Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

HMT 6 - Keliaran Laras Di Atas Ranjang

"Laras!"

Bagas segera berlari menuju teras rumah setelah menepikan motornya di pelataran.

Dengan perasaan gembira laki-laki itu mencari istrinya di seluruh rumah. Hingga kemudian ia mencium wangi masakan yang lezat dari arah dapur. Sepertinya Laras sedang memasak, pikir Bagas.

"Laras!"

Napasnya terengah-engah saat tiba di ambang pintu dapur. Bagas lega menemukan istrinya di sana. Benar dugaannya, Laras sedang menyiapkan makanan untuk mereka.

Laras mematikan api kompor, lantas ia memutar ke arah sumber suara yang memanggilnya.

"Mas Bagas," sapanya seraya tersenyum manis pada laki-laki yang masih terpaku di ambang pintu.

Bagas membalas senyuman istrinya, lantas ia berjalan cepat menuju pada Laras dan langsung memeluknya.

Laras terdiam dalam pelukan Bagas. Ia membalas pelukan itu dengan perasaan yang mengharu biru.

'Itu bayaran kamu hari ini. Besok pagi kamu harus siap-siap. Ada tiga orang klien yang sudah memesan kamu. Jangan sampai mereka kecewa.'

'Besok malam aku ingin menyenangkan suamiku. Jadi, aku tidak mau ambil job lagi.'

'Kamu tetap bisa nge-job setelah senengin suami kamu, kok! Semuanya bisa diatur.'

'Tapi ...'

'Sudahlah! Job nggak bisa dibatalkan begitu saja. Kamu mau para klien itu menuntut kita?!'

Laras memejamkan matanya dalam perasaan sedih. Tangannya memeluk erat tubuh tinggi kekar Bagas. Perbincangan dia dengan Frans kembali terngiang di telinga. Dia hanya ingin bersama Bagas malam ini.

"Mas punya kabar gembira buat kamu, Laras." Bagas bicara usai melepaskan pelukannya dari Laras.

Laras buru-buru menyeka kedua pipinya. Lantas ia menatap wajah  Bagas dengan berbinar dan penasaran. "Kabar apa, Mas?"

Bagas tersenyum. "Mas dapat kerjaan yang lebih baik di proyek. Pemborong meminta Mas bergabung dengan tim yang lagi bangun gedung. Bayarannya jauh lebih besar, tapi Mas harus pulang malam setiap hari karena tempatnya jauh dari sini. Gimana menurut kamu?"

Laras terdiam. Wajahnya dipalingkan, lantas ia berjalan menuju meja makan.

Bagas merasa heran melihat istrinya yang murung. Apa Laras tidak setuju jika dia bekerja jauh dari rumah? Maka untuk tahu jawabannya, laki-laki itu segera menyusul Laras.

"Aku senang Mas sudah dapat kerja, tapi kenapa nggak kerja di tempat Pak Kardi saja? Laras kuatir kalau Mas Bagas harus pulang larut malam setiap hari."

Bagas tersenyum tipis mendengar ucapan istrinya. Dilihatnya Laras yang sedang menuangkan teh hangat untuknya.

"Mas nggak masalah meski harus pulang malam, asalkan Mas bisa dapat uang buat bayar kontrakan rumah dan kebutuhan kamu. Mas juga nggak mau kalo kamu harus capek-capek kerja," kata Bagas setelah mendaratkan bokongnya pada bangku di depan Laras.

Perempuan itu menatap Bagas dalam-dalam. 'Mas Bagas, aku juga sebenarnya nggak mau kerja seperti ini! Aku dijebak, Mas! Aku nggak tahu harus bagaimana. Aku udah bohongi Mas Bagas!'

"Loh kok bengong?" Bagas keheranan melihat Laras yang melongo saja. Dilihatnya mata sang istri yang juga berkaca-kaca.

Mungkin Laras merasa berat untuk melepaskan dia bekerja di tempat yang jauh. Namun, Bagas rasa ini kesempatan baginya untuk membahagiakan Laras.

Laras sedikit terkejut saat jemarinya diraih oleh Bagas. Laki-laki itu menatapnya dengan lembut.

"Mas janji tidak akan macam-macam di tempat kerja nanti. Mas akan langsung pulang setelah kerjaan selesai. Kita bisa makan bareng setiap sore. Mas janji, Laras."

Bagas bicara dengan sungguh-sungguh. Dari sorot matanya terlihat jika Bagas sangat ingin bekerja di tempat itu.

Laras tidak mau membuat Bagas kecewa. Laki-laki itu ingin membahagiakan dia. Namun, untuk saat ini bukan uang yang menjadi masalah bagi Laras. Melainkan, dirinya yang sedang membutuhkan suaminya saat ini.

Uang dari Frans sudah lebih daripada cukup untuk menopang kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Meski itu hanya uang haram. Uang yang ia dapat dari menjual marwanya sebagai seorang istri.

Bagas masih menunggu keputusan Laras. Dia tahu ini berat bagi Laras yang tidak memiliki siapa-siapa lagi selain dia. Terlebih, Laras sangat bergantung padanya.

Manik-manik cokelat Laras terangkat ingin menggapai wajah tampan suaminya. Bagas menyambut dengan senyuman manis.

"Laras mengizinkan Mas kerja di sana. Laras tahu Mas laki-laki setia. Bahkan Mas rela menolak gadis yang orang tua Mas pilihkan demi Laras. Mas Bagas sudah banyak berkorban buat Laras, mana mungkin Laras melarang apa yang Mas inginkan."

Bagas berbinar mendengarnya. "Makasih, Laras!"

Laras tersenyum manis menanggapi. Kemudian dia mengajak Bagas untuk makan. Ada banyak hidangan yang ia masak hari ini. Seperti goreng ikan, semur ayam dan sayur sup. Semuanya enak-enak.

Sebenarnya Bagas merasa heran karena akhir-akhir ini Laras selalu memasak banyak makanan yang enak-enak.

"Laras, Mas tahu kamu bekerja. Tapi, alangkah baiknya kamu pergunakan uang kamu untuk membeli kebutuhan kamu. Nanti, kalo Mas udah dapat upah dari kerjaan yang baru, biar Mas saja yang menanggung semua kebutuhan di rumah ini dan juga kebutuhan kamu. Kamu nggak usah kerja lagi."

Laras yang sedang melipat mukena usai shalat Isya menoleh ke arah Bagas. Laki-laki itu bicara sambil menaruh kopiah ke dalam lemari. Laras tersenyum, lantas menghampiri Bagas.

"Mas, izinkan aku bekerja juga selagi kita belum punya anak. Bukankah kita bisa menabung nantinya? Lagian, apa Mas betah terus tinggal di rumah kontrakan ini?"

Bagas terkejut saat sang istri mendesaknya hingga punggungnya merapat ke dinding.

"Hm, Mas sih setuju saja kalau kamu merasa ingin bekerja. Mas cuma tak ingin kalo kamu jadi kelelahan nantinya," ucap Bagas berusaha tenang.

Laras tersenyum nakal. Ia lantas melingkarkan kedua tangannya ke tengkuk leher Bagas. Sang suami dibuatnya keheranan. Mungkin karena ini untuk pertama kalinya Laras bersikap aneh begitu.

"Mas Bagas, aku kangen sama kamu. Puaskan aku, Mas," bisik Laras sebelum kemudian perempuan itu menyapu bibir Bagas dengan ciuman.

Bagas sempat terkejut karena perlakuan Laras yang tidak biasanya.

Biasanya Laras tidak pernah memulai permainan. Dan perempuan itu pun masih malu-malu saat Bagas menyentuhnya. Tetapi malam ini Bagas dibuat menggila akan ke kepandaian Laras di atas ranjang.

"Uh, Mas Bagas ... Oh! Oh!"

Bagas cuma terlentang pasrah saat Laras naik ke atas tubuhnya. Perempuan itu menggerakkan pinggulnya dengan erotis. Laras kelihatan sangat mahir dan begitu menikmati.

"Laras, biar Mas saja. Kamu nanti kelelahan," bisik Bagas.

Namun, seolah sedang dilanda gairah dan hawa nafsu yang hebat. Laras tidak mau berhenti. Dia malah melakukan aksi yang lebih gila lagi.

"Ah, Laras ..."

Bagas benar-benar merasa terpuaskan malam ini.

"Kamu kok sekarang nakal banget. Belajar di mana sih?"

Laras cuma tersenyum sipu mendengar ucapan Bagas. Dua jam lebih mereka berhubungan intim. Dan Bagas dibuatnya sangat keheranan.

Tangan Laras menjambak segenggam rambut hitam Bagas, lantas dia menariknya mendekat. Bagas tentu saja dibuat tercengang saat sang istri melumat bibirnya begitu rakus.

"Aku cuma mau bikin Mas senang. Aku tahu, laki-laki seperti Mas Bagas pasti suka hubungan ranjang yang panas. Makanya iseng-iseng aku cari  tahu di internet."

Bagas tersenyum mendengar penjelasan Laras. Lantas diusap bibir perempuan yang masih ia tindih itu.

"Mas jadi ketagihan," katanya lalu meraih bibir ranum Laras dengan ciuman.

Mereka terus berciuman dengan penuh hasrat. Hingga desahan dan erangan keduanya kembali terdengar saat menjelang Subuh.

Apa yang Laras katakan tentu saja bohong. Dia tidak pernah membuka situs internet untuk belajar memuaskan suaminya.

Semua yang ia lakukan saat bercinta dengan Bagas, tidak lain ia pelajari dari para klien yang pernah memesannya.

Sayangnya Bagas tidak kepikiran sampai kesitu. Dia justru senang karena Laras sudah pandai membuatnya terpuaskan di atas ranjang.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel