Ich Liebe Dich Part 6
Ketika El kembali ke kantor, kini Angi mendapatkan tatapan membunuh dari Joe. Karena kini Joe berdiri di dekat tembok dapur dan memandang Angi yang masih duduk di sofa ruang tamu
"Kamu kenapa lihatin aku begitu?" Tanya Angi sambil lalu pada Joe
Joe masih diam melihat Angi yang sibuk dengan Handphonenya
"Jangan sok kuat kalo kamu itu sebenarnya lemah."
"Kalo aku lemah, sudah pasti saat ini aku tinggal nama karena milih ikut Raja."
"Ck...hanya karena cinta kamu begini, rugi Ngi."
"Apa maksudmu?" Kini Angi menatap Joe dalam
"Kamu hidup tapi mati. Seolah kamu tidak mau merasakan kenikmatan ketika kita hidup di dunia yang tidak bisa kita dapatkan saat kita sudah mati."
"Aku hidup normal layaknya orang lain Joe."
"Okay, kalo kamu hidup normal seharusnya kamu punya pacar setelah kematian Raja dan enggak cuma laki-laki, wanita pun punya gairah sex juga tapi kenyataannya kamu enggak Ngi. Jiwa kamu mati bersama pacar kamu."
"Sok tau kamu," kata Angi sambil berdiri dari duduknya dan berjalan menuju ke kamarnya.
"Joe...nanti malam aku tidur di kamar, kamu di luar," teriak Angi dari dalam kamar.
"Okay," cuma itu jawaban Joe.
Joe mencoba menidurkan dirinya di atas kasur lipat depan TV yang Angi gunakan semalam. Joe benar benar mengeluarkan sumpah serapahnya karena kasur, bantal bahkan bedcover pun memiliki Aroma Angi di mana mana. Karena jenuh Joe memilih untuk ke dapur dan membuat kopi. Kemudian ia menuju teras rumah dan menikmatinya dengan sebatang rokok.
Joe mengingat perdebatannya dengan Angi tadi, untuk pertama kalinya Joe merasa peduli dengan kehidupan pribadi orang lain dan buruknya itu adalah kehidupan pribadi Angi. Orang yang seharusnya tidak berhak mendapatkan ocehan ocehannya karena telah menyelamatkan hidupnya. Jika ia tidak di tolong Angi, sudah di pastikan kini ia tinggal nama saja karena raganya telah terkubur di kuburan.
Ceklek...
Joe menoleh ketika mendengar pintu rumah dibuka dan nampak Angi telah berdandan rapi malam ini di dengan dress hitam pendeknya.
"Kamu mau kemana malam malam begini?"
"Aku mau keluar sebentar, ini belum malam masih jam delapan saja kurang. Titip rumah ya Joe," kata Angi sambil mulai berjalan menuruni tangga rumahnya
"Ngi," panggil Joe
"What?" Kata Angi sambil membalikkan badan menghadap Joe.
"Kamu lagi sakit. Seharusnya kamu di rumah"
"Cuma sebentar Joe. Aku mau ketemu anak teman Papa."
"Dia saja suruh jemput kamu."
Kini Angi menatap Joe sambil menghela nafasnya. Karena Joe begitu ribet untuk ukuran orang yang bukan siapa siapanya.
"Sudah Joe, aku pergi dulu keburu malam. Bye Joe. Assalamualaikum"
"Bye Ngi"
***
Sejak Angi memasuki usia 30 tahun, nyaris 2 tahun lalu dan masih berstatus jomblo padahal Nada yang usianya di bawah Angi 1,5 tahun sudah menikah membuat Mamanya, Eliza Raharja kalang kabut. Ia bahkan "mempromosikan" Angi kepada teman temannya, siapa tau ada yang mau menjadikan Angi menantunya. Memang banyak yang mencoba mendekati Angi, sayangnya Angi memilih untuk mundur teratur sebelum semua menjadi lebih rumit.
Seperti malam ini, Angi harus menuruti keinginan Papanya untuk mencoba berkenalan dengan Arion Yasa, anak rekan bisnis Papanya. Seorang laki laki berdarah campuran Indonesia Thailand menetap di Thailand karena memiliki resort disana.
Pertama kali melihat Arion, kesan pertama Angi adalah laki laki idaman para perempuan di negara asalnya. Dengan tubuh tinggi, badan tegap gagah berisi, berkulit putih namun sewajarnya penduduk Asia tenggara dan tentunya tampan sesuai kriteria mantu idaman Mamanya untuk perbaikan keturunan.
"Angi ya?" Kata Arion ketika ia sampai di meja Angi
"Iya, Arion?" Tanya Angi balik sambil berdiri dari kursi yang ia duduki
Kini Arion tersenyum sambil mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Angi
"Panggil Rion saja."
"Angi."
Setelah berjabat tangan, Angi mempersilahkan Rion duduk di hadapannya.
"Sudah lama Ngi?"
"Belum sih Ri, kita pesen aja dulu."
"Okay"
Kemudian Rion memanggil waiters dan mereka memesan makanan untuk mereka berdua. Setelah waiters meninggalkan meja Angi, Angi dan Rion mengobrol apa saja yang bisa mereka obrolkan
"Ada acara apa ke Jerman?" Tanya Angi pada Rion
"Nikahan teman gue sih, dapat suami orang sini. Lo sendiri sudah berapa lama kabur ke sini?" Kata Rion sambil tertawa
"5 tahun ada kayanya."
"Good, setidaknya lo bisa hidup bebas di kota ini tanpa di kejar dateline kawin."
Kini Angi justru tertawa di depan Rion.
"Kayanya gue harus bersyukur sama Tuhan, karena gue bukan satu satunya orang yang merasakan desakan supaya cepet kawin"
"Gue lebih milih buka resort di Thailand karena bosen di kejar kejar kapan gue mau kawin."
"Di Thailand cantik cantik masa enggak ada yang nyantol?"
"Disana kalo Lo nggak teliti bisa bisa Lo dapat KW an Ngi."
Kini Angi tertawa lepas di hadapan Rion. Angi mengakui Rion cukup asyik sebagai teman bicara. Bahkan ia dan Rion bisa bergaul seperti teman lama.
"Lo di sini tinggal di mana ?" Tanya Angi pada Rion.
Sebelum Rion menjawab pertanyaan Angi, waiters telah mengantar pesanan makanan mereka. Baru setelah waiters pergi dari meja Angi, Rion menjawab pertanyaan Angi tadi
"Dirumah bokap Lo," kata Rion sambil nyengir
"Bayar berapa Lo, bisa dapat nginap di tempat honeymoon pribadi bapak Dimas Bimantara?"
"Gue tuker saja sama gratisan nginap di resort gue 3 hari."
Angi benar benar melongo mendengar penuturan Rion. Papanya bisa semudah itu "barter" rumah rahasianya di Jerman dengan gratisan menginap di resort Thailand hanya selama 3 hari. Benar benar di luar kebiasaan Papanya.
"Rumah ortu Lo nyaman banget, kenapa Lo nggak tinggal di sana saja?"
"Nggak, gue punya rumah sendiri di sini. Gue kesana kalo keluarga lagi ada yang datang saja."
"Rugi bandar Ngi, rumah ortu Lo nyaman banget."
"Enggak akan rugi, Papa kadang sewain kok rumahnya sama teman bisnisnya kalo ada yang ke Jerman, karena kadang ada yang malas nginap di hotel."
"Sudah Ngi, kita makan dulu keburu malam nanti."
Setelahnya Angi dan Rion makan bersama namun mereka tidak sadar ada sepasang mata yang sedang mengawasi mereka sejak tadi. Mata Joe terus mengamati interaksi Angi dan Rion di sudut ruangan dalam restoran tersebut. Satu satunya alasan logis yang menurut Joe dapat di terima oleh logikanya kenapa ia harus mengikuti Angi karena Angi sedang sakit sehingga jika Angi pingsan lagi ia bisa gantian menolong Angi. Tapi kenyataannya Angi justru pergi makan malam berdua dalam suasana ceria bersama laki laki muda yang sepertinya sudah lama ia kenal karena mereka makan dalam suasana ceria yang di selingi canda gurau.
Joe harus meralat kata katanya pada Angi tadi, mungkin benar Angi menutup hatinya untuk menikmati nikmatnya rasa memiliki pasangan, tapi Angi masih tau cara menikmati rasa hangat sebuah pertemanan dan persahabatan. Bahkan kini Joe melihat Angi dan laki laki itu sedang melakukan video call dengan orang lain yang ada di telepon Angi bahkan wajah mereka memaparkan keceriaan. Karena merasa sia sia ada di tempat ini, akhirnya Joe bangkit dan keluar dari restoran ini untuk pulang ke rumah Angi.
***