#####Bab 3. His Ex
Sagara dan Sasya kini berada di sebuah mall untuk mencari hadiah. Sasya masih belum memikirkan hadiah apa yang akan dia beli untuk anak-anak Sadewa. Begitu pula Sagara. Akhirnya setelah berdiskusi cukup lama, mereka berdua memutuskan untuk mencari hadiah di toko mainan lebih dulu.
"Kira-kira mainan yang cocok untuk anak tiga tahun apa?" Sagara bertanya pada Sasya yang berjalan di sampingnya.
"Ehm, aku juga nggak tahu. Yang penting sesuai dengan gender mereka saja," jawab Sasya. Ya, Sadewa memiliki anak kembar berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Jadi, Sagara maupun Sasya harus membeli hadiah untuk keduanya.
"Boneka barbie?" Sagara bertanya. Mereka kini berdiri di depan rak yang menyediakan berbagai macam jenis boneka barbie. Mulai dari ukuran kecil, sampai ukuran paling besar.
"Cocok kalau untuk Vivian," ucap Sasya. Vivian adalah nama anak perempuan Sadewa.
"Baiklah. Aku akan pilih ini saja untuk Vivian. Tinggal cari untuk Vino." Sagara memutuskan. Akhirnya dia mengambil satu set boneka barbie yang berukuran besar. Sagara tersenyum memandangi boneka itu, berharap anak sahabatnya senang dengan hadiah yang akan dia berikan.
Saat Sagara memilih boneka barbie untuk Vivian, maka Sasya memilih boneka beruang berwarna cream dengan ukuran sedang. Lalu untuk Vino, mereka memilih mainan berupa kendaraan. Sagara memilih sebuah pesawat mainan, sedangkan Sasya memilih sebuah kereta mainan.
"Nggak nyangka ya. Anak-anak Sadewa udah tiga tahun aja," ujar Sagara. Mereka kini berdiri di depan kasir untuk membayar belanjaan.
"Ya, siapa yang sangka juga kalau di antara kita bertiga dialah yang duluan menikah dan punya anak," timpal Sasya. Dia tersenyum tipis ketika mengingat serandom apa kelakuan Sadewa saat masih muda. Tak akan ada yang menyangka kalau sekarang Sadewa sudah menjadi ayah dari dua anak. Padahal orang yang diterka akan secepatnya jadi ayah adalah Sagara karena semua sifat lembutnya. Tapi faktanya, pria itu sampai sekarang masih melajang.
"Kamu sendiri gimana, Sya? Nggak ada kepikiran sampai sana gitu?" Sagara bertanya. Mereka menenteng tas belanjaan lalu berjalan keluar dari toko mainan.
"Nggak. Jangankan punya anak, menikah pun aku nggak kepikiran." Sasya menjawab dengan cepat. Sagara tersenyum tipis mendengar itu. Jawaban yang sudah dia duga.
"Tapi kan nggak mungkin kamu terus sendirian aja sampai tua nanti, Sya." Sagara berkata lagi.
"Belum tentu juga usiaku sampai setua itu nanti," timpal Sasya langsung. Sagara berdecak pelan mendengarnya. Sasya memang selalu saja memiliki stok jawaban.
"Punya pasangan dan anak itu berat tanggung jawabnya. Aku nggak mau mereka jadi korban karena ketidaksiapan diriku sendiri. Makanya sekarang aku kerja keras untuk tabungan hari tuaku. Mungkin saja nanti aku masuk ke sebuah panti jompo yang mewah," ujar Sasya. Mereka kini sudah berada di parkiran dan sedang berjalan mendekati mobil Sagara.
"Jangan gitulah, Sya. Aku dan Sadewa juga keluargamu. Kita akan selalu bersama-sama seperti janji kita sejak dulu." Sagara berucap. Sasya tertawa pelan mendengarnya.
"Sadewa udah punya anak dan istri. Dan suatu hari nanti kamu akan sepertinya. Nggak mungkin kamu akan terus berada di sisiku," balas Sasya. Sagara lagi-lagi mendengus mendengar itu. Sasya memang bukan wanita manja dan haus kasih sayang dan perhatian. Dia wanita mandiri yang enggan sekali meminta bantuan jika dirasa dia masih bisa mengatasi masalahnya sendirian.
Sasya memasukan tas belanjanya ke dalam mobil Sagara. Saat hendak masuk ke dalam mobil, terdengar suara seorang wanita yang memanggil nama Sagara. Keduanya menengok ke arah asal suara. Lebih tepatnya pada seorang wanita yang kini sedang berjalan mendekati mereka.
"Hai, Sagara. Lama tak bertemu." Wanita jangkung dengan rambut pirang tersebut menyapa Sagara dengan senyuman ramah.
"Oh. Hai, Bel." Sagara membalas sapaan wanita itu disertai dengan senyuman juga. Bella adalah nama wanita itu. Mantan pacar Sagara beberapa tahun lalu.
"Kamu sedang apa di sini?" Bella, wanita itu bertanya pada Sagara. Sikapnya terlihat jelas kalau dia enggan menyapa Sasya yang juga ada di sana. Dan Sasya tak peduli tentang itu. Dia pun akhirnya memilih masuk lebih dulu ke dalam mobil Sagara.
"Belanja. Beli hadiah untuk anak-anak Sadewa," jawab Sagara sesuai kebenarannya.
"Ah, begitu ya. Kamu kapan nyusul? Sahabatmu udah punya dua anak loh," goda Bella. Sagara tertawa pelan mendengar itu.
"Aku masih menikmati statusku sekarang, Bel. Jadi belum kepikiran ke sana." Sagara menjawab.
"Iya sih. Kamu terlihat sangat menikmati kehidupanmu sekarang. Lagian, aku yakin sih nggak akan ada yang tahan jadi istrimu," ujar Bella dengan nada bercanda. Namun, tatapan matanya melirik sekilas pada Sasya yang sudah berada di dalam mobil. Sagara menyadari itu, dan dia mulai merasa tak enak pada Bella maupun Sasya.
"Kalau begitu, aku pergi dulu. Sampai jumpa." Bella berpamitan dan langsung melenggang pergi dari hadapan Sagara. Sagara menghela nafas pelan lalu menyusul Sasya masuk ke dalam mobil.
"Maaf membuatmu menunggu," ucap Sagara setelah dia duduk di belakang kemudi.
"Santai aja." Sasya menjawab dengan tenang. Dia merogoh tasnya lalu mengambil ponselnya. Sagara melirik sekilas pada Sasya lalu mulai menghidupkan mesin mobil.
Membahas Bella, wanita itu memang mantan pacar Sagara. Hanya saja mereka menjalin hubungan dalam kurun waktu yang sebentar, hanya tiga bulanan saja. Hubungan mereka berakhir pun karena Bella sendiri yang ingin putus.
Bella beralasan tak tahan pacaran dengan Sagara karena memiliki sahabat wanita, yaitu Sasya. Saat Sagara resmi pacaran dengan Bella ataupun wanita-wanita lain, sebenarnya Sasya selalu menjauh dan menjaga jarak dari Sagara. Ya, dia menghormati saja sebagai sesama wanita. Namun tetap saja Sasya selalu dianggap sebagai ancaman.
Sejak awal mereka resmi menjadi fwb, mereka juga membuat sebuah aturan. Aturannya adalah, jika salah satu dari mereka pergi kencan dan memiliki pacar, maka hubungan seks mereka juga harus berhenti.
Namun tentu aturan itu tak berguna bagi para wanita yang pernah menjadi pacar Sagara. Karena mereka menganggap Sasya sudah terlalu terikat dengan Sagara.
"Sya, sorry buat yang barusan. Aku nggak nyangka bakalan ketemu dengan Bella." Sagara berucap dengan nada tak enak hati. Sasya menoleh sekilas lalu tertawa pelan.
"Santai aja, Ga. Aku udah biasa," jawab Sasya dengan mata tetap fokus pada ponselnya. Sagara melirik Sasya sekilas lalu fokus pada jalanan.
Sejak dulu, Sasya memang selalu mendapatkan tatapan sinis dari para perempuan. Terutama dari para perempuan yang menyukai Sagara dan Sadewa. Para perempuan itu tak suka melihat Sasya selalu bersama dengan Sagara dan Sadewa.
Istri Sadewa yang bernama Utari pun pernah menganggap Sasya sebagai halangan antara dia dan Sadewa. Namun itu dulu. Sekarang Utari sudah menganggap Sasya sebagai sahabatnya juga. Tentu saja Utari bisa berubah pikiran tentang Sasya setelah tahu kalau yang terikat hubungan lebih dari sahabat dengan Sasya bukan suaminya, tapi Sagara.
Dan sejauh ini, hanya Utari saja yang tak lagi menganggap Sasya sebagai saingan ataupun ancaman. Sedangkan yang lain, ya begitulah.