Ich Liebe Dich Part 4
Ketika Angi sampai di rumah, ia segera membuka pintu dan menemukan pemandangan yang membuatnya kaget. Joe sedang tiduran di sofa rumahnya dengan rokok di tangannya. Melihat pemandangan itu Angi hanya bisa mematung di depan pintu
"Sudah selesai belanjanya?"
Angi tersentak mendengar kata kata Joe padanya
"Sudah. Tapi mau pergi lagi," kata Angi sambil segera memasuki rumah dan menuju ke kamarnya
"Joe, jangan masuk ke kamar dulu," teriak Angi dari dalam kamar
"Warum*?" Kini giliran Joe berteriak dari sisi ruang tamu (*warum artinya kenapa dalam bahasa Jerman)
"Karena aku sedang ganti baju."
Joe tidak menjawab, ia hanya menghela nafasnya kemudian ia bangkit untuk memposisikan tubuhnya agar duduk di sofa. Untuk ukuran orang berganti baju angi terhitung cukup lama bahkan hingga satu jam lebih. Tapi ketika Joe mendengar pintu kamar di buka. Ia begitu syok melihat penampilan Angi sore ini
"Wo gehst du hin ?*" (*artinya kamu akan pergi kemana ?)
"Mau bantuin teman aku, kayanya aku pulang malam, titip rumah ya. Bye Joe"
"Bye Ngi "
"Assalamualaikum," Angi mengucapkanmya karena reflek sedangkan Joe hanya diam saja tidak menjawab apapun.
Kini Angi meninggalkan Joe sendirian di rumahnya dan ia segera bergegas menuju mobilnya yang ada di garasi rumahnya. Sebuah Porsche Macan warna putih tahun 2021.
Melihat penampilan Angi dan di usianya yang mungkin di awal 30 tahunan sudah memiliki rumah serta mobil, Joe yakin bahwa Angi adalah perempuan yang berasal dari keluarga berkecukupan walau tidak kaya raya mungkin.
Sepeninggal Angi, Joe memasuki kamar Angi dan sisa parfum Angi masih tercium oleh hidungnya. Parfum yang cukup enak untuk di nikmati indra penciumannya. Ia akhirnya mengitari kamar Angi dan berhenti di meja kerja Angi. Di sana terdapat laptop dalam posisi tertutup dan setumpuk kertas kertas HVS yang penuh dengan coretan serta warna warna stabilo hijau, merah muda bahkan biru di sana. Hingga akhirnya mata Joe terpaku pada sebuah bingkai foto yang memperlihatkan Angi dan seorang pria muda tengah berfoto berdua dengan senyum bahagia yang terukir di wajah mereka.
Di bawah bingkai foto tersebut terdapat sebuah tulisan "you still in my heart till die end. I love you Raja."
Kini Joe tau jika Angi sudah memiliki kekasih. Di lihat dari wajah dan penampilannya sepertinya seumuran dengan Angi. Bagaimana nanti jika pacar Angi berfikir yang tidak tidak tentang dirinya. Tapi Joe tidak mau memikirkan itu sekarang, karena kini ia lebih memilih untuk melihat salah satu foto yang ada di atas meja dekat jendela. Foto Angi dan sepasang suami istri yang berusia sekitar enam puluh tahunan.joe yakin bahwa itu adalah orang tua Angi mengingat wajah mereka mirip dengan Angi. Justru foto itu membuat Joe merasa bahwa dunia tidak adil kepadanya.
Disaat ada seorang bayi yang lahir dari keluarga lengkap, memiliki rumah dan tentunya cukup kasih sayang yang akan selalu mereka limpahkan kepada anaknya, namun dirinya lahir dan di buang di panti asuhan oleh orang tuanya. Sungguh tidak adil, ketika melihat Angi sudah memiliki kehidupan sempurna sejak membuka matanya di dunia, sedangkan ia harus merasakan semua kebalikan dari apa yang di alami Angi di hidupnya. Baru sekali ini Joe merasakan rasa iri kepada seorang wanita yang baru ia kenal. Sungguh sungguh memalukan baginya.
Di waktu yang sama dan tempat yang berbeda, Angi harus keluar masuk casino di Berlin. Sudah 4 tempat yang ia datangi dan dirinya tidak menemukan Nick di manapun. Kini Angi sudah berada di batas kesabarannya. Kini tinggal casino kelas atas yang belum ia masuki. Namun ia tidak mau masuk ketempat seperti itu seorang diri. Jangan sampai dirinya justru terjebak di dalam.
Dengan perasaan kesal bercampur lelah di badannya Angi pulang ke rumah dan ketika ia sudah memarkirkan mobilnya di garasi, ia melihat Joe sedang duduk santai di sofa.
"Hai Joe "
Joe hanya menganggukkan kepalanya dan menatap Angi yang sudah memasang wajah kalah perang. Joe tidak bertanya lebih lanjut ketika Angi langsung memasuki rumah dan menuju ke kamarnya. Joe sudah paham, jika wajah seperti yang di pasang Angi malam ini adalah wajah lelah dan tidak ingin di ganggu.
Satu jam kemudian Joe mendengar suara Angi dari arah pintu.
"Joe, kamu sudah makan malam?"
"Belum."
"Ya sudah, kamu tunggu di sini, aku masak sebentar di dapur."
"Okay," hanya itu yang Joe katakan sebelum melihat Angi menjauh darinya untuk menuju ke dapur.
Satu jam kemudian Joe mendengar suara panci di pukul di susul suara Angi yang menggelegar dari dalam rumah.
"Joe, es ist Zeit zum Abendessen*." (* Joe, saatnya makan malam)
"Okay," jawab Joe sambil beranjak dari kursinya.
Kali ini ia melihat Angi santai hanya mengenakan kaos dan celana pendeknya di balut apron memasak motif bunga bunga. Jika biasanya wanita terlihat seksi dengan lingerie atau mungkin naked bagaimana bisa Perempuan bernama Pelangi ini justru terlihat seksi saat mengenakan apron memasak di tambah membawa teflon dan spatula. Joe rasa kini otaknya sudah konslet.
"Joe, kenapa kamu berdiri di situ."
Suara Angi membuat Joe kaget dan segera mendekat kepada Angi.
"Can i help you?"
"Of course"
"What?"
"Kamu segera makan dan beristirahat itu sudah cukup membantuku."
Joe hanya diam menatap Angi yang kini tengah membereskan dapurnya. Joe kira Angi akan memintanya membantu membersihkan dapur, tapi sepertinya tidak karena kini Angi telah berjalan menuju ke meja makan.
"Joe, ngapain kamu di situ, ayo buruan kita makan."
Segera Joe menuju ke meja makan di mana kini Angi telah duduk di hadapannya
"Angi," panggil Joe kepada Angi setelah melihat menu yang terhidang di meja makan
"What?"
"Ini kamu masak apa? Apakah ini layak di makan?" Tanya Joe sambil mengangkat ikan teri goreng yang panjang
Dalam hati Angi sudah menyuarakan sumpah serapahnya pada Joe. Angi yakin, andai kata ia berniat menggunakan bahasa Indonesia bahkan Jawa dan mengata-ngatai Joe, pasti Joe juga tidak akan tau.
"Ya sudah jangan kamu makan. Kamu makan nasi saja sama sambal."
"Aku tidak makan nasi ketika malam."
"Ya sudah sekalian kamu puasa saja."
"Apa itu puasa?"
"Tanya sama smartphone kamu. Jangan cuma HP saja yang smart tapi yang punya bolot kaya kamu."
Tanpa memperdulikan Joe yang akan makan atau tidak, Angi segera mengambil nasi, teri dan sambal di tambah ia mengambil sayur asam. Terserah jika Joe tidak mau makan, itu bukan urusannya. Bulan ini sampai ia menerima gaji kembali. Semakin cepat Joe sehat, semakin cepat Joe angkat kaki dari rumahnya. Karena sejujurnya ia kurang nyaman tinggal bersama Joe.
"Angi," panggil Joe ketika Angi telah selesai makan malam
"What?"
"Apa kata pacar kamu kalo tau kamu mengajak laki laki tinggal satu atap?"
Bukannya menjawab, Joe melihat wajah sedih Angi di hadapannya, bahkan air matanya menetes dan secepatnya Angi menghapusnya, namun sayang Joe telah melihatnya.
"Dia pasti akan mengatakan bahwa aku sudah melakukan hal baik dan dia akan bangga sama aku."
Kini Joe menatap Angi sambil mengernyit hingga lipatan di dahinya muncul
"Pacar kamu pengertian sekali jika dia tidak cemburu kamu serumah dengan pria sepertiku?"
Kini Joe melihat Angi tertawa getir di hadapannya
"Aku saja tidak cemburu dia bersama para bidadari surga."
Kini mata Joe membelalak sebesar piring makan mendengar kata kata Angi. Ia masih tidak percaya dengan apa yang ia dengar barusan. Jadi pria yang ada di bingkai foto itu sudah meninggal.
"Maaf aku tidak tau jika pacarmu telah meninggal," kata Joe pelan
Sedangkan Angi yang menerima permintaan maaf Joe justru menanggapinya dengan ceria dan santai seolah ia tidak tersinggung dengan pertanyaan Joe
"Santai saja Joe. Yang mati hanya raganya, namun jiwanya dan kenangannya tetap hidup di sini dan disini," kata Angi sambil menunjuk kepalanya dan jantungnya.
Joe benar benar tidak bisa mengerti jalan pikiran wanita yang kini duduk dihadapannya ini.
"Sudah berapa lama, dia meninggal?"
Joe melihat Angi menghela nafasnya kemudian ia menyedekapkan tangannya di depan dada.
"Sudah delapan tahun Joe tapi aku tetap akan setia kepadanya hingga takdir mempertemukan kami kembali."
Jawaban Angi malam ini menutup pembicaraan mereka, karena setelahnya Joe melihat Angi bangkit dari duduknya dan mengambil piringnya dan piring yang Angi kenakan untuk makan, kemudian Angi mencucinya tanpa meminta bantuan pada Joe. Andai Angi mau meminta bantuannya, Joe yakin ia tidak akan keberatan membantu Angi. Karena dulu ketika ia kecil, ia telah terbiasa membantu pekerjaan dapur selama ia tinggal di panti asuhan.
***