Bab 7. Penyerangan Sekte Beruang Merah Ke kota Xianghe
“Telapak Dewa Darah!”
Chang Wutian tidak dapat lagi menyembunyikan keterkejutannya. Jejak telapak darah yang menempel di dinding tepat berada di atas altar merupakan sebuah ciri pukulan legendaris yang sangat ditakuti oleh orang-orang dunia persilatan baik dari aliran lurus maupun aliran sesat.
“Sobat dari mana yang datang berkunjung? Maaf kalau kami tidak memberi sambutan,” sapa Chang Wu Tian berusaha mencairkan suasana.
Tiba-tiba saja pemuda berpakaian serba merah itu menghilang. Tak ada yang tahu bagaimana cara dia meninggalkan tempat. Bahkan Chang Wutian yang merupakan satu dari Malaikat Dunia Persilatan tidak dapat mengetahui dengan cara apa pemuda itu meninggalkan tempat.
Semua wajah menjadi tegang. Sebuah tulisan kini terpampang di bawah telapak tangan merah itu. Sebuah tulisan yang berbunyi ‘Sepekan lagi penggal kedua orang itu, atau Sekte Bintang Api hanya tinggal nama.’
“Guru laksanakan lah kemauan orang itu. Kalau guru tak tega kami bisa melakukannya sendiri.”
Chang Wutian menarik nafas berat. Ia yang tadinya berapi-api ingin melakukan perlawanan kini semuanya menjadi surut. Melakukan perlawanan terhadap pemuda yang memiliki kesaktian yang tak bisa diukur itu tentu hanya sebuah kebodohan yang akan mengantarkan nyawa. Tentu ia tidak tega mengorbankan seluruh anggota Sekte Bintang Api dengan sia-sia.
“Kita kesampingkan dulu masalah itu. Orang itu memberikan kita kesempatan satu pekan. Tiga hari lagi orang-orang Sekte Beruang Merah akan menyerang Kota Xianghe. Mari kita bantu pemimpin kota menghadapi mereka. Setelah itu biarlah kita serahkan kepada langit apa yang akan terjadi,” ucap Chang Wutian Ketua Sekte Bintang Api.
Tiga hari kemudian semua persiapan telah dilakukan oleh pemimpin kota untuk menghadang orang-orang Sekte Beruang Merah yang hendak menguasai kota. Banyak kalangan yang membantu terutama para pendekar aliran lurus yang kebetulan berada di tempat itu. Bahkan Sekte Bintang Api menurunkan seluruh anggotanya tanpa tersisa untuk turut bertarung menghadapi Sekte Beruang Merah.
“Apakah Ketua Sekte kalian tidak turut ke tempat ini?” tanya pemimpin kota yang ikut turun langsung menjaga di pintu gerbang kota.
“Ketua mungkin akan turut bergabung, tapi mungkin ia akan datang belakangan, tuan pemimpin!” sahut Yuan Chao murid utama tertua Sekte Bintang Api.
Pemimpin kota mengangguk-anggukkan kepalanya. Perhatiannya kemudian di tujukan ke depan ke sebuah gurun pasir yang menjadi penghubung kota Xianghe ke kota selanjutnya. Sekilas terlihat kepulan kabut pasir bergerak cepat menuju ke arah kota. Kepulan kabut pasir itu bercampur dengan hamparan warna kemerahan membentang.
“Mereka datang!” ucapnya dengan suara bergetar melihat jumlah orang-orang Sekte Beruang Merah yang jumlahnya begitu banyak.
Dari arah berlawanan dari pintu gerbang nampak kepulan debu berterbangan. Barisan berwarna merah bergerak cepat ke arah kota Xianghe. Barisan yang berisi ribuan orang dari Sekte Beruang Merah. Mereka memang melakukan penyerangan dengan kekuatan penuh tanpa menyisakan sedikitpun orang di markas mereka.
Ketegangan langsung menyelimuti para prajurit dan pendekar yang berjaga di pintu gerbang masuk kota Xianghe. Perlawanan terhadap Sekte Beruang Merah yang terkenal ganas itu langsung dipimpin oleh pemimpin kota Xianghe yang bernama Kiang Lu.
“Kalau pasukan kita terlihat akan kalah, kalian larilah bawa penduduk ke persembunyian sementara. Tempat itu sudah aku persiapkan sedemikian rupa dan tidak akan mereka mengetahui,” ucap Pemimpin Kota.
Para pendekar dan bawahan pemimpin kota nampak terharu mendengar ucapan sang pemimpin. Ucapan itu pertanda bahwa Pemimpin Kota akan tetap berada di tempatnya tak ingin melarikan diri apabila hal yang tidak diinginkan terjadi.
“Seraaaang!”
Pemimpin kota berteriak memerintahkan bahwa hanya untuk menyerang. Ia tidak ingin orang-orang Perkumpulan Beruang Merah semakin dekat dengan Kota Xianghe. Baginya semakin jauh menghadang gerombolan penjahat itu semakin aman pula kota yang ia jaga.
Para pendekar yang berada di pihak Kota Xianghe terutama orang-orang dari Sekte Bintang Api bergerak langsung menuju kelompok beruang merah. Pertarungan pun tak dapat dielakkan antara kedua belah pihak. Sementara para prajurit yang dikirimkan kerajaan untuk membantu tidak banyak berperan. Karena yang dihadapi ini adalah orang-orang ahli beladiri yang tidak mungkin bisa dikalahkan hanya dengan anak panah dan pedang kekuatan biasa.
Dari kejauhan nampak seorang pemuda berdiri di puncak pohon melihat keadaan. Dari geraknya yang sangat ringan dan tidak bergerak sedikitpun walaupun hanya berdiri di atas pucuk sebuah daun, tidak terpengaruh oleh angin yang berhembus menandakan bahwa ilmu meringankan tubuh dan kekokohan kekuatan yang ia miliki sudah mencapai tahap sempurna. Sangat sulit dicari orang yang memiliki ilmu meringankan tubuh seperti tahapan ini.
Orang itu tidak lain adalah pemuda misterius yang belakangan menggemparkan dunia persilatan. Tak ada yang mengetahui siapakah jati diri pemuda itu sebenarnya. Kebanyakan orang-orang dunia persilatan menyebutkan dengan gelar Pendekar Dewa Maut. Seorang anak kecil yang dulunya dikepung oleh orang-orang dunia persilatan dan kini tumbuh menjadi pendekar yang memiliki kesaktian menakutkan. Pemuda itu tidak lain adalah Liong Yun.
Di tengah-tengah lapangan yang berjarak cukup jauh di antara perbatasan Kota Xianghe dengan kota berikutnya pertarungan dahsyat itu pun terjadi. Meskipun bisa dikatakan sebuah peperangan antara para pendekar, namun peperangan yang satu ini jauh lebih menakutkan. Kekuatan-kekuatan tenaga sakti yang berseliweran bahkan memancar dari para pendekar yang memiliki kekuatan tinggi membahayakan orang-orang di sekitarnya. Tidak perduli apakah ia kawan ataupun lawan apabila terkena hantaman tenaga pantul bentrokan dua orang sakti tetap akan terkena imbasnya.
Keadaan saat itu kedua belah pihak menderita kerugian yang sama. Banyak dari pihak masing-masing yang tewas akibat bentrokan yang terjadi. Namun kedua belah pimpinan sama tidak memperdulikan hal itu. Bagi mereka kemenangan pihak masing-masing lah yang utama walaupun harus mengorbankan banyak hal.
Begitulah sifat serakah manusia apabila menginginkan sesuatu maka apapun yang dikorbankan dia tidak memperdulikannya. Padahal terkadang apa yang ada di dalam genggaman jauh lebih baik dibandingkan apa yang masih menjadi angan-angan. Emas di tangan jauh lebih berharga dibandingkan Intan yang berada di tanah orang.
"Kalian empat panglima beruang merah, turunlah! Aku lihat kemampuannya mereka miliki tidak berada di atas kalian. Meskipun yang datang itu kebanyakan menurut utama Sekte Bintang Api, namun kemampuan mereka masih berada di bawah kalian satu tingkat. Tentu pertarungan ini akan menjadi kemenangan untuk kita semua," ucap Ketua Sekte Beruang Merah memerintahkan kepada bawahan utamanya.
Dalam Sekte Beruang Merah hanya terdapat beberapa posisi penting setelah ketua. Setelah sang ketua langsung di bawahnya adalah empat panglima beruang merah. Masing-masing pemimpin barisan Bintang Barat, Timur, Utara, dan Selatan. Di bawah mereka hanya ada pemimpin kelompok yang membawahi sekitar 25 orang. Setiap bintang arah mata angin memiliki anggota kurang lebih dua ratusan orang.