Chapter 4 : Kiss You
"Jadi, apa kau benar-benar akan berangkat besok?"tanya Clarissa menatap wajah pria yang kini ada di hadapannya. Ia merasakan usapan lembut dari jemari pria tersebut di rambutnya.
"Ya, aku di awasi."
"Kau di perlakukan seperti anak kecil oleh mommy mu itu, harusnya kau bisa memilih jalan hidupmu sendiri,"balas Clarissa sambil mengeluh kasar.
"Ini hanya sampai keadaan mommy membaik. Akan ku pastikan menceraikan gadis itu dan menyingkirkan nya!"balas Allan tegas. Ia mengulum bibir mencoba meraih sudut wajah kekasihnya. Allan menciumnya pelan hingga Clarissa membalas cepat.
Tap!!
"Kenapa?"tanya wanita itu saat Allan mendadak melepas ciumannya dan menjauh.
"Tidak, aku harusnya menyelesaikan pekerjaan sebelum berangkat,"Seketika pria itu turun dari ranjang nya, meninggalkan Clarissa begitu cepat menuju ruang kantor yang ada di mansion nya.
Pria itu sengaja, melewati kamar Emily yang saat ini tertutup begitu rapat. Allan berhenti sejenak, mencoba menoleh ke belakang dan memastikan bahwa Clarissa tidak mengikutinya hingga saat ini, lalu membuka pintu kamar itu sesukanya.
"Emily!"panggilnya dengan nada sarkas sambil memerhatikan ruangan yang tampak kosong, tidak ada satu tanda pun kehadiran wanita tersebut di sana.
"Sir, maaf. Nona Emily sudah keluar sejak tadi pagi,"seseorang maid terdengar mengusiknya, ia mengerutkan kening dan mencoba mencari tahu.
"Apa? Keluar?"tanya Allan sambil menyilang kan kedua tangannya di dada. Menatap tanpa berpaling dari maid tersebut.
"I-iya sir, nona Emily ingin aku menyampaikan pesan ini padamu!"balas maid itu terbata.
"Sialan! Dia pikir mansion ini—"umpatan Allan terhenti saat mendengar suara supercars memasuki halaman nya sayup. Pria itu segera masuk ke kamar Emily dan mendekati kaca. Ia bisa memerhatikan jelas halamannya dari tempat itu.
"Terimakasih karena kau sudah menemaniku, Emily. Akhir-akhir ini cukup sulit."ucap seorang pria menatap jelas wajah lembut yang di miliki gadis itu.
"Tidak masalah Louis, aku senang bisa membantumu. Lagipula aku bosan berada di mansion ini,"balas Emily tampak santai.
"Apa suamimu tidak keberatan? Bagaimanapun kita pernah menjalin hubungan yang serius,"balas Louis ekspresif membuat gadis itu tersenyum.
"Aku harap tidak, lagipula kita sekarang menjadi teman. Ah- bukan sahabat. Lebih baik begitu,"ucap Emily sambil melempar senyuman berkali-kali. Ia menarik syal yang membungkus lehernya sedikit tanpa sadar hingga pria tersebut menyadari sesuatu hal lainnya setelah luka yang ada di kepala gadis itu.
"Kenapa lehermu?"tanya Louis sambil menarik syal itu dan mendekat untuk memeriksa Emily.
"Ah tidak ini hanya—"
"Emily.. Apa Allan melakukan sesuatu padamu?"tanya Louis membuat gadis itu terdiam sejenak. "Emily!"panggilnya lagi dengan tidak sabar saat mata gadis tersebut berpindah arah.
"Tidak. Allan tidak melakukan apapun, ini hanya—"
"Emily, jangan membohongiku!"potong Louis dengan nada cepat. Ia semakin mendekati gadis itu hingga kedua pandang mata mereka beradu dekat.
"Louis... Aku..."mendadak pria tersebut menciumnya, merenggut lembut bibirnya yang basah akibat lip balm. Kejadian itu terlihat jelas di mata Allan, ia mengepal tangan begitu kuat lalu memutar tubuhnya sangat cepat. Ia harus segera turun.
"Louis, apa yang kau lakukan!"Emily tersentak, ia menatap tajam wajah pria tersebut lalu memalingkan pandangan ke arah lain. Seketika, ia menekan kunci mobil dan keluar dari tempatnya.
"Emily!!"suara Louis melengking, ia mencoba memberi penjelasan atas aksinya yang keluar tanpa sengaja. Emily diam, tidak menghiraukan sedikitpun panggilan dari pria itu. Ia hanya terus melangkah menaiki tangga hingga masuk ke dalam mansion sambil menutup mulutnya.
Saat kakinya melangkah di area living room, Emily menaikkan mata dan mendadak menghentikan langkahnya yang terasa begitu berat. Allan berjalan mendekatinya dengan tangan terkepal.
"A-alan..."
"Dari mana saja kau, pelacur!"bentaknya sarkas sambil menarik syal yang menggantung di leher gadis itu.
"Allan aku—"
Brakk!!
Pria itu kembali mendorong nya kebelakang sangat cepat membuat Emily tidak mampu menahan tubuhnya sedikitpun. Ia terjatuh ke lantai sangat cepat dan berguling di atasnya, rasa sakit yang menghujam di tubuh gadis itu bertambah. Emily bahkan tidak sanggup mengeluarkan sepatah katapun untuk mengekpresikan rasa sakit nya.
"Sialan! Kau membuatku muak!"pria itu mengapit tubuh gadis itu dengan kakinya lalu menarik kembali tubuh lemah Emily dan melemparkan kembali ke sofa hingga tubuh gadis itu terpantul di atasnya.
"Allan. Tolong.. Jangan lakukan ini padaku!"pinta Emily sambil memundurkan tubuhnya. Ia melihat tubuh kuat Allan pria tersebut mendekat dan mencoba menarik kedua kakinya.
"Allan sakit!!"Emily merintih saat pria itu menggigit kuat sudut pahanya hingga berbekas. Ia berteriak kencang mencoba melepaskan diri.
"Aku tidak akan mengampuni mu kali ini, agar kau tahu apa status mu sekarang!"tukas Allan lantang. Seketika ia lupa bahwa Clarissa ada di mansion nya. Perhatian pria itu bertumpu pada Emily yang kini ia ciumi dengan kasar. Allan melumat bibir lembut gadis itu, mengaitkan lidahnya sangat lincah di dalam mulut Emily tanpa henti.
Seketika gadis itu meremas-remas tiap helai rambut Allan dengan kedua tangannya. Ciuman Allan terlalu dalam, sulit untuknya meloloskan diri. Emily berontak, namun aksi itu semakin membuat Allan terbakar. Ia gerah!
Emily mendorong kuat tubuh pria itu dan akhirnya ia melepas tangannya dari kepala Allan. Ia mencari-cari sesuatu yang ada di dekatnya.
Tap!!
Emily, meraih sesuatu. Hanya sebuah pena dan ia yakin benda itu cukup untuknya. Emily menelan saliva, menarik napasnya sekali lalu menancapkan pena itu di bahu Allan sekuat nya hingga pria itu langsung mengerang hebat.
"Argghh!!! Bitch!"pekik nya sambil menaikkan tubuh dan memegang pena yang menancap di tubuh nya. Emily menendang perut pria tersebut hingga seketika Allan terjungkal ke belakang. Ia bergerak, berlari dari tempat itu agar bisa lolos. Emily masuk ke kamarnya dan mengunci diri di dalam sana, ia ketakutan. Tubuhnya bergetar hebat akibat hal ini.
_______________________
"Kenapa kau bisa seperti ini?"tanya Clarissa mencoba menyentuh bahu polos pria itu dengan ujung jarinya.
"Kau harusnya pulang, aku ingin istirahat!"balas Allan dengan nada mengusir. Ia mengeluh pelan, di otaknya saat ini hanya ada Emily. Satu-satunya wanita yang memperlakukan dirinya begitu buruk.
"Hm.. Baiklah.. Aku mencintai mu Allan,"Clarissa menelan ludah menyadari apa yang ia katakan adalah suatu kebohongan besar. Ia mengusap rambut lebat pria itu dan mengecupnya pelan lalu melangkah ke arah pintu untuk menjauhi pria tersebut.
"Clarissa!"panggil Allan dengan suara lantang saat wanita itu nyaris menutup pintu kamarnya, ia berhenti lalu memutar kepalanya kembali.
"Aku benar-benar tidak menyukai Emily, gadis itu memuakkan. Ia hanya menginginkan harta benda keluarga ku dan kau adalah wanita yang aku cintai,"celetuk Allan dengan suaranya yang nyaring. Clarissa langsung tersenyum simpul, ia mengeratkan tangannya di pintu lalu melihat Allan melangkah ke arahnya pelan-pelan.
"Aku tahu, kau tidak pernah memperlakukan ku begitu buruk."
"Tapi aku suka hal-hal kasar, aku lebih bergairah,"balas pria itu sambil melekatkan tatapannya pada wanita itu.
"Allan apa maksud mu?"
"Aku penasaran dengan sesuatu yang sulit aku dapatkan. Aku ketagihan dengan bibirnya,"pria itu berbisik kembali membuat kening Clarissa mengerut.
"Allan apa kau—"pria itu menciumnya, mencoba memastikan.
"Kau tidak ada rasanya,"tukas Allan saat melepas ciumannya barusan. Singkat dan begitu kosong.
"Aku harus pulang!"Clarissa mendorong tubuh tersebut. Ia mengepal tangan tanpa tahu apa yang sedang di bicarakan Allan lalu melangkah sesegera mungkin untuk menjauh.