Ich Liebe Dich Part 5
Malam ini Joe melihat Angi menata kasur lipat di depan televisi dan merebahkan dirinya di sana dengan bedcover yang menutupi tubuhnya.
"Ngi," panggil Joe dari arah depan pintu kamarnya
"Hmm"
"Kamu tidur di kamar saja"
"Nein"
"Kamu nanti sakit"
"Kamu buruan tidur di kamar Joe. Biar buruan sehat. Kalo kamu nurut, besok pagi aku masakin makanan yang layak untuk di makan versi kamu."
Joe menghela nafasnya kemudian ia masuk kembali ke kamar dan menutup pintunya. Jika tidak mengingat Angi adalah orang yang menyelamatkan nyawanya, sudah dipastikan kali ini Joe akan berdebat dengan Angi hingga matahari terbit dari timur.
***
Prannggg....
Joe membuka matanya karena mendengar suara benda jatuh dan pecah dari arah dapur, seketika ia langsung bangkit dan berlarian menuju dapur
"What happened?" Tanya Joe panik dan ia tidak melihat Angi
"Nothing."
Joe mendengar suara Angi dari belakang meja dapur, ia langsung menundukkan pandangannya dan benar saja Angi telah menjatuhkan piring berisi sup dan yang Joe lihat kini tangan Angi sedikit merah. Joe langsung menarik Angi berdiri dan membawa tangan Angi ke bawah wastafel dan menghidupkan kerannya.
"Nggak usah masak kalo kamu enggak bisa masak. Biar chef saja yang masak buat kita"
Angi hanya diam sambil mendongak menatap Joe.
Ini orang sakit mental kali ya?
Rumah saja tidak punya, sok sok an nyuruh chef masak. Siapa yang mau bayar? Ngehalu kok nggak kira kira.
"Angi?" Panggil Joe pada Angi yang membuat Angi kaget
"What?"
"Kotak P3K kamu di mana?"
"Buat apa?"
"Nyari salep buat tangan kamu"
"Nggak usah, nggak Pa-pa, sudah sering begini. Aku bersihin dulu pecahannya, kamu minggir saja"
Joe menutup matanya dan mengambil nafas dalam dalam, berharap rasa kesalnya turut hilang bersama gas karbondioksida yang keluar dari hidungnya. Setelah merasa cukup tenang kini Joe menundukkan matanya dan menemukan Angi sudah mulai mengambil sisa sisa pecahan piring tersebut.
"Angi, stop it!"
"Why?"
"Biar aku yang bersihkan. Kamu buruan mandi, karena kamu harus kerja."
Bukannya menurut Angi justru melanjutkan aktivitasnya.
"Angi, kenapa kamu keras kepala?"
"Sudah dari cetakannya begini. Sudah sini kalo mau bantuin, biar cepat aku bisa masak lagi."
"Kalo begitu kamu masak saja, biar ini jadi urusan aku"
"Okay"
Kini Angi bangkit dari posisi jongkoknya dan membuka isi kulkas lagi. Karena waktu sudah mepet akhirnya Angi hanya membuat nasi goreng.
Setengah jam kemudian mereka sudah duduk berdua di meja makan dan menikmati sarapan ala kadarnya, yang menurut Joe masakan Angi terlalu asin.
"Kenapa kamu makannya dikit?"
"Nggak pa-pa, nanti aku makan lagi"
"Oh, ya sudah, aku siap siap dulu mau kerja"
"Okay"
Sepeninggal Angi, Joe segera membuang sisa makanan di piringnya ke tempat sampah. Joe tidak akan kuat jika setiap hari harus memakan makanan buatan Angi yang rasanya asin seperti ini.
Setelah membereskan meja makan, Joe duduk di depan TV dan melihat berita pagi ini.
Ceklek....
Suara pintu kamar Angi di buka dan nampak sosok Angi yang sudah siap dengan setelan kerjanya yang menurut Joe tergolong terlalu feminim.
"Joe, aku berangkat dulu. Bye Joe. Assalamualaikum."
"Bye Ngi" hanya itu yang Joe katakan pada Angi sebelum akhirnya Angi menghilang dari rumahnya.
***
Sepeninggal Angi, Joe menghubungi staff nya untuk ke rumah Angi dan membereskan rumah Angi yang menurut Joe masih kurang bersih untuk ukuran standar kebersihan versinya.
Satu jam kemudian Allan sudah sampai di rumah Angi dan kini Allan sudah duduk di hadapan Joe.
"Tuan, mari kita pulang."
"Belum saatnya. Bagiamana kondisi rumah bordil dan kasino?"
"Semua berjalan lancar seperti biasanya"
"Good"
"Tuan, bagaimana dengan orang yang menusuk anda?".
"Andre. Terserah kamu akan apakan dia. Sekarang kita ke kasino dulu. Aku akan mengecek langsung ke sana sekarang"
"Baik Tuan"
Kemudian Joe berdiri dan menuju ke mobil sport miliknya yang ada di depan rumah Angi.
Allan benar benar bingung dengan bossnya. Biasanya ia akan semangat jika membalas dendam, kenapa kini ia cuek saja dan menyerahkan sepenuhnya kepadanya.
"Tuan, kenapa anda terlihat tidak seperti biasanya"
"Aku masih sama saja. Aku hanya sedang belajar mengatur emosiku dan kesabaranku."
"Why?"
"Karena tidak mungkin aku memukul Angi setiap dia membantah kata kataku."
"Siapa Angi?"
"Orang yang aku tumpangi rumahnya"
"Wanita?"
"Sepertinya dia justru perawan tua," kata Joe sambil tertawa
"Anda suka pada Angi?"
"Suka sebagai teman, tidak lebih."
Allan hanya bisa menganggukkan kepalanya, karena selama mengenal Joe, Joe tidak pernah berbohong kepadanya, kalo menurut Joe dia hanya menyukai sebagai teman, maka hubungannya benar benar seperti itu, tidak lebih.
***
Sepanjang hari, Angi benar benar merasakan migren di kepalanya karena masalah Nick yang walau sudah selesai semuanya, kini ia harus mendengarkan ocehan pimpinannya karena bagian risk management bisa kecolongan.
Rasanya jam terhenti dan tidak berdetak di ruang meeting kali ini. Hingga rasanya pandangan Angi kabur, matanya berat hingga Angi rasanya ingin menutup matanya.
Ketika Angi membuka matanya, ia sudah ada di salah satu sofa panjang yang ada di ruang tunggu kantornya.
"Are you okay?" Tanya El pada Angi
"Yes, thank you," kata Angi sambil mulai mendudukkan dirinya di sofa
"Aku kenapa sih El?"
"Pingsan"
Kini Angi membelalakkan matanya mendengar penuturan Elizabeth
"Kok bisa?" Desis Angi pelan
"I don't know, lebih baik kamu segera ke rumah sakit sekarang, aku antar terus pulang."
"Kerjaanku banyak."
"Mau perusahaan ini maju pesat juga gaji kita sama saja. Lebih baik kamu fokus sama kesehatan kamu dulu Ngi. Ayo kita ke rumah sakit," kata El sambil mengeret Angi untuk berdiri
Beberapa saat kemudian El sudah duduk di kursi pengemudi mobil Angi dan melajukan mobil Angi menuju ke rumah sakit.
Hasil pemeriksaan dokter mengatakan jika Angi mengalami Anemia dan hipotensi. Hingga Angi harus beristirahat selama 3 hari ke depan di rumah.
"El, kerjaan aku banyak banget, aku nggak bisa izin sakit ini."
"Ini surat aku bawa, mau aku kasih ke HRD, kamu aku antar pulang sekarang."
Mau tidak mau Angi hanya menganggukkan kepalanya. Kemudian mereka menuju ke parkiran mobil untuk pulang ke rumah Angi.
Setelah sampai di rumah Angi, El langsung menuju ke atas untuk membuka pintu rumah Angi, sedangkan Angi masih di belakang mengikutinya berjalan. Ketika El membuka pintu rumah, ia terpaku tak bergerak di depan pintu
"Oh my God," desis El pelan sambil menutup mulutnya dengan tangan karena melihat seorang pria yang sedang bertelanjang dada di dalam rumah Angi.
"Kenapa enggak masuk El?"
"I... itu," kata El menunjuk Joe yang sedang menghisap rokok sambil memandang interaksi Angi dan El.
"Oh, itu Joe, dia yang aku tolong waktu itu. Joe kenalin ini El, teman kerja aku," kata Angi memperkenalkan Joe dan El.
"Joe"
"El"
Kata Joe dan El ketika mereka berjabat tangan.
"Kamu cepet banget pulangnya?"
"Iya, tadi teler dengerin ocehan big Bos sampai pingsan."
Kini Joe kaget mendengar kata kata Angi. Sedangkan El masih menatap Joe seolah Joe adalah oase di tengah padang pasir. Angi yang menyadari itu hanya bisa menghela nafasnya.
"Joe, kalo kamu enggak keberatan, aku minta kamu pakai baju. Sebelum ada perempuan nerjang kamu siang ini karena enggak kuat nahan gairahnya," kata Angi santai dan karena kata katanya El meliriknya dengan tajam.
"Okay," kata Joe sambil berjalan menuju ke kamar meninggalkan Angi dan El di ruang tamu
Saat ini El memandang Angi dengan tatapan tajam dan tangan yang ia sedekapkan didepan dada.
"Oh, jadi sekarang kamu punya yang baru, bagus dan menggoda iman. Sudah move on ceritanya?"
"Apaan sih El. Aku sama dia enggak ada hubungan apa apa. Dia di sini juga sementara sampai dia sembuh total, besok dia kontrol jahitannya juga. Kalo dokter sudah bilang sembuh total ya dia aku minta pulang kerumahnya."
"Ngi, aku enggak yakin kamu kuat sama pesona dia. Kalo kamu perempuan normal aku yakin celana dalammu sudah kebakaran lihat dia kaya tadi."
"Aku wanita normal, hanya saja memang hatiku sudah di miliki oleh Raja sejak 12 tahun yang lalu."
"Come on Ngi, hidup itu berjalan ke depan, sampai kapan kamu akan terus hidup dalam bayangan masa lalu. Ingat usiamu sudah 32 tahun."
Kini Angi menatap El dengan tersenyum
"Makasih, sudah ingat usiaku, jangan lupa kadonya bulan depan pas hari ulang tahunku. Awas kalo kamu tiba tiba amnesia," kata Angi pada El yang membuat El tertawa lepas di ikuti tawa Angi di sebelahnya.
Joe yang mendengar dan melihat itu dari pintu kamarnya hanya bisa menatap perempuan yang menurutnya sedikit gila karena hidup dalam masa lalu. Baiklah, andai Angi itu jelek, tidak berpendidikan apalagi pengangguran, namun Angi adalah wanita karier, berpendidikan tinggi karena Joe melihat foto kelulusan Angi dari salah satu universitas terbaik di dunia yang ada di kamar. Joe yakin andai Angi membuka hatinya pasti akan banyak laki laki yang mengantri untuk mendapatkan hatinya. Sayangnya beberapa hari mengenal Angi, Joe tau jika Angi bukanlah wanita yang mudah merubah pendirian serta keputusan apapun yang telah dia ambil di hidupnya.
***