Ich Liebe Dich Part 7
Setelah pertemuannya dengan Arion, Angi pulang ke rumahnya dan menemukan Joe sedang menunggunya di depan rumah.
"Assalamualaikum."
Tidak ada jawaban dari Joe dan Angi langsung membuka pintu untuk masuk ke rumahnya.
"Angi," panggil Joe ketika Angi sudah membuka pintu
"Why?"
"Kamu dari mana?"
"Ketemu anak temannya Papa. Aku masuk dulu Joe, mau istirahat."
Joe hanya menganggukkan kepalanya dan setelahnya ia menghela nafas. Ia sadar diri jika dirinya tidak bisa mengatur hidup Angi atau bertanya macam macam padanya karena dirinya bukan siapa siapa bagi Angi.
Setelah ia menghabiskan beberapa batang rokok, ia masuk ke dalam rumah dan menemukan Angi telah tidur dengan nyenyaknya di depan TV berbalut selimut yang membungkus tubuhnya. Joe yang melihat hal tersebut tidak tega di buatnya sehingga ia lebih memilih duduk di sofa dan memperhatikan Angi yang sedang tertidur. Angi memang bukan wanita tercantik yang pernah ia temui, juga bukan wanita seksi yang selalu terlihat di rumah bordil miliknya. Namun entah mengapa malam ini Joe betah berjam jam memandangi Angi yang tertidur dengan mulut sedikit terbuka dan membuat gambar peta di bantal.
Perempuan baik yang bukan berasal dari negaranya tapi begitu baik kepada orang asing yang tidak dikenalnya. Tidak tega melihat Angi tidur sendirian di depan TV, Joe membopong Angi dengan bridal style pelan pelan agar Angi tidak terbangun. Ia membawa Angi ke kamar dan menidurkannya di sana. Setelah menyelimuti tubuh Angi, Joe keluar dari kamar dan tidur di depan TV. Hidup sederhana, tanpa kemewahan bukan hal sulit untuk Joe, sehingga tidur di sini pun ia tetep bisa bermimpi dengan indah.
***
Angi membuka matanya dan langsung bangkit untuk duduk dari tidurnya. Ia shock melihat dirinya ada di dalam kamarnya. Cepat-cepat ia menutup matanya lagi dan menundukkan kepalanya, berharap dirinya masih dalam keadaan "utuh" tidak kurang satu apapun.
Satu....dua....tiga....
Angi menghitung dalam hati sebelum pelan pelan ia membuka matanya dan...
Pfffttt....
Mendapati dirinya masih dalam keadaan utuh dan tidak kurang satu apapun, Angi segera turun dari ranjang dan menuju ke dapur. Saat perjalanan menuju dapur, terlihat Joe yang masih tertidur dengan nyenyak di depan TV. Angi segera berlalu menuju ke dapur dan mengambil minum.
Dikarenakan masih memiliki ijin sakit hari ini, Angi memilih untuk memasak sarapan dirinya dan Joe. Entah Joe akan menyukai masakannya atau tidak, Angi tidak peduli. Demi menjaga kesopanan sebagai tuan rumah, maka ia tetap akan menjamu Joe semampunya. Hari ini juga adalah hari dimana Joe akan kontrol ke rumah sakit, bila semua sudah baik, Angi dengan senang hati akan mempersilahkan Joe angkat kaki dari rumahnya agar dirinya bisa bebas beraktivitas tanpa memikirkan apakah Joe sudah makan, apakah Joe nyaman dirumahnya, dan apakah Joe baik baik saja.
Angi membuka kulkas dan mengambil daging yang akan ia masak pagi ini. Mungkin beef steak cocok untuk pagi ini. Mengingat harga sayur mayur ala masakan negara asalnya di sini cukup mahal.
Di waktu yang sama, Joe membuka matanya karena menghirup aroma daging yang di panggang. Ia membuka matanya dan sinar matahari langsung menyilaukan mata. Ia bangkit berdiri dan membereskan alas tidur lalu menaruh di atas sofa sebelum akhirnya berjalan ke arah dapur. Lagi lagi kini Joe melihat Angi mengenakan celemek motif bunga bunga, dengan rambut yang di kucir kuda, hotpants jeans serta tank top warna putih yang membalut tubuh bagian atas Angi. Pemandangan pagi yang cukup indah bagi Joe, walau masakan Angi jauh dari kata layak untuk di makan.
"Guten Morgen," sapa Joe ramah pada Angi
"Guten Morgen Joe," balas Angi sambil tersenyum dan kini ia fokus kembali menaruh daging di piring.
"Kamu masak apa pagi-pagi gini?"
"Steak Joe, aku harap kamu mau makan."
"Okay. Aku ke kamar mandi sebentar untuk sikat gigi."
Angi hanya menganggukkan kepalanya. Setelah itu Joe segera melesatkan dirinya di kamar mandi rumah Angi yang tidak terlalu luas.
Sekitar 10 menit setelahnya Joe telah duduk di meja makan dan duduk berhadapan dengan Angi.
"Kita makan Joe," ajak Angi pada Joe
Joe hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
Kini bukannya segera makan, ia justru memperhatikan Angi yang makan dengan lahapnya. Angi yang sadar di tatap oleh Joe mengangkat pandangannya.
"Kamu kenapa lihatin aku begitu?"
Joe yang kaget mendengar kata-kata Angi hanya bisa menggelengkan kepalanya.
"Nggak, nggak ada apa-apa."
"Jangan bohong Joe."
"Okay. Aku jujur, kayanya kamu makan lahap banget, apa masakanmu seenak itu?"
"Cicipi saja sendiri."
Sejujurnya Joe masih trauma untuk memakan masakan Angi yang asin parah.
"Nggak keasinan?"
"Coba saja sendiri."
Joe menghela nafasnya dan mulai memotong steak yang ada di mejanya sambil dalam hati berharap jika steak ini layak untuk dimakan.
Ketika suapan pertama masuk kemulutnya, Joe berusaha untuk tidak meringis atau mengeluarkan steak tersebut. Bagaimanapun steak buatan Angi tidak kalah parahnya dengan masakan yang kemarin.
"Enak kan Joe?"
Pergolakan hati terjadi di diri Joe antara ingin jujur atau tidak.
"Sejujurnya nggak enak Ngi. Tapi aku akan coba makan."
"Ya sudah kamu makan dulu, aku mau siap siap mandi terus antar kamu ke rumah sakit."
"For what?"
"Ini jadwal kontrol kamu. Kalo sudah sehat, nanti bisa segera pulang ke rumah. Sudah ya, aku mandi duluan, nanti taruh saja piringnya di sana," kata Angi sambil menunjuk tempat cucian piring.
"Iya."
Setelah itu Angi benar benar pergi meninggalkan Joe seorang diri di meja makan. Ketika Angi memasuki kamar mandi, buru buru Joe membuang steak yang ada di piringnya. Walau ia tidak suka membuang buang makanan, tapi makanan buatan Angi benar benar tidak layak di konsumsi menurut Joe. Apalagi selera lidah Joe yang kurang menyukai masakan dengan cita rasa asin.
Setengah jam kemudian ketika Joe telah selesai mencuci piring dan membersihkan dapur, ia menoleh ketika mendengar Angi memanggilnya.
"Joe..."
"Ya...." Sahut Joe sambil membalikkan badan. Terlihat Angi yang mengenakan celana panjang dan atasan tanpa lengannya.
"Buruan kamu siap-siap, aku antar ke rumah sakit."
Joe segera berlalu tanpa menjawab Angi, ia merasa bibirnya kelu melihat penampilan Angi yang sebenarnya biasa saja. Beberapa hari tinggal bersama Angi, sedikit banyak Joe mengetahui sifat Angi yang peduli terhadap sekitarnya termasuk pada Joe.
"Joe, aku tunggu di mobil ya?"
"Iya," jawab Joe dari dalam kamar mandi.
Setelah mendapatkan jawaban Joe, Angi segera ke garasi dan mengeluarkan mobilnya. Ia menghidupkan mesin mobil terlebih dahulu dan tidak lama setelahnya Joe keluar dari rumah Angi
Shiitttt.....
Joe menyumpah di dalam hati ketika melihat Angi yang sudah siap di belakang setir mobilnya dan benar benar memperlihatkan kecantikan alami yang minim make up, tidak seksi namun tetap bisa membuat laki laki mengagumi kecantikannya.
"Sudah siap Joe?" Tanya Angi ketika Joe sudah menutup pintu dan memasang sabuk pengamannya
"Sudah."
"Okay. Kita berangkat sekarang," kata Angi sambil melajukan mobilnya menuju ke arah rumah sakit.
Sekitar 30 menit perjalanan, akhirnya mereka sampai di rumah sakit dan segera menuju ke poli rawat jalan. Ketika Joe di periksa Angi menunggu di luar sambil melihat pesan di handphonenya.
Sejak pertemuannya dengan Arion, mamanya selalu bertanya bagaimana kesan Angi terhadap Arion. Daripada membuang energi, Angi memilih mengabaikan pesan tersebut.
Angi menoleh ketika ia mendengar suara pintu ruangan di buka dan terlihat Joe keluar dari sana. Segera Angi bangkit dari kursi dan mendekati Joe.
"Gimana, sudah di lepas jahitannya?"
"Sudah."
"Bagus, kalo begitu aku antar kamu pulang ya?" Kata Angi sambil berjalan menuju kasir.
Joe masih tidak menanggapi pertanyaan Angi. Ia sebenarnya masih ingin tinggal di rumah Angi yang sederhana namun terasa hangat dan nyaman itu. Mungkin hidup dan tinggal seatap dengan Angi akan menjadikan hidupnya lebih berwarna serta menarik.
Selesai Angi membayar, mereka langsung menuju ke parkiran Rumah sakit. Kini ketika Angi telah mendudukkan dirinya di belakang kemudi, ia mengulang pertanyaan yang sama untuk Joe.
"Joe, aku antar kamu pulang ke rumah. Alamatmu di mana?"
Joe diam memandang Angi dan berusaha mengumpulkan keberaniannya untuk mengatakan kepada Angi isi otaknya
"Daripada aku pulang, gimana kalo aku tinggal di rumah kamu"
Satu detik....
Dua detik....
Tiga detik....
Angi hanya diam menatap Joe dengan mulut yang sedikit terbuka hingga akhirnya ia bisa bersuara lagi.
"What?" Kata Angi dengan suara yang cukup tinggi bahkan membuat Joe kaget
"Kita tinggal bersama satu atap di rumah kamu, aku nggak akan ngapa ngapain kamu. Kamu tenang saja Ngi, kamu flat buat aku."
Angi menarik nafas dalam dalam sebelum menghembuskannya pelan pelan. Berharap rasa kesalnya dan rasa ingin memutilasi Joe hilang dari dirinya.
"Joe..."
"Yes"
"Keluar dari mobil aku sekarang."
"Why?"
"Aku rasa kamu sudah cukup sehat untuk pulang sendiri dan buang jauh jauh keinginan kamu untuk tinggal di rumah aku."
"Nein. Aku akan duduk di sini sampai kamu setuju dengan keinginan aku."
Angi menatap Joe dengan tatapan jengahnya.
"Okay kalo itu mau kamu," kata Angi dan setelahnya ia membuka sabuk pengamannya dan membuka pintu mobil.
Kali ini ia tinggalkan mobil beserta Joe di dalamnya. Angi memilih pergi dari lokasi mobilnya di parkirkan. Sedangkan Joe yang masih kaget dengan ini semua segera mengikuti Angi keluar namun sayangnya Angi telah masuk ke Taxi dan entah pergi kemana. Satu satunya yang terpikirkan oleh Joe adalah Angi pulang ke rumahnya.
Segera ia kembali ke mobil Angi dan melajukannya menuju rumah Angi yang ternyata kosong, masih terkunci dari luar yang menandakan Angi tidak pulang kesana.
?????????????
Angi keluar dari taxi yang mengantarkannya menuju rumah kedua orang tuanya. Ketika ia memasuki rumah, ternyata masih ada Arion di sana.
"Assalamualaikum," sapa Angi ramah
"Waalaikum Salam, tumben ke sini Ngi?" Tanya Arion sambil fokus pada game di PlayStation nya
"Mau inventarisir barang barang siapa tau ada yang hilang," kata Angi sambil menuju ke arah dapur dan mengambil minum
Bukannya marah, Arion justru tertawa terbahak-bahak mendengar kata kata Angi.
"Parah Lo Ngi, tau aja stock makanan kaleng yang ada di kulkas sudah tandas semua."
"Lo nggak belanja?"
"Nggak, males gue. Kalo Lo mau kita belanja bareng saja."
"Nggak lah, Lo sendirian saja. Gue mau ke kamar. Duluan ya." Kata Angi sambil berjalan menuju ke arah tangga
"Ya." Jawab Rion singkat pada Angi.
Kini setelah sampai di lantai 2, Angi membuka pintu kamar pribadinya. Kamar yang masih sama dan tidak berubah sama sekali sejak orang tuanya membeli rumah ini 4 tahun yang lalu.
Segera Angi melesatkan tubuhnya di ranjang dan kini semua kata kata yang Joe ucapkan tadi terngiang kembali di kepalanya.
"Tinggal bersama satu atap? Ngimpi kali Joe..." Kata Angi sinis.
Jika Joe berfikir ia bisa tinggal bersama Angi kembali ketika keadaanya telah sehat wal afiat, maka salah besar. Bagi Angi, Joe tidak lebih dari sekedar orang yang ia bantu ketika mengalami kesusahan dan teman baru seperti dirinya dan Arion, tidak lebih dari itu.
***