Bab 17 Sang Idola Baru
Bab 17 Sang Idola Baru
“Anna!”
Yang dipanggil langsung tersenyum seraya menghampiri. Anna sedikit berlari kecil untuk menghampiri Bella yang kini sedang duduk di jajaran bangku koridor kampus, tepat di depan kelasnya. “Hai, Bel! Sedang apa?”
“Biasa lah, mencari wi-fi.”
Anna tersenyum kecil seraya mendudukkan dirinya di samping Bella. Ia malah ikut-ikutan menambatkan ponselnya ke jaringan gratis kampus. Dasar!
“Oh ya, tadi Kak Tasya mencarimu.”
“Siapa?”
“Kak Tasya,” ulang Bella. “Oh, ayolah! Dia salah satu senior kita di tingkat empat, Anna.”
Anna mengernyit seraya berpikir selama beberapa saat. Jangankan kakak tingkatnya, Anna bahkan kurang begitu mengenal teman-teman seangkatannya. Katakanlah ia memang kuper alias kurang pergaulan. Selama ini, Anna hanya bergaul dengan Bella. Oh, benar-benar menyedihkan! Namun setelah dipikir lagi... oh, sepertinya kini Anna ingat. Nama Tasya memang tidak akan asing bagi mahasiswa jurusan komunikasi. Di angkatannya, dulu ia menjabat sebagai sekretaris himpunan. Oh, jadi Kak Tasya yang itu!
“Ada apa memangnya hingga ia mencariku?”
“Entahlah. Sepertinya Kak Tasya akan mencarimu lagi nanti sesudah kelas berakhir.”
Anna menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, merasa cukup aneh dengan kedatangan kakak tingkatnya itu yang sempat mencarinya. Ia merasa tidak ada urusan apa pun dengan Tasya, mengobrol langsung pun juga tidak pernah. Namun dibanding sibuk memikirkan hal tersebut yang hanya membuat kepalanya tambah pening itu, Anna lebih memilih untuk segera menggandeng Bella untuk masuk ke kelasnya. Mata kuliah pertama hari ini akan segera dimulai.
**
Setelah kelas usai, Anna tidak langsung pulang. Ia berdiskusi dulu dengan Bella untuk mengerjakan tugas paper yang baru saja ditugaskan dosen sebagai tugas kelompok. Seperti biasa, Anna dan Bella akan mengerjakannya berdua.
“Anna, itu Kak Tasya!” seru Bella menunjuk ke ambang pintu kelas.
Seketika Anna menengok, seketika itu juga Amy yang hendak pulang bersama kawan-kawannya menghadang kehadiran Tasya.
“Halo, Kak Tasya!” sapa Amy ramah.
“Oh hai, Amy!”
“Ada apa datang ke sini, Kak? Kalau ingin mencariku, kenapa tidak menghubungiku langsung saja seperti biasa?”
Anna dan Bella lantas berpandangan. Mereka tahu betul jika selama ini, Amy memang terkenal akrab dengan para kakak tingkat yang eksis, salah satunya ya Tasya ini. Namun... bukankah kedatangan Tasya kali ini adalah untuk mencari Anna?
“Huh? Hm...” Ditodong pertanyaan seperti itu oleh Amy jelas membuat Tasya gelagapan. Bagaimana ia harus menjelaskannya?
“Kakak... kemari karena tugas fotografi seperti biasanya, kan?”
“Hm... ya, benar. Aku kemari karena tugasku. Kau tahu? Seperti biasa.” Tasya merasa bingung untuk menjelaskan detailnya kepada Amy. “Tapi—”
“Aku bisa, Kak.” Tanpa membiarkan Tasya menyelesaikan kalimatnya, Amy menyela dengan tegas. “Kapan kau akan memulai tugasmu?”
“Amy maaf, tapi—” Tasya yang terlihat masih kesulitan berbicara kini menghela napas panjangnya sebelum menatap Amy dengan sedikit rasa tidak enak hati. “Tapi kali ini aku harus minta maaf padamu... karena sepertinya aku tidak bisa menyertakanmu untuk tugas fotografiku.”
“Tu... tunggu, Kak! Maksudmu—”
“Maaf Amy, tapi aku kemari bukan untuk menemuimu.”
Kening Amy berkerut. “Lalu?”
“Aku ke sini untuk mengajak Anna.”
“Apa?!”
Tidak hanya Amy, namun kawanannya pun serempak bereaksi kaget luar biasa. Bella terutama Anna yang masih duduk di sudut kini pura-pura sibuk dengan tugas paper-nya. Anna menunduk dalam, bersikeras tidak mendengar atau menyaksikan apa pun saat ini. Anna sangat yakin jika Amy and the gengs kini tengah mengarahkan tatapan laser padanya. Oh, membayangkannya saja sudah membuat buluk kuduknya meremang.
“Kau tahu? Ini tugas berkelompok jadi aku tidak bisa menentukan modelnya sendiri. Beberapa temanku mengusulkan untuk memiliki ‘wajah baru’ di tugas kami kali ini. Jadi... kami memutuskan untuk mengajak Anna.” Meski tidak enak hati, namun Tasya berharap Amy mampu mengerti walaupun sepertinya hal itu akan sia-sia saja.
“Anna!” Tasya secara terang-terangan memanggil Anna dan melambai ke arahnya dengan senyum lebar sebelum menoleh kembali pada Amy. “Sekali lagi aku minta maaf, Amy. Kurasa kita akan bekerja sama lagi lain kali.”
Amy menampilkan segaris senyum terpaksanya saat Tasya berpamitan, lalu berjalan melewatinya untuk menghampiri Anna yang masih terdiam dengan ekspresi tak terkendali. Sementara Amy? Jangan tanyakan lagi keadaan hatinya yang benar-benar kacau. Di detik itu juga, tensi darahnya seketika naik hingga ke ubun-ubun. Amy mendelik bengis ke arah Anna sebelum keluar dari kelasnya dengan rasa dongkol tak tertahankan, diikuti kawanannya yang berusaha menenangkannya.
Lagi-lagi, Amy merasa telah dipermalukan oleh gadis yang dulu dirundungnya habis-habisan itu. Argh!
**
“Jadi bagaimana?” tanya Tasya setelah menjelaskan secara rinci dan detail atas maksud kedatangannya. Anna benar-benar masih tidak menyangka bahwa ia diajak untuk menjadi model di tugas fotografi seniornya. Ya. Ini memang hanya tugas, namun tetap saja Anna masih tidak menyangka jika tawaran itu benar-benar diajukan kepadanya—pada gadis cupu yang sebelumnya bahkan selalu disisihkan oleh teman-teman kelasnya.
“Hm... bagaimana ya, Kak—”
“Ayolah, Anna! Terima saja! Kau hanya harus menampilkan beberapa pose di depan kamera,” ujar Bella.
“Hanya? Kau pikir semudah itu, huh?”
Bella mengedikkan bahunya enteng. Entahlah. Bella juga tidak punya pengalaman menjadi model, jadi ia tidak tahu betul.
“Jika kau khawatir masalah pembayaran, mungkin kita bisa mendiskusikannya terlebih dulu—”
“Bukan, Kak! Bukan itu masalahnya.”
Tasya mengernyit. “Lalu kenapa?”
“Aku... hanya tidak yakin bisa membantumu. Aku terlalu kaku untuk bergaya di depan kamera.”
“Oh Anna, tenanglah! Biar kami yang akan mengarahkanmu nanti.” Tasya meyakinkan. “Ini... pertama kalinya kau ditawari sebagai model?”
Anna mengangguk.
“Tenang saja. Nanti kami yang akan membantumu. Kau hanya harus datang, memakai kostum yang telah disediakan, lalu bergaya mengikuti instruksi kami. Bagaimana?”
Ya. Kedengarannya mudah, bukan? Namun tidak bagi Anna yang memiliki rasa minder berlebihan. Benar kata Vincent, ia bahkan tidak yakin akan kemampuan dirinya sendiri. Anna memang telah belajar beberapa gaya dari Vincent beberapa waktu lalu, dan harus diakui jika hasilnya juga tidak mengecewakan, namun ayolah! Mungkin saja itu hanya keberuntungan sesaatnya saja yang hari itu ‘kebetulan’ terlihat mengagumkan. Anna hanya tidak ingin mengacaukan tugas orang lain, terlebih ini adalah tugas seniornya.
“Kenapa bukan Amy saja, Kak? Dia sudah sangat berpengalaman. Amy pasti bisa tampil lebih baik dariku.”
“Kali ini aku ingin kau!” tunjuk Tasya tegas di depan batang hidung Anna. “Sejujurnya aku yang merekomendasikanmu untuk menjadi model pada tugas kali ini. Dan ternyata semua anggota kelompokku setuju.”
“Tapi... kenapa harus aku?”
“Karena kau adalah Annastasia—sang idola baru yang digadang-gadang akan mengalahkan Amy untuk jadi primadona di jurusan komunikasi.”
Anna terperangah tak habis pikir. Ini bukan saatnya mendengar lelucon bodoh seperti itu. Sungguh! “Kau pasti bercanda, Kak!”
“Tidak, Anna. Sungguh. Kau belum dengar gosip itu meluas di seluruh angkatan?” Tasya menatap Anna dan Bella yang berada di hadapannya secara bergantian sebelum kembali menatap Anna dengan pandangan memohon. “Ayolah, Anna. Ini demi tugas kami—tugasku.”
“Aku... takut mengecewakan kalian.”
“Tidak akan. Aku yang akan bertanggung jawab. Aku yakin kau pasti bisa.”
Anna mendesah lelah seraya menatap Bella yang sedari tadi diam. Lewat tatapannya, Bella juga tengah membujuk Anna untuk sesegera mungkin menerima tawaran Tasya. Ish, benar-benar!
Benak Anna saat ini terus berputar, memikirkan alasan apa lagi yang mampu membuat Tasya menyerah dengan keinginannya, namun gagal. Pikiran Anna mendadak buntu. Lagipula percuma saja. Sebanyak apa pun Anna membuat alasan untuk menolak, Tasya akan kukuh pada pendiriannya untuk menyeret Anna ikut serta dalam tugasnya. Astaga! Mengapa Anna selalu dihadapkan dengan orang-orang keras kepala seperti ini, sih?
Persetujuan itu pun akhirnya terwujud. Anna mengangguk pelan. “Tapi jangan salahkan aku kalau aku tidak tampil baik. Kakak yang memaksaku.”
Tasya seketika bersorak senang, bahkan langsung berdiri dari kursinya untuk memeluk Anna. “Terima kasih banyak, Anna! Aku jamin kau tidak akan menyesal menerima tawaranku. Ini akan menjadi projek yang menyenangkan!”
Anna yang menerima pergerakan mengejutkan itu membalas pelukan Tasya dengan canggung seraya tersenyum kaku. Baiklah. Lagipula tidak ada salahnya menerima ajakan ini, bukan? Anggap saja Anna sedang berbuat kebaikan dengan membantu tugas orang lain—ya meskipun dengan sedikit rasa terpaksa.
“Oh ya, dan... Bella?” Tasya agak ragu menyebut nama Bella, namun untungnya ia tidak salah. “Jika kau ada waktu luang, kau bisa sedikit membantuku nanti untuk mengurus model kami yang sangat berharga. Itu pun jika kau tidak keberatan.”
“Sama sekali tidak, Kak. Aku siap membantu!” Bella menjawab tanpa berpikir sedikit pun. Ia ikut senang atas persetujuan Anna yang menerima tawaran ini. Akhirnya, mereka akan memiliki pengalaman baru untuk membantu tugas seniornya, seperti teman-temannya yang lain.
“Oh, great! Perfect!”