Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Malah Nurut

Keesokan harinya, Kak Anti yang menjagaku seorang diri. Mungkin, Mbak Lala sedang menemani Rina. Hari ini, aku sudah tidak merasa terlalu kesakitan, kecuali ketika bergerak.

"Kakak..." panggilku lembut, mencoba mendapatkan perhatiannya yang sedang asyik berkutat dengan ponselnya. 

"Hmm, apa?" jawabnya tanpa menatapku. 

Aku melihat kesempatan saat tidak ada orang di sekitar, "Cium..." lanjutku dengan suara manja dan tatapan polos. 

"Sembuh dulu, baru minta yang aneh-aneh!" Jawab dia ketus, seolah kesabaran mulai menipis. 

"Gimana mau sembuh kalau nggak dapet kekuatan?" keluhku, berusaha membujuknya.

"Kak, cepetan, bentar aja!" pintaku sedikit memaksa, melupakan rasa malu yang mulai menyelinap. 

Akhirnya, dia berdiri dan menundukkan wajahnya ke arahku, bibirnya dimonyongkan dan mendarat di pipiku dengan lembut, "Mhhhuuuaahhh." Dia mengangkat wajahnya,

"Udah." Namun, rasa penasaran dan keingintahuan masih menggoda, "Nggak ada rasanya, Kak. Harusnya di bibir, janji cuma dua menit," pintaku sambil tersenyum.

"Jangan ngelunjak setelah ini," ujarnya dengan wajah muram, tapi dia tetap mendekatkan bibirnya pada bibirku. 

Tak lama, ciuman kami berlangsung panas dan penuh gairah, seperti orang yang kehausan di padang pasir. Entah sejak kapan, tangannya berani merayap ke bagian pribadi, mengeksplore area yang tidak diperbolehkan. Ironis, mengingat dia sendiri yang mengingatkan agar jangan ngelunjak. Dalam semburat rasa senang, terasa pula kerlingan dilema dan rasa berdosa yang mengusik kalbu.

Sentuhan tangan itu sangat terasa, dan perlahan mulai menelusup dari bawah, sementara aku menyadari bahwa saat ini aku mengenakan pakaian yang serupa dengan daster dan di baliknya aku tidak mengenakan apa pun lagi. 

Semakin lama, ciuman kami semakin memanas dan kini elusan tangan Kak Anti berubah menjadi gerakan yang semakin intens, 

"Kak, boleh aku menyentuh bagian ini?" tanyaku dengan wajah memelas. Namun, Kak Anti sama sekali tidak menunjukkan protes dan malah melanjutkan untuk mengeluarkan gumpalan daging dadanya melewati kancing bajunya. 

Saat ini, dia mengenakan kemeja tipis namun lembut, dipadukan dengan celana jeans yang ketat. Padahal di kampung, Kak Anti hanya bisa mengenakan daster saja.

Dan aku yakin pakaian yang dia kenakan selama ini pasti pemberian Tante Siska.

"Cuup...cuup...cuupp," aku memberikan tiga kecupan di sekitar dada Kak Anti, seiring dengan permainan lidahku yang semakin liar di bagian tersebut. 

Sementara itu, tangannya semakin gencar melakukan gerakan menggoda, dan sesekali tubuhnya dengan sengaja menekan wajahku agar semakin dekat.

Tapi saat ini, perasaanku mulai memuncak dan ingin segera merasakan kepuasan. Kurang nikmat bagiku jika hanya dengan sentuhan tangan. 

"Kak, aku ingin merasakan lebih dari ini," rengekku semakin manja.

"Bagaimana caranya, Dek? Kamu saja belum bisa bergerak," tanyanya. 

"Cukup naik di atasku saja, Kak. Cepat saja, takutnya kita ketahuan petugas," jawabku.

"Baiklah, tapi hanya sebentar ya," lanjutnya.

"Iya, iya..." jawabku lagi. 

Kak Anti dengan sigap melepaskan celana jeansnya dan diikuti oleh pakaian dalamnya berwarna pink. Sebelum dia mendekatiku, dia mencium bibirku sejenak. Kami pun semakin dekat dan merasakan kehangatan bersama.

Akhirnya berhasil juga, kini rudalku menembus liangnya sampai mentok dan rasanya sesak, seret dan itu juga pasti di rasakan kak anti, ekspresi wajahnya yang meringis sambil memicingkan matanya.

Lama kelamaan liang kenikmatan miliknya mulai menyesuaikan, dinding kenikmatannya terasa berkedut dan perlahan dia mulai bergerak naik turun, sesekali maju mundur, rasa nikmat yang sepertinya baru lagi ku rasakan selama beberapa hari yang lalu, dan entah kenapa kak anti mau saja menuruti nafsuku saat ini, tapi aku tidak munafik, rasa  kenikmatan dari Kak anti jauh lebih nikmat di bandingkan wanita wanita yang pernah aku rasakan. Meskipun Tubuhnya tidak sebagus mba Lala tapi liang kenikmatannya senantiasa menjepit rudalku meskipun sudah sangat becek dan lembab.

Ploppp... plooopsss.

Kak anti mulai memejamkan matanya dan tiba tiba saja tanganya bertumpu di dadaku.

"Akkhhhhh kakkkk...sakittt" pekikku ketika bekas operasiku di tindihnya.

Secepat kilat dia berhenti menggerakkan pinggulnya.

"Jadi ngga usah lanjut ? tanyanya.

"Lanjut tapi, balik badan aja, kakak bertumpu di pahaku " jelasku singkat dan dia langsung memutar tubuhnya tanpa melepas rudalku.

"Uhhhhh...." desisku ketika merasakan rudalku di putari 180 derajat celsius.

Dengan posisi ini dengan jelas aku bisa melihat proses keluar masuknya rudalku.

"Uhhhh ahhh... aiiihhhh" desahnya lirih.

"Ahhh dekkk enak banget, kakak dari kemarin kepengen " ucapnya sembari mulai bergerak naik turun, terlihat cairan putih Di bagian pangkal rudalku dan itu pasti cairan pelumas milik kak anti.

Kikuk kikukk..

Meskipun aku begitu bernafsu, namun aku masih bisa mendengar jelas suara decitan ranjang pasien.

"Ouuhhh kakak enakk bangettt kakkkk,,, ouhhhh" desahku sambil tanganku meremas remas pantat bahenolnya.

"Ouhhhh Dekkk....kakak udah keluar"

Ujar kakakku tiba tiba, pinggulnya bergetar hebat, remasan di rudalku seperti di cekik saking rapetnya saat dia mendapatkan puncak kenikmatan pertamanya.

Padahal aku sama sekali belum keluar,

Tapi gerakan kak anti mulai berhenti dan diam di atas tubuhku dan tubuhnya membungkuk seperti memeluk lututku.

Milikku masih terbenam di dalam masih tegang, aku tetap diam dan kak Anti tetap diam dan aku berharap kak Anti melanjutkan setelah ini.

"Permi..." Suara terpotong yang lemah terdengar, disertai dengan jatuhnya papan akrilik yang dipegang erat oleh seseorang.

Dia adalah seorang petugas kesehatan, dengan wajah memerah ketika menyaksikan kelakuan tak senonoh kami. Wanita itu begitu cantik, dengan pipinya yang merah seperti apel, kacamata dan jilbab segitiganya menambah kecantikannya. 

Jantungku berdebar kencang, seperti berbalapan, tidak pernah sebelumnya aku merasakan perasaan nafsuan ini, apalagi pada seorang wanita berjilbab. Kesadaranku mulai mendalam bahwa apa yang sedang aku lakukan sangat tidak pantas, walaupun jantungku masih menari-nari. Tubuh wanita itu terlihat kaku, wajahnya memerah. Ia mundur pelan, dengan perasaan bingung dan ketakutan mencampur menjadi satu, hingga terhempas di pintu ruangan ini. 

Aku memperhatikan gerakannya dengan pandangan mata sipit, dan sejenak kemudian, aku mengerti maksud kedatangannya ketika ia mengunci pintu dari dalam. 

"Apa..yang kalian lakukan?" katanya dengan suara membentak, namun tetap terlihat gugup. Melihat ini, kak Anti terguncang oleh rasa takut, dan mulai beranjak dengan tergesa-gesa dari posisinya, menyadari bahwa situasi telah menjadi sangat rumit.

"Ini bukan tempat untuk melampiaskan nafsu kalian, dan kalian akan menerima hukuman karena telah melanggar aturan," tegas sang suster dengan suara tegas, namun terkesan di paksakan.

Ia kemudian mendekati kami perlahan, menyebabkan Kak Anti perlahan turun dari ranjang pasien tempatku berbaring. 

"Saya mohon, jangan lakukan itu, Sus. Saya akan membayarnya jika itu perlu," celetuk Kak Anti dengan nada panik, namun suster itu tidak menggubrisnya, justru semakin mendekati kami, seolah tertarik pada sesuatu

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel