Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 9

Kekosongan kursi Permaisuri dilupakan lebih cepat dari yang diharapkan.

Tapi setelah setahun, posisi itu tidak terisi juga bahkan saat musim mulai berganti. Jelas, para bangsawan dan golongan aristokrat yang mengincar Permaisuri berikutnya matanya mulai berbinar.

“Yang Mulia, Kau tidak bisa menunda lebih lama lagi.” Kepala istana dengan hati-hati berbicara kepada Max.

“Aku sudah cukup sibuk dengan tugas resmiku.” Jawab Max dengan suara dingin.

Max sedang menangani tumpukan kertas di Ruang Oval. Rutinitas setiap harinya tidak banyak berubah sejak Valerie pergi.

"Ibu Permaisuri berkata bahwa dia tidak bisa menunggu lebih lama lagi."

Dahi Max benar-benar menekuk.

“Sebentar lagi akan ada pertemuan Vatican, kurasa kita tidak harus menunda itu.”

Sekali lagi, kepala istana mempertaruhkan nyawanya untuk berbicara. Dia takut kemarahan Max akan mulai meledak. Tetap saja, dia tidak bisa diam karena Ibu Permaisuri akan langsung memanggangnya jika tidak menanyakan soal ini kepada Emperor.

"Berisik sekali."

Max menghembuskan napas dinginnya dan kembali fokus pada dokumen-dokumennya. Istana Kekaisaran memiliki banyak hal yang harus dilakukan karena wilayahnya yang sangat luas. Apalagi perbatasan wilayah tersebut belum terkelola dengan baik. Saraf Max sangat tajam karena laporan yang sering muncul tentang kemunculan mana. (Setan).

“Yang Mulia, Aku mohon padamu...”

“Aku bilang kau sangat berisik.” Mata Max terpaku pada kertas.

"Oh my. tidakkah Itu terlalu dingin untuk ibumu."

Tapi ada suara wanita anggun terdengar, bukan suara kepala istana. Max semakin menekukan kening dan mengangkat wajahnya.

"Tidak ada alasan untuk menghentikan Ibu Permaisuri untuk memasuki Ruang Oval." Ucap Kepala Istana dengan matanya yang tertuju pada Max.

“Aku tidak bisa menunggu, jadi aku yang datang kesini sendiri.” jawab Ibu Permaisuri yang juga adalah ibu kandung Max.

Max membuang nafas kasarnya, lalu memberi isyarat kepadanya untuk keluar dari ruangan itu.

"Tidak peduli seberapa tidak berperasaannya dirimu, ibumu telah datang jauh-jauh dari istana, tapi putraku tidak menunjukkan wajahnya padaku."

Ibu Permaisuri dulu tinggal di istana selatan. Biasanya, dia jarang datang ke Istana Kekaisaran. Tetap saja, dia terpaksa berjalan ke istana kekaisaran karena Max belum memutuskan calon Permaisuri berikutnya.

“Jika kau datang ke sini hanya untuk mengatakan sesuatu yang tidak penting, maaf tapi aku masih memiliki pekerjaan yang lebih penting.” ucap Max dengan kesal.

Max menatap ibunya dengan dingin dan mengalihkan perhatiannya kembali ke kertas-kertas dokumen di atas meja kerjanya. Sangat Jelas bahwa para bangsawan, termasuk Ibu Permaisuri, semuanya hanya berada di belakang layar.

“Yang Mulia, aku juga tidak ingin menjadi gangguan bagimu.”

Ibu Permaisuri mendekati meja kerjanya. Dia tidak terlalu peduli dengan sikap dingin Max. memang seperti inilah hubungan antara ibu dan anak ini.

"Jadi tolong segera isi kekosongan kursi Permaisuri."

“Kau tidak perlu terburu-buru.’

“Sudah lama sekali sejak setahun berlalu. aku akhirnya menikmati istirahat kebebasanku, tapi para bangsawan dan aristokrat tidak membiarkan aku bersenang-senangi."

Itu adalah poin utama Ibu Permaisuri. Meskipun menikmati kemewahan dan kehidupan sepenuhnya di Istana Selatan, Ibu Permaisuri tidak tahan karena dia terus berbicara tentang kekosongan Permaisuri.

“Aku sudah memilih kandidat, jadi Anda tinggal memutuskan dan memilihnya.”

Max mengangkat mata gelapnya dan menatap tepat di mata ibunya.

“Tidak, kau tidak harus memilih. Aku sudah punya calon yang cocok untukmu. Atau apakah kau akan menjadi keras kepala lagi kali ini ?” Kata Ibu permaisuri dengan sikap santai.

Mata Max dipenuhi ketidaksenangan.

“Hasil dari sikap keras kepalamu adalah sebuah perceraian dan intervensi dari Vatikan.” sambung Ibu Permaisuri.

Jika lawannya bukan ibunya, dia akan langsung berdiri dan memukulnya dengan murka. Namun Max perlahan menutup matanya dan kemudian membukanya kembali.

“Aku bilang aku tidak akan terburu-buru.”

Sigh…

Ibu Permaisuri menghela nafas pendek. Maximilian Edmund, putranya, sangat tidak berperasaan dan dingin, karena Max terbukti memang memiliki darah kekaisaran.

“Aku satu-satunya yang akan membuatmu terburu-buru. Kalau tidak, aku akan mati di tanganmu sebelum aku bisa menyelesaikan kata-kataku." Jawab Ibu Permaisuri.

Ibu Permaisuri juga terpaksa datang ke sini. Ketika Kaisar meninggal, dan putranya Max naik tahta, dia meninggalkan istana tanpa penyesalan dan menikmati hidupnya yang bebas.

“Aku menyarankan Lady Metis. Bukan karena kami satu keluarga. Dengan kata lain, jika Aku Ibu Permaisuri terlibat atau keluarganya dapat menengahi dengan Vatikan, dua masalahmu akan terselesaikan sekaligus. ”

Ibu Permaisuri sekarang mendorong keponakannya sendiri sebagai calon Permaisuri. Ibu Permaisuri sendiri sebenarnya tidak terlalu tertarik, tetapi dalam semua aspek, Lady Metis adalah pilihan terbaik. Selain itu, perkawinan sedarah juga sering terjadi di era ini.

“Siapa yang ingin menengahi Vatikan yang korup ?” Suara Fabian terdengar garang.

“Oh, bukankah itu sebabnya kau bersikeras pada Permaisuri Kerajaan Louise di mana Vatikan dan Bapa Suci memiliki hubungan dekat dengan kerajaan mereka ? Tentu saja, itulah sebabnya Vatikan bahkan mengatur perceraian kalian."

“Tidak ada gunanya menyebut masa lalu.”

“Yang ingin aku katakan adalah, ibumu ini merekomendasikan Lady Metis.”

Secara tidak langsung, ibunya mengatakan bahwa jika Max mendengarkan ibunya sejak awal, tidak akan ada masalah seperti ini. Keadaan ini sangat cocok untuk anak yang bercerai seperti Max.

"Sungguh sia-sia menghadapi Vatikan. Ayahmu Mendiang Emperor sebelumnya juga membenci Vatikan, tapi kita tidak punya pilihan selain menjaga hubungan baik satu sama lain.”

“Oh, itulah mengapa Mendiang Emperor menganggapmu sebagai Permaisuri.”

“Ya, kau tahu itu dengan sangat baik.”

Senyuman dingin datang dan pergi.

"Lagipula aku punya kewajiban."

Menjadi Permaisuri dan melahirkan Max adalah tugasnya.

"Jika kau mengisi kekosongan Permaisuri dan mempertahankan hubunganmu dengan Vatikan, aku tidak akan diganggu oleh gangguan seperti ini."

Max menatap ibunya dengan tenang, ibunya yang tidak pernah memeluknya sekalipun.

“Aku sudah menyelesaikan pembicaraanku dengan Duke of Metis. Untuk membawa calon Permaisuri dan menjaga hubungan yang mulus dengan Vatikan, Kurasa inilah yang terbaik yang bisa kita lakukan.”

Ibu Permaisuri tidak pernah memikirkan keinginan Max. Tapi dia salah, Max sekarang adalah seorang Emperor.

"Itu yang terbaik. Aku akan memberitahumu apa yang benar-benar terbaik. ”

Max mengangkat tubuhnya di depan meja. Dalam sekejap, bayangan panjang jatuh di hadapan ibunya.

“Jangan berpihak pada Vatikan yang menjijikkan di depanku. Ini peringatan !”

Suara dan semangat hidup Max yang mengerikan tidak jauh berbeda dari sebelumnya, bahkan ketika dia melawan ibunya.

“Dan buatlah sikapmu jelas. Apakah itu Lady Metis, atau Permaisuri dari Kekaisaran ini."

“Apakah 'Ibu' Anda tidak cukup ?”

Huh, Max tertawa terbahak-bahak mencemooh. Ibu, sudah lama sekali dia tidak mendengar kata itu.

“Apakah aku, Seorang Emperor, memiliki hal seperti 'Ibu' ?”

Permaisuri juga tidak sepenuhnya membantahnya. Max adalah bukti bahwa Permaisuri telah memenuhi tugasnya.

Meskipun Max adalah putranya sendiri, dia tidak pernah memiliki perasaan lebih dari itu dan tidak pernah memiliki kesempatan untuk melakukan tugasnya sebagai ibu. Selain itu, Max menjadi Emperor pada usianya yang ke enam belas tahun, dan kesempatan bagi ibu dan anak ini untuk lebih dekat telah menghilang sepenuhnya.

"Aku tidak peduli siapa yang ada di pihakmu, tapi aku harap kau tidak akan kehilangan legitimasimu atas istana kerajaan tempatmu tinggal saat ini dan biaya bulanan yang diberikan oleh keluarga kekaisaran. Apa kau paham maksudku ?"

“Ha…kita harus mengisi kursi Permaisuri ? Kecuali jika aku akan meninggalkan kursi Permaisurimu kosong untuk selamanya, inilah yang terbaik yang dapat kau lakukan."

"Aku tidak membutuhkan Permaisuri."

“Yang Mulia, ini benar sama sekali.”

Max tidak berkedip sama sekali.

“Apakah aku harus memberitahumu betapa pentingnya masalah penerus ?”

“Apakah menurutmu aku, Emperor Kekaisaran ini, akan segera mati ? atau kau mengharapkan aku mati ?”

Ibu Permaisuri segera tutup mulut kali ini.

“Apakah aku terlihat cukup putus asa untuk mencium kaki Bapa Suci yang kotor ?”

"Itu yang aku maksud…."

Max mengangkat satu tangannya. yang berarti berhenti bicara.

"Ibu Permaisuri ? Baiklah. Bawa gadis itu siapapun dia kesini.”

Itu adalah nada yang pahit.

“Jika permaisuri dapat menyelesaikan semua masalah Kekaisaran yang menumpuk seperti tumpukan gunung ini, dan dapat menjerat leher Vatikan yang licik itu, maka bawa calon permaisuri kepadaku sekarang, aku akan menyambutnya. Oh, dia juga harusnya bisa memusnahkan iblis di tepi wilayah kekaisaran.”

“Yang Mulia, jangan memaksakan diri.”

“Tidak, itulah yang harus aku lakukan sekarang. Jadi jika ada wanita yang bisa melakukan itu, bawa dia ke hadapanku. Kalau begitu aku akan menganggapnya sebagai prioritas utama."

Ibu Permaisuri memelototi Max, tetapi tidak ada pilihan lain.

“Apakah kau benar-benar akan meninggalkan kursi Permaisuri kosong seperti sekarang ? Selain itu, ada alasan mengapa kita harus memusuhi Vatikan ?”

“Apakah kau sudah bosan dengan Istana Selatan?”

"Aku mengkhawatirkanmu."

Pfft…Max, tertawa mencemooh dengan konyol.

“Khawatir ? Siapa ? kau ?”

Suara rendah Max terdengar jelas, tetapi Ibu Permaisuri tidak membantahnya.

“Jika kau memang khawatir tentang Kekaisaran, silakan jual Permata Istana Selatan dan berikan kepada Angkatan Darat. aku akan dengan senang hati menerimanya."

Ibu Permaisuri mengerutkan keningnya. Negosiasi sudah gagal.

"Aku hanya akan mundur dan aku tidak ingin mengganggu Yang Mulia."

"Kalau begitu terus lakukan seperti itu."

"Satu hal. Aku tidak tahu apakah kau akan meninggalkan kursi Permaisuri kosong, tetapi ketika kau menyapanya calon permaisuri selanjutnya, tolong perlakukan dia dengan cara keluarga Metis. Itu tidak akan menggangguku, dan Yang Mulia tidak akan terlalu menyebalkan."

Hanya bisa sejauh ini ketulusan Ibu Permaisuri.

"Sekarang kembalilah ke istana mu, dan jangan ragu untuk memikirkannya." Ucap Max.

Max yang pertama berjalan menuju pintu Ruang Oval.

"Karena aku tidak membutuhkan seorang Permaisuri."

Ibu dan putranya, yang bertemu setelah sekian lama, mengucapkan selamat tinggal tanpa sapaan lagi.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel