Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Tiga

"Valent!" gertak Kezia sambil melotot tajam pada pemuda itu. Ia kemudian segera menyeret Valent keluar dari tempat itu.

"Ada apa? Kau kesal padaku?"

Kezia memejamkan mata dan menggeleng.

"Kau pergi saja dan jangan mengganggu lagi."

"Kalau aku tidak mau, kau mau apa?"

"Kau ini benar-benar pembuat masalah, ya? Lihat saja aku akan memberitahu kelakuanmu pada ayah dan ibuku."

"Silakan saja," sahut Valent sambil tertawa lebar.

Kezia menatap pemuda itu sambil menghela napas perlahan. Terdengar suara James memanggil dia.

"Lihat saja nanti!" ancamnya pelan sambil menunjuk pada wajah Valent. Ia kemudian bergegas untuk menghampiri James.

"Hei, aku menantikan ancamanmu itu!" seru Valent yang kemudian terkekeh keras.

***

"Benar-benar menyebalkan," dumel Kezia yang telah kembali ke ruang OSIS. Gadis yang sebelumnya berada di ruang OSIS memberikan sebotol air mineral pada dia. Segera Kezia membuka dan menenggak isinya dengan cepat hingga ia terbatuk-batuk beberapa kali.

"Dia terlihat baik dan menyenangkan," ucap gadis tersebut. Kezia menggeleng.

"Itu hanya chasing-nya saja. Kak Icha, kalau kau lebih mengenalnya, kau pasti juga tidak akan tahan dengan dia."

Gadis bernama Icha Saraswati tersebut tidak menjawab dan hanya tersenyum tipis saja. Icha adalah wakil ketua OSIS dan juga teman sekelas James. Gadis itu memang selalu lembut dan baik hati.

"Mungkin sekarang kau kesal padanya, tapi nanti ...."

"Nanti apa? Dia pasti makin menyebalkan."

"Kalau ada masalah, kau beritahu saja padaku. Aku akan menangani dia," ucap James.

Raut Kezia berubah cerah. Dia berbalik dan senyum tersungging pada wajah manisnya.

"Aku akan melakukannya. Kak, kau harus membantuku, ya."

James mengangguk. Icha ikut tersenyum dan merangkul bahu Kezia.

"Sekarang kau lega, kan? Sudah, jangan marah-marah lagi."

Kezia mengangguk.

'Aku punya teman-teman yang baik. Mereka akan membelaku. Ayah dan ibuku juga. Aku tidak perlu cemas menghadapi Valent kurang ajar itu.'

***

"Bagaimana sekolahnya? Apa kau menyukainya?" tanya ayah Kezia usai makan malam. Valent mengangguk.

"Semua menyenangkan. Di sana juga semua baik."

"Baguslah, tapi kudengar kau tidak mengerjakan PR mu."

Valent melirik pada Kezia yang duduk di samping ibunya. Gadis itu balik pada pemuda tersebut.

"Ada yang tidak kumengerti jadi aku tidak bisa mengerjakannya," ucap Valent sambil tersenyum sekilas. Kezia terus menatap tajam.

"Kau bisa meminta Kezia untuk membantumu. Kau bisa 'kan, Zia?"

Valent melirik pada ayah Kezia. Memberi isyarat pada gadis itu untuk menjawab pertanyaan ayahnya. Namun Kezia terus saja menatap tajam pada Valent seolah tidak mendengar.

"Zia, Zia, ZIA!!!" panggil ayah Kezia dengan agak keras pada akhirnya. Zia barulah tersadar dan menoleh pada beliau.

"Ada apa, Yah?"

"Kau ini bengong saja dari tadi sampai tidak mendengar. Kau harus membantu Valent mengerjakan PR."

"Tapi ...."

"Masih mau membantah? Ayah tidak mau gurumu menelepon lagi dan memberitahu kalian membuat masalah."

Kezia menghela napas berat dan mengangguk. Ia tidak ingin membantah ayahnya. Lelaki itu memang penyabar dan jarang mengumbar amarah, tetapi saat marah, Kezia bisa kehilangan kesenangannya yaitu uang saku dia yang akan dipotong atau bahkan tidak diberi uang saku sama sekali.

Kezia kembali melihat pada Valent yang melempar senyum kemenangan padanya.

'Kau pikir kau yang menang? Aku yang memenangkan permainan bodohmu ini. Kau bahkan mungkin tidak akan bisa tinggal lagi di sini.'

***

Kezia mengetuk pintu kamar Valent. Pemuda itu segera membuka.

"Ada apa?"

"Kita akan mengerjakan PR. Aku akan membantumu."

"Oh, tapi aku sibuk."

"Apa maksudmu?"

Valent menunjukkan stick game di tangannya. Kezia menatap tajam pada pemuda itu.

"Apa kau ingin terus membuat masalah denganku?"

Valent bersidekap dan mengangguk sambil tersenyum.

"Itu benar. Aku ingin membuat masalah denganmu."

"Kenapa?"

"Karena aku kesal padamu jadi ini adalah caraku membalas dendam padamu."

"Aku membuatmu kesal? Kau bahkan yang terus membuatku kesal. Harusnya aku yang membalas dendam padamu."

"Itulah masalahnya. Kau bahkan tidak ingat kalau pernah membuatku kesal."

"Apa maksudmu?"

"Sudah ya, aku main game dulu," ucap Valent sambil kemudian kembali masuk dan hendak menutup pintu. Namun Kezia menahan pintu tersebut.

"Kau terus saja mencari masalah. Jangan pernah mencariku untuk membantumu lagi."

Valent tersenyum tipis dan menggeleng. Ia kembali mendorong pintu kamar tersebut. Kezia tidak lagi menahan dan pintu tersebut di depan dia.

***

"Bagaimana? Kau sudah membantu Valent?" tanya ayah Kezia.

"Dia asyik main game. Nggak mau dibantu," sahut Kezia.

"Siapa bilang tidak mau? Aku tadi hanya sibuk membereskan peralatan game aku, tapi kau malah langsung marah dan berkata tidak mau membantuku," ucap Valent yang baru keluar dari kamar sambil membawa buku-buku pelajaran.

Mata Kezia sontak melotot menatap pada pemuda itu. Bisa-bisanya berbohong dan memutarbalik dengan begitu mudah.

'Tapi Ayah pasti tidak akan percaya padanya.'

"Zia, kenapa kau bertingkah seperti ini?" tegur ayahnya sambil menatap Kezia.

"Ayah, bukan seperti itu. Dia ...."

"Kau harus membantu Zia. Jangan membuat masalah lagi."

Kezia bengong dengan mulut terbuka lebar. Ia sungguh tidak bisa berkata-kata. Bagaimana bisa ayahnya bahkan lebih percaya pada perkataan Valent?

***

"Apa yang kaulakukan pada ayahku?" tanya Kezia yang duduk di samping Valent. Buku paket matematika terbuka di depan mereka. Namun Kezia tidak ingin membahas itu.

"Bagaimana mengerjakan rumus turunan yang baru diajarkan itu?"

Kezia sontak berdiri dan menggebrak meja dengan keras.

"Jawab dulu pertanyaanku. Jangan mengalihkan pembicaraan!"

"Zia, ada apa ribut-ribut ini?" tanya ibunya sambil melihat pada Kezia dan Valent bergantian.

"Tidak ada apa-apa, Tante. Kezia hanya kesal saja karena saya tidak bisa-bisa diajari," jawab Valent.

"Zia, kau harus lebih sabar. Kalau sama marah-marah, yang diajari juga nggak bisa-bisa."

Kezia kembali duduk sambil melihat pada Valent yang menyunggingkan senyum manis.

'Ada apa ini? Kenapa ayah dan ibu malah lebih percaya pada Valent daripada padaku?'

"Ayah dan ibumu tahu kalau aku anak baik, tidak sepertimu," ucap Valent seolah menjawab pertanyaan yang ada dalam Kezia. Kezia tidak menjawab. Ia hanya melotot kesal pada pemuda itu.

***

"Ini salah. Kau sengaja 'kan mengajari yang salah?" tukas Valent sambil menatap Kezia.

"Kalau kau tahu salah berarti kau bisa mengerjakan sendiri. Tidak perlu aku mengajari," sahut Kezia. Dalam hati, ia bersungut kesal. Sengaja memberitahu cara mengerjakan yang salah agar Valent kena batunya dan dimarahi guru. Namun ternyata pemuda itu mengetahui hal tersebut.

"Kalau menurutmu itu cara yang benar, ya tidak apa-apa, biarkan saja. Kalau guru bertanya, aku akan berkata kau yang mengajari."

Kezia menutup buku dan menatap tajam pada Valent.

"Apa sih yang kau mau?"

"Aku ingin kau sering menemaniku dan kita bisa akrab seperti dulu."

"Seperti dulu? Aku bahkan tidak pernah mengenalmu."

"Kau melupakan aku. Karena itu aku akan terus di dekatmu dan membuatmu ingat padaku lagi."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel