Chapter 8
Satu-satunya kekurangan dari keluarga kerajaan Louise adalah seorang penerus. Dan di satu sisi, kelahiran Adrian memecahkan semua masalah tersebut. Sebenarnya ini sedikit mencurigakan karena melihat ketulusan atau reputasi sang Raja, jelas dia tidak pernah berniat untuk memiliki seorang putra. Tapi sepertinya Vatikan dan publik akan mengerti.
"kerjakan setenang mungkin, tolong jangan biarkan ini sampai keluar publik."
Segera setelah anak itu lahir, Sang Raja tidak ingin kabar tersebut menyebar sampai ke publik karena dia adalah anak haram. Liam mengangguk seolah dia sudah mengerti artinya.
“Untuk alasan itu, aku percaya bahwa Bapa Suci Vatikan juga akan mempertimbangkannya.
“Ya, Aku harus memberitahumu bahwa iman ku masih sama kuatnya.”
Raja Arthur dengan lembut menyelesaikan percakapan itu.
"Aku harus pergi sekarang. aku berharap Yang Mulia Ratu dan Putri akan selalu sehat."
“Aku akan sampaikan pada mereka berdua.’
Raja Arthur melihat sosok pemuda kokoh yang pernah ia panggil sebagai calon menantunya itu, dan Arthur kini merasa sedikit menyesal. Kehidupan Valerie mungkin akan berbeda tanpa tekanan otoritas Kekaisaran untuk menjadi permaisuri saat itu.
Jika saja….
Tapi Arthur sangat bijaksana. Alih-alih menyesal, dia bergegas menemui bayi yang telah menjadi hal terindah di keluarga kerajaan.
***
Bulu mata anak ini sungguh sangat indah ketika dia sedang tertidur di salam box buaiannya. Faktanya, tidak ada sedikitpun dari anak itu yang tidak indah.
“Mulutnya mirip seperti kakeknya yang keras kepala.”
Madu menetes dari mata Maria. Entah karena pikiran dari orang tua Valerie, atau karena menantu laki-laki mereka yang memang sungguh sangat mengerikan, yang tidak dapat melihat mereka dengan baik, tidak terlintas dalam pikiran. Mereka hanya melihat tempat yang tampak seperti keluarga mereka sendiri.
“Itu sama seperti kau ketika kau masih kecil. Bulu matanya sangat indah dan pipinya sungguh sangat menggemaskan."
Maria sangat senang melihat putrinya yang cantik dan anak yang telah Valerie lahirkan dengan penuh pengorbanan.
“Tapi, apakah kau sudah yakin kau baik-baik saja ?”
Namun Valerie bertanya balik dengan ekspresi khawatir. Sungguh memilukan hanya untuk memikirkan bahwa kedua orang tuanya, yang tidak pernah memiliki noda sedikitpun dalam hidup mereka, akan memiliki skandal bahwa mereka telah memiliki anak di luar nikah di masa tua mereka.
“Kami sudah memutuskan.” Ucap Maria.
Mari dengan sengaja berpaling dari tatapan putrinya sambil menggoyangkan box buaian cucu pertamanya yang sangat mereka sayangi.
“Apa masalahnya tentang kata-kata orang, kita tidak perlu mendengarkan perkataan orang lain, benarkan cucuku tersayang Adrian ?”
“Tapi, Bu...”
Valerie, yang telah melalui itu semua, sangat mampu memahami rasa sakit Maria. Sang Ratu yang mengalami kegagalan untuk melahirkan seorang anak laki-laki sebagai penerus kerajaan Louise adalah kemalangan terbesar bagi wanita yang telah dipersiapkan sebagai seorang Ratu.
Valerie tidak berani menebak isi hati ibunya, karena Maria telah membesarkan putri satu-satunya, Valerie, tanpa menunjukkan emosi kesedihan tersebut.
"Tidak masalah. Memang benar aku tidak punya anak laki-laki, dan apapun yang dikatakan orang, aku tidak bisa melarang pikiran dan perkataan mereka."
"Maafkan Aku..."
Tetap saja, orang tuanya tidak goyah dengan ide itu. Mereka saling mengawasi dan melindungi keluarga kerajaan mereka. Tapi kehormatan mereka akan tercemar.
Orang-orang sekarang akan mulai menertawakan Raja Louise karena telah buta terhadap putra mereka, dan juga mereka juga akan mulai mengejek Ratu yang gagal melahirkan seorang putra. Valerie telah mempelajari bahwa betapa mengerikannya kebencian orang-orang di dalam keluarga kekaisaran.
“Valerie dengarkan ibu, kata-kata orang tidak akan pernah bisa menyakiti kita.”
Mata tajam Maria mulai beralih ke Putrinya, Valerie.
“Dan ini adalah tugas kami untuk menjaga anak cerdas dan tampan ini agar kami tidak perlu mendengar kata-kata seperti itu.”
Valerie mengepalkan genggaman tangannya dengan keras tanpa alasan karena Valerie merasa frustasi. Sekarang Valerie harus melindungi Adrian, dan dia telah bersumpah untuk tidak menunjukkan air matanya.
“Tidak peduli banyaknya orang yang berdosa hanya dengan kata-kata mereka, jika kita tidak terguncang karena hal semacam itu, masalah seperti ini akan segera menguap ke udara tanpa ada jejaknya lagi.”
Valerie tidaklah sekuat ibunya. Di keluarga kaisar, kata-kata jahat selalu mencakar hati Valerie dengan sangat keras.
Valerie melarikan diri dari tempat itu, mengatur semua lukanya, dan pergi kembali ke negeri asalnya. Jika ini adalah sebuah pertandingan, maka Valerie akan kalah jika terus menjadi pengecut.
“Yang terpenting adalah jangan pernah putus hubungan dengan keluarga kita yang penuh dengan kasih saya. Bukankah itu benar ?”
"Ya, Itu benar..."
Maria mengangguk pada putrinya dan kembali menatap Adrian dengan penuh kasih sayang di dalam box buaian.
“Aku pernah mengira jika aku adalah orang yang paling tidak bahagia di dunia ini.”
Pengakuan Valerie datang terlambat.
“Aku telah terjebak di duniaku yang kecil, dan aku berpikir seperti itu. Aku sungguh adalah seorang pecundang yang lemah di sana."
Maria menatap wajah putrinya dengan mata yang penuh rasa sakit, tetapi Valerie tidak berhenti berbicara.
"Dan selanjutnya aku mengalami kebahagiaan ini, tapi aku tidak menyadarinya. aku seperti orang bodoh."
Hidup yang sungguh tidak berarti sama saja seperti rasa sakit yang tidak harganya.
Seorang wanita bodoh yang dicap sebagai pecundang dan tidak bisa melakukan apa-apa. Seorang ibu yang lemah, yang bahkan tidak bisa melindungi anaknya sendiri, dua kali kehilangan anaknya. Kemalangan itu sudah berlalu.
“Aku bertemu dan mengenal Adrian anakku. Yang terpenting bukanlah kehormatan atau kemuliaan, yang terpenting adalah kebahagiaan saat ini."
“Aku tidak bisa benar-benar bisa mengajarimu sesuatu yang penting, tapi anak ini telah mengajarimu.”
Maria dengan hangat meraih tangan putrinya Valerie.
“Tolong ajarkan lagi pada anak ini suatu hari nanti.”
"Hmm… baiklah."
Harapan yang telah Valerie impikan kini sedang tertidur di dalam box buaiannya.
"Aku yakin aku akan bisa menjaganya."
Valerie berterima kasih kepada siapapun orang itu, karena telah mengembalikan hidupnya, karena telah memberikan kepada Valerie untuk bisa melarikan diri. Dan itu adalah hal yang sangat membahagiakan sekaligus melegakan karena dia bisa melindungi anak ini.
“Aku harus melindungi anak ini.”
Valerie tak lagi memikirkan Maximilian saat sedang menatap Adrian. Rambut hitam dan mata biru tua milik Adrian, itu bukan milik Maximilian.
Valerie menyayangi anak itu apa adanya. Tidak peduli siapapun ayahnya saat ini. Jadi Valerie melupakan mantan suaminya yang dingin itu.