HMT 5 - GADIS CANTIK DI LADANG STROBERI
Paginya aku sedang bersiap-siap di kamarku. Tubuh atletisku sudah berbalut stelan jas hitam pemberian Mommy kemarin. Ternyata begitu cocok aku kenakan. Bibirku mengulas senyum kagum sembari memandangi pantulan diriku dari cermin setinggi tubuhku itu. Tampan dan berkelas. Itu kesimpulan akhirnya.
"Jhoni, kamu udah siap, Sayang?" Mommy menghampiriku sembari tersenyum senang.
Aku hanya tersenyum tipis pada siluet Mommy yang muncul pada cermin di hadapanku. Mommy melempar senyum gemas padaku. Lantas dirinya mendekat dan merapikan dasiku.
"Kamu akan segera menikah, Mommy seneng banget," ucapnya kemudian masih merapikan dasiku.
"Mom, apakah aku bakal bahagia nikah sama gadis pilihan Mommy itu? Bahkan aku belum melihatnya." pendar Mommy tampak meredup mendengar ucapanku itu. Dia melepaskan tangannya dari dasiku, lantas menatapku dalam.
"Mommy yakin hanya Dara gadis yang pantas buat kamu, Jhon. Dara gadis baik-baik. Dia cerdas dan cantik. Kamu pasti bahagia bersamanya," jawaban Mommy membuatku terbius kaku di tempat.
Cerdas dan cantik. Apa hebatnya kalau nggak bisa muasin aku di atas ranjang nantinya, pikirku mulai belok kemana-mana.
"Memangnya Mommy kenal dimana sih, sama dia?" tanyaku lagi. Aku cemas Mommy sedang jadi korban penipuan. Ya, Mommy itu orangnya terlalu baik dan nggak tegaan. Waktu tinggal di Korea saja Mommy sering ditipu sama orang yang memanfaatkan kebaikan Mommy.
Bisa saja kali ini juga gadis yang bernama Dara itu sedang menipu Mommy, pikirku mulai julid. Bagiku gadis bernama Dara itu cukup mencurigakan. Mana ada coba, gadis baik-baik yang mau aja dinikahin sama orang yang belum dikenalnya. Aneh, kan?
"Mommy udah kenal lama kok sama Dara dan orang tuanya. Kalau kamu sudah mengenalnya, kamu pasti ingat siapa Dara." Mommy tersenyum padaku.
Dara. Sebenarnya siapa sih nih, cewek? Perasaan aku nggak pernah mendengar nama itu sebelumnya.
"Jangan melamun, ayo kita berangkat sekarang." Mommy menepuk bahuku sebelum berlalu meninggalkan kamarku.
"Jun, ngapain sih lo mesti ikut juga?!" aku kesal melihat Juno yang sudah duduk manis pada bangku belakang mobil Mommy. Lagi pula inikan acara lamaran, buat apa si Juno adik durhaka itu mesti ikut segala? Kalau dia bikin ulah bagaimana? Aku mulai risih. Sedangkan Juno malah tertawa cengengesan padaku.
"Gue juga 'kan pingin lihat calon Kakak ipar gue itu gimana bentukannya, Bang!" Juno berkoar seenak udelnya saja. Dikiranya kue nastar ada bentukannya.
Masa bodoh! Aku malas ribut sama Juno. Lebih baik aku segera masuk mobil, karena Mommy sudah berjalan menuju pada kami. Aku duduk di samping Pak Bagus, sopir setianya Mommy. Kemarin beliau cuti satu bulan, karena istrinya melahirkan. Akhirnya Juno yang antar Mommy kemana-mana. Juno menang paling perhatian sama Mommy. Bahkan adik beda wajah itu sering menangis kalau Mommy sedang sakit. Dasar cengeng! Aku tersenyum tipis teringat itu.
"Juno, Sayang. Kamu udah bawa air belum?" tanya Mommy setelah duduk di samping Juno.
"Nggak usah repot-repo, Mom. Di Bandung 'kan banyak kubangan," jawabku jahil.
"Lo aja minum air empang sono, Bang!" Juno marah.
Aku tertawa puas mendengarnya. Juno itu memang spesies langka yang hampir punah. Dia mesti minum air aqua terus dimana pun dirinya berada. Bahkan dokter pernah bilang kalau Juno harus mengkonsumsi air aqua seumur hidupnya. Karena dia nggak bisa minum air yang lain. Kalau dipaksakan Juno bakal sakit. Dasar spesies langka! Aku tak henti tertawa.
"Udah, Mom. Lagi pula Juno nggak bakal sering haus, kok!" jawab Juno pada Mommy yang duduk di sampingnya.
"Yaudah, kalo gitu kita jalan sekarang, ya!" Mommy tampak sangat bersemangat. Begitupun Juno yang mulai sibuk bermain game pada ponselnya.
Hanya aku yang nelangsa seorang diri. Malang benar nasibku. Jaman sudah canggih begini, sedangkan aku masih saja menjadi korban perjodohan yang keji. Seperti jaman Siti Nurbaya saja! Kesalku dalam hati.
Mobil pun terus melaju meninggalkan Jakarta dan beralih menuju kota Bandung. Suasana puncak mulai terasa saat kami memasuki kota kembang itu. Juno sudah tertidur di samping Mommy. Mungkin karena perjalanan kami yang jauh, atau dia kelelahan usai bermain game tadi. Bodo amat deh! Ngapain juga aku mikirin Juno.
Pak Bagus menoleh ke arahku. Beliau mengatakan kalau dulu dirinya dan Daddy sering datang ke tempat ini. Mommy membenarkan. Pak Bagus juga bilang, kalau Daddy punya sebidang tanah yang luas di Ciwidey. Salah satu nama perdesaan di Bandung, yang menjadi tujuan kami saat ini.
Kami mulai memasuki desa Ciwidey. Ladang luas stroberi kulihat di mana-mana. Warna hijau yang membentang luas dipadukan warna merah dan aroma stroberi yang ranum. Tempat yang sangat indah. Mengingatkan aku saat kami berlibur di Belanda. Cuacanya dingin dan asri. Sejuk dan enak dipandang. Aku menurunkan sedikit kaca jendela mobil.
Sepasang netraku tiba-tiba melihat seorang gadis dengan gaun warna putih panjang selutut. Gadis itu berlarian di antara ladang luas stroberi. Siapa dia? Aku segera menarik kacamataku. Memperhatikan gadis berambut panjang kecokelatan di sana.
Dia sedang tertawa riang bersama beberapa anak kecil. Tingkahnya sangat naif. Tapi kelihatan menggemaskan. Meski jaraknya cukup jauh dariku, tapi aku bisa melihat jelas wajahnya. Dia sangat cantik dan kelihatan masih polos. Bibirku mengulas senyum sembari asik memandanginya.
"Jhon, kita hampir sampai." suara Mommy membuatku sedikit tersentak. Aku pun menoleh padanya. Pak Bagus membelokkan mobil memasuki gerbang sebuah rumah besar di hadapan kami. Sial! Aku jadi kehilangan jejak gadis misteri yang sedang kupandangi tadi.
"Jun, bangun. Kita udah sampai, Sayang." Mommy sedang berusaha membangunkan Juno yang masih asik mengorok sampai meneteskan liurnya sesuka hati.
"Biar aku aja yang bangunkan Juno, Mom." aku menawarkan diri sembari maju. Juno kalau tidur suka lupa dunia. Agak susah membangunkannya. Mungkin ini cara epektif buat bangunkan adik songong ini, pikirku sembari mencipratkan air pada wajah Juno. Sedangkan Mommy dan Pak Bagus sudah meninggalkan mobil. Aku bebas menganiyaya Juno saat Mommy nggak ada.
Bangke! Juno masih asik tidur saja. Padahal sudah hampir satu botol air mineral aku habiskan untuk membasuh wajahnya itu. Apa perlu aku pinjam toa mushola buat bangunkan si Juno. Akhirnya aku dapat ide. Aku segera meraih ponselku dari saku jas, lantas menyalakan alarm yang biasa aku pasang di telinga Bella. Juno dan Bella hampir sama sih, sama-sama lupa dunia kalau sudah tidur.
Alarm mulai aku pasang, lantas aku mendekatkan ponselku pada telinga Juno. Aku terkekeh tak sabar ingin melihat ekpresi Juno Ricardo Geraldine kalau sedang kaget. Pasti lucu, pikirku.
KRIINGG!
"HUAAA!"
Juno langsung bangun dan keluar dari mobil kala suara alarm itu mendera.
"Rasain!" puasku melihat Juno tampak kaget luar biasa. Aku pun tertawa sampai sakit perut melihatnya. Namun Mommy segera memarahiku karena sudah membuat Juno trauma katanya. Aku pun terpaksa meminta maaf pada adikku itu. Padahal aku tahu Juno cuma pura-pura saja. Dasar adik sialan!
"Selamat datang, Bu Liana. Mari masuk," sambut dua orang wanita seumuran Mommy yang berdiri di depan teras sebuah rumah besar di hadapanku saat ini.
Aku menyapu pandangan ke sekelilingku sembari mengikuti langkah anggun Mommy memasuki rumah itu. Rumahnya besar, namun modelnya klasik dan tertinggal jaman. Rumah itu sepertinya baru saja habis direnovasi. Karena masih banyak bahan bangunan di pelataran.
Aku merangkul bahu Juno memasuki rumah. Omong-omong dimana gadis bernama Dara itu? Cie ... aku mulai penasaran. Juno tiba-tiba menyenghol lenganku yang duduk di sampingnya. Aku yang radinya sedang melihat foto bule bugil pada layar ponselku segera menoleh kesal padanya. Juno menunjuk dengan dagunya ke arah depan kami.
Sepasang netraku membulat sempurna melihat gadis yang aku lihat di ladang stroberi tadi. Gadis itu sedang berjalan menuju pada kami. Wajahnya menunduk malu-malu. Aku masih asik melihatnya sampai akhirnya dia duduk di seberangku.
"Bu Renata, Ini Dara, puteri kami."
Aku menelan saliva mendengar ucapan wanita yang tadi menggiring gadis itu duduk di antara kami. Astaga, jadi ini yang namanya Dara? Jantungku langsung bergoyang dumang saja melihatnya.