahului Thomas.

Inilah yang membuat Laura tidak nyaman dengan Thomas. Ia tidak pernah merasa Thomas serius dengan hidupnya. Pria itu terlalu banyak main-main dan seenaknya sendiri.

***

Begitu Laura membuka pintu, Thomas langsung masuk dan membuka tas ranselnya. Ia menyalakan laptop dan membuka file yang ingin ia tunjukan pada Laura.

"Pria ini cukup lama menjadi incaran kami. Namanya sering muncul dalam beberapa kasus besar yang kami tangani. Kolega suami Elo adalah para berandalan kelas kakap yang sering berkasus dalam urusan dengan kejaksaan," jelas Thomas.

"A-apakah dia se-seorang mafia?" tanya Laura dengan suara tercekat.

"Entahlah, Lou. Kami belum bisa menyimpulkan. Tapi yang jelas beberapa hari gue amati suami Elo sering pulang ke rumah mewah di komplek perumahan elit di daerah Pakuwon," jelas Thomas serius.

"Elo ada buktinya?" tanya Laura tidak langsung percaya. Ia menyadari bahwa dirinya juga harus wapada kepada Thomas. Pria itu tak bisa dipercaya 100%.

"Foto yang gue kirim enggak cukup?" tanya Thomas.

"Satu atau dua foto enggak akan terlalu bisa dipercaya, Thomas," jawab Laura tegas. Ia berusaha mengorek informasi lebih dalam dari Thomas.

"Ah ... Elo emang wanita cerdas Lou. Latar belakang pekerjaan sebagai pengacara memang cukup membuat Elo sangat detail dan teliti," desis Thomas kagum. Ada rasa cinta yang masih menyelusup manja dalam dirinya. Namun Thomas tahu diri, wanita itu adalah sebuah ketakmungkinan baginya.

Thomas memberikan bukti rekaman video yang diambil beberapa anak buahnya secara diam-diam. Dalam rekaman itu terlihat Miko sedang memangku bocah balita yang dama dan mengobrol dengan seorang wanita.

Ketika sedang asyik menonton bukti-bukti perselingkuhan Miko. Telepon pintar milik Laura tiba-tiba berdering. Laura bergegas bangkit dan mengambil benda itu di nakas,

lalu memberi isyarat pada Thomas dengan menempelkan telunjuk di bibirnya.

"Halo, Sayang. Ah iya aku sudah sampai di ... rumah. Hmmm aku capek banget. Tumben kamu di Surabaya dan akhir-akhir ini telepon pintarmu aktif terus," sindri Laura.

Ia seperti bermonolog dengan benda pipih di telinganya itu.

"Aku takut kamu marah lagi dengan aku, Sayang. Aku enggak mau kehilangan kamu," rayu Miko yang sesaat membuat pipi Laura memerah.

Thomas langsung memalingkan muka tak nyaman. Meski tak mendengar obrolan mereka, namun wajah Laura yang memerah cukup memberinya informasi bahwa wanita itu sedang bahagia. Sial!

"Cepat pulang, aku rindu. Aku janji enggak akan ngambek lagi sama kamu," ujar Laura sebelum mengakhiri panggilan. Namun baru saja menutup telepon dan akan kembali meletakannya di nakas, sebuah nada pesan masuk berbunyi.

[Jangan percaya! Dia bukan pria baik-baik!]

Dalam waktu hampir bersamaan itu sebuah pesan masuk ke telepon pintar Laura. Pesan ancaman dari nomor tak dikenal yang sama itu, kembali memgganggunya.

Mengapa Laura mendapatkan lagi pesan dari seseorang misterius itu? Laura pikir sosok itu sudah berhenti mengiriminya pesan, namun mengapa kini pesan misterius ini muncul lagi?

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel