Bab 6. Sekte Bintang Api
Yan Chen mengernyitkan keningnya. Ucapan itu sebenarnya sebuah perkataan yang sering dikeluarkan seorang pendekar pengembara. Namun Yan Chen tidak melihat ciri-ciri itu pada diri Chia Yun. Bahkan ia tidak merasakan adanya pancaran kekuatan dari tubuh pemuda itu. Itu artinya Chia Yun tidak memiliki basis kultivasi dan menandakan ia bukanlah seorang pendekar, namun hanya orang biasa yang tidak memiliki kemampuan beladiri.
Memang tidak jarang seseorang yang tidak memiliki kemampuan beladiri memiliki kesukaan berpetualang dan mengembara. Sehingga hal itu satu-satunya jawaban yang bisa disimpulkan oleh Yan Chen. Ia berpikir mungkin Chia Yun hanya ingin menikmati hidup dengan keadaannya yang disangka Yan Chen tidak bisa melihat itu.
“Saudara Chia, Kalau aku boleh saran kepadamu, sebaiknya kau segera meninggalkan tempat ini. Kota Xinghe ini sedang menghadapi ancaman besar. Salah satu panglima besar Sekte Beruang Merah sedang bergerak ke tempat ini hendak merebut kepemimpinan kota. Kalau sampai mereka yang menguasai kota ini, tentu semua akan seperti neraka,” ungkap Yan Chen.
“Bukankah kota ini dibawah naungan Sekte Bintang Api? Apakah mereka tidak bertindak?” tanya Chia Yun tanpa sedikitpun berubah ekspresi wajahnya.
“Hhhh..” Yan Chen menghela nafas panjang. “Mereka pun sedang menghadapi masalah besar. Entah sekte itu masih akan berdiri atau tidak, semua tergantung keputusan ketua.” Yan Chen tertunduk sedih.
Chia Yun dapat menebak sebenarnya pemuda itu adalah satu dari anggota Sekte Bintang Api. Ia pun yakin kemunculannya di kota Xianghe sehubungan dengan berita yang menyebutkan bahwa kota itu akan diserang oleh Sekte Beruang Merah.
“Kalau aku tidak salah tebak saudara Yan ini adalah anggota dari Bintang Api Bukan?” tanya Chia Yun tersenyum masih memejamkan mata.
Yan Chen berubah wajahnya. Ia tahu Chia Yun hanya menebak. Namun tebakan itu sangat jitu. Padahal penampilannya sedikitpun tidak menunjukkan bahwa ia adalah anggota sekte Bintang Api. Ditambah lagi Chia Yun tidak bisa melihat sehingga mustahil pemuda yang dianggapnya buta itu bisa menebak dengan benar jati dirinya.
Yan Chen menatap Chia Yun. Ia hanya melihat seorang pemuda buta di tempat itu yang terlihat ramah dengan senyuman khasnya. “Mungkin benar, ketika langit mengambil sesuatu dari manusia, ia menggantikannya dengan yang lain. Matanya mungkin buta, tapi mata hatinya menjadi lebih tajam,” batin pemuda itu.
“Baiklah saudara Chia, aku kembali dulu ke tempatku. Berhati-hatilah. Aku mendengar orang-orang dari sekte beruang merah sudah hampir dekat dengan kota Xianghe hari ini. Mungkin dalam dua hari ini mereka sudah berada di tempat ini,” ucap Yan Chen.
Yan Chen kemudian meminta izin kepada Chia Yun untuk meninggalkan tempat itu. Pemuda itu berlalu dengan langkah gontai. Nampak sekali ada sebuah beban besar yang ia tanggung.
Malam harinya di kota Xiang He, Langit sangat gelap mewarnai bukit Tian Yun. Keadaan yang tambah mencekam di bukit yang terlihat sangat sepi dari aktivitas manusia itu. Padahal di tempat itu berdiri sebuah perkumpulan besar bernama Sekte Bintang Api.
Sekte Bintang Api terkenal dengan nama besarnya sebagai sekte pembela kebenaran yang berada di Jalan aliran lurus. Sekte ini juga terkenal telah melahirkan banyak pendekar yang malang melintang di dunia persilatan. Namun nama besar itu malam ini seolah-olah redup dengan keadaan sekte itu yang terlihat sangat sepi. Apabila orang tidak mengetahui maka mereka akan beranggapan orang-orang yang berada di sana telah pergi meninggalkan bukit.
Di lapangan di depan sebuah bangunan paling besar yang berdiri di bukit itu telah berkumpul seluruh anggota sekte Bintang Api yang jumlahnya kurang lebih seribu orang. Pakaian yang mereka gunakan berwarna jingga kemerahan dengan sulaman gambar bintang memancarkan api tepat di dada mereka. Mereka semua berlutut di hadapan seorang lelaki tua berusia tujuh puluh tahunan yang mengenakan pakaian berwarna sama. Yang membedakan pakaian orang tua itu terdapat les-les putih di beberapa tempat.
Pintu bangunan utama sekte Bintang api itupun terbuka. Seorang lelaki tua berpakaian putih muncul di tempat itu. Di dadanya juga terdapat sulaman Bintang berwarna merah yang memancarkan api. Ia adalah Chang Wu Tian, ketua sekte ternama itu. Ia keluar didampingi empat orang murid utama yang juga murid langsung dari sang ketua sekte.
“Memberi hormat kepada ketua agung!” seru seluruh anggota sekte Bintang Api yang berdiri di depan bangunan utama itu serentak seraya berlutut memberi hormat.
“Bangunlah!” ucap Chang Wu Tian lirih.
Serentak semua orang bangkit. Namun tiba-tiba saja dua orang murid utama sekte Bintang Api yang berada di belakang sang ketua maju lalu berlutut.
“Guru, semua ini kesalahan kami, tidak ada sangkut pautnya dengan sekte ini. Kami berdua siap mempertanggung jawabkan apa yang sudah kami lakukan. Sekte ini tidak perlu menanggung dosa-dosa yang kami perbuat.”
“Hmmm.. Apakah kalian sudah menentang keputusanku. Apapun yang terjadi dengan kalian juga menjadi tanggung jawab kami orang-orang sakta bintang api. Bahkan sekalipun yang berada di posisi kalian itu adalah orang-orang sekte di tingkat bawah, tetap orang-orang sekte Bintang Api akan membelanya,” sahut Chang Wu Tian dengan suara bergetar.
“Guru, kejadian yang menimpa keluarga Liong di kota Hongye memang dikarenakan kebodohan kami yang tidak bisa melihat keadaan sehingga turut serta dalam tragedi berdarah itu. Dendam itu memang sepatutnya kamilah yang mempertanggung jawabkan,” ucap salah satu murid yang masih berlutut itu.
Nama kedua murid itu adalah Yuan Chao yang berbicara, dan Yuan Ming yang berada di sampingnya. Mereka merupakan dua murid yang terlibat dalam pembantaian keluarga Liong di kota Hongye. Meskipun keterlibatan mereka dikarenakan sebuah ketidaksengajaan, tetap saja mereka merasa harus bertanggung jawab.
"Sudah kau putuskan meskipun sekte ini rata dengan tanah, sampai titik darah penghabisan ku akan membela kalian berdua. Bagi kalian yang tidak sependapat denganku, silahkan tinggalkan tempat ini dan keluar dari sekte," tegas Chang Wu Tian.
"Kalian berdua tidak perlu khawatir, aku masih memberikan waktu kalian untuk hidup selama satu pekan. Kelak aku akan mengambil nyawa kalian setelah satu pekan kedepan. Aku tidak akan membawa-bawa orang lain kecuali yang memang terlibat dalam kejadian di kota Hongye menimpa keluarga Liong. Tetapi apabila mereka mau mencampuri urusan ini, aku tidak segan meratakan Sekte Bintang Api dengan tanah!"
Tiba-tiba saja terdengar suara pelan seperti berbisik namun terdengar sangat jelas di telinga orang-orang sekte Bintang Api. Kata-katanya lembut namun terselip ancaman yang tegas.
“Ba-bagai mana orang ini bisa ada di dalam tanpa ku rasakan keberadaannya.” gumam Chang Wu Tian berusaha menyembunyikan keterkejutannya.
Seorang Pemuda berpakaian serba merah dengan kain jubah tergantung di punggungnya berdiri tegap. Rambutnya terurai riap-riapan dengan mata terpejam. Ia berdiri tepat di altar tempat berdo’a orang-orang sekte bintang Api. Di dinding yang disandari meja altar itu terdapat bekas telapak tangan berwarna merah darah.