Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 3 : Please, don't!

Allan berdiri tegap, tepat di belakang Emily yang tengah memilih pakaiannya. Gadis itu mencari sesuatu yang nyaman seperti pakaian sebelumnya. Sudut mata Allan langsung tegas memerhatikan seluruh guratan tubuh yang naked di depannya. Mulus dan langsung membuatnya tergoda.

Ia melangkah pelan, mendekati gadis itu tanpa melepaskan sedikitpun pandangannya. Hingga satu keharusan yang mendadak muncul dalam benak pria itu untuk menyentuh sudut pinggul polos yang tersaji di depannya.

Emily langsung terdiam, ia menelan saliva yang begitu menumpuk, takut untuk mencari tahu sosok yang begitu berani menyentuhnya. "Kau ingin bercinta, dengan suami mu?"

Deg!!

Jantung Emily langsung memompa cepat, matanya penuh dan bulat menatap isi walk in closet yang ada di depannya. Tangan Allan semakin berani, pria itu menyentuh kedua puncak dadanya dan meremas begitu kuat.

Emily langsung mendesah, takjub dengan rasa nikmat yang baru pertama kali ia rasakan. Kepalanya terdongak tinggi hingga mengenai Allan yang tidak mengenakan atasan.

"Allan!"Emily berbisik, membuat pria itu bangga karena begitu mudahnya ia membawa Emily dalam permainan yang masih begitu santai. Ia menyentuh kedua pinggul gadis itu kembali dan mendadak memutar tubuh Emily agar mereka bisa saling berhadapan. Lantas, Allan langsung menyambutnya dengan ciuman kasar hingga tanpa di sadari Emily melangkah, mengikuti gerakan pria itu hingga ia terlempar ke atas ranjang.

Tap!! Emily menelan saliva, ia memerhatikan pria itu mulai rakus mendekatinya. Namun, saat itu juga kewarasannya muncul. Emily beringsut mencoba menjauhkan diri sebelum pria tersebut menindihnya.

"Mau kemana kau!"Allan bicara sarkas. Ia menangkap kedua tangan gadis itu dan menekannya kuat ke dasar ranjang.

"Allan... Sakit! Tolong, jangan!"Emily bergetar, tubuhnya mendadak dingin dalam hitungan detik bersamaan kepalanya yang semakin pusing.

"Kau akan menikmatinya, Emily. Anggap saja, ini hal terbaik yang bisa aku lakukan untukmu!"Allan mengedarkan pandangan di tubuh polos gadis itu lalu menelan ludah. Sungguh, gairah yang ia miliki saat ini memuncak tinggi. Jauh berbeda saat ia tidur dengan Clarissa atau gadis-gadis sebelumnya.

"Tidak! Aku tidak—"Emily menggantung kalimatnya saat sebuah ciuman mendarat di bibirnya. Allan mengasari nya, tanpa memikirkan luka jahitan yang bahkan masih begitu perih. Rasa sakit itu lebih mendominasi di kepalanya.

"Allan... Jaaa....ngann!"wanita itu menolak, ia menaikkan tangannya ke atas berharap cengkeraman pria itu lepas. Namun, usahanya sama sekali tidak mendapatkan hasil. Pria itu malah semakin bergairah, ia seperti mendapatkan perlawanan. Gairah yang tidak pernah bisa ia rasakan bersama gadis atau wanita manapun.

"Allan.. Aku mohon!!! Berhentilah!"suara Emily semakin parau, air matanya mulai menggenang. Pria itu semakin turun ke lehernya bahkan meninggalkan beberapa gigitan kecil di sana.

"Emily!!!!!" suara Allan melengking keras, ia melepas cengkeramannya saat merasakan penolakan yang sangat total dari gadis tersebut.

"Aku takut!"tukas Emily sambil menutup dadanya yang terekspose. Ia merasa begitu tidak berarti, walaupun status mereka sah suami-istri.

"Kau tinggal buka lebar paha mu di hadapan ku seperti kau membukanya pada orang lain!"

PLaakkk!!!

Emily kembali memberikan tamparan yang sangat keras di wajah Allan. Ia merasa terhina, sudut matanya yang basah berubah tegas. "Jangan menghina atas apa yang tidak pernah aku lakukan!"Emily mencoba membela diri. "Aku bukan seperti yang kau katakan!"sambungnya saat sorot mata pria itu beralih kembali padanya.

"Kau berani melawan ku?"tanya Allan sambil mengeratkan kedua tangannya. Ia mendengus tanpa melepaskan sedikitpun pandangannya.

"Aku hanya ingin membela harga diri— Ahgggg!!"suara Emily mendadak berubah, ia membulatkan mata saat merasakan napasnya langsung menipis. Allan mencekiknya kuat, ia menjelma menjadi pria yang sama sekali tidak memiliki hati.

"Berapa uang yang kau butuhkan agar aku bisa memasukkan p****s ku ke dalam milikmu!"tanyanya sarkas sambil menekan leher gadis itu semakin dalam, hingga Emily harus berusaha melepaskan diri. Gadis itu berusaha menggerakkan seluruh tubuhnya, bisa apa Emily saat ini? Ia hanya gadis 19 tahun, bahkan sekolahnya terputus hanya sampai di sekolah menengah. Nasibnya tidak seberuntung Catherine Kate, saudari perempuannya yang selalu ingin lebih dan lebih itu berhasil menyelesaikan kuliahnya.

"Jawabbb!!! Suara Allan menadadak melengking kembali, ia sedikit melonggarkan cengkeraman. Menunggu jawaban dari gadis tersebut.

"Tidak! Aku tidak butuh sepeserpun uang mu,"jawab Emily lemah.

Tok tok tok!!!!!

Seseorang mengetuk pintu kamar Emily membuat kedua mata mereka bertemu. Entah, siapa yang ada di luar sana, sudah pasti ia berhasil menyelamatkan nyawa Emily.

Allan menatapnya sinis lalu menyentak kasar leher gadis itu di kasur hingga Emily merasakan kembali luka jahitnya seakan terbentur benda keras.

Allan menuruni ranjang, ia membiarkan tubuh naked itu mencari selimut untuk menutupi bagian tubuhnya. "Kemas barang mu untuk keberangkatan ke Italia,"ucapnya tegas sambil membenarkan bawahan yang tampak kacau. Allan merasa sesak, ingin di puaskan sekarang juga. Sialnya, semua kacau sekarang.

Emily menangis lirih, ia mengintip punggung Allan mulai menjauhinya hingga pintu kamar terbuka.

"Sir, maaf aku mengganggu.. Akuu.."

"Minggir!"Allan membalas malas, ia merasa sangat marah sekarang. Jika bisa, kepala maid yang ada di depannya saat ini ia pecahkan.

Seketika maid tersebut mundur, membiarkan Allan lebih dulu melewatinya. Ia melangkah pelan menuju kamar yang ada di mansion tersebut.

"Sial! Gadis itu membuat ku frustasi!"Allan mengeluh kasar, ia menempatkan dirinya di kasur king size yang ada di kamarnya lalu merebahkan diri begitu saja.

Allan mengulum bibir, mengingat sentuhannya di tubuh Emily. Ini tantangan besar untuknya, hanya gadis itu yang menolaknya begitu keras. Rasa penasaran yang ada di benaknya mendadak meningkat.

"Apa Emily benar-benar masih—"Allan menatap datar langit-langit kamarnya, memikirkan banyak hal sekarang. Perlahan ia mengangkat tangan lalu menyentuh lembut bibir tebalnya.

"Ciuman gadis itu menggoda,"pikirnya semakin lama. "Sial, aku tidak harus memikirkannya hingga sejauh ini, ayolah Clarissa lebih baik, aku mencintai wanita itu,"pikir Allan kembali sambil melepaskan napas pelan dari mulut. Ia memiringkan tubuh lalu menutup mata untuk menuju ke alam mimpi.

Sementara Clarissa tengah menyelingkuhi nya, membiarkan dirinya naked di bawah kuasa pria lain berjam-jam. Ia bahkan melakukan itu di Penthouse yang di berikan Allan untuknya.

"Kapan kau meninggalkan Allan?"tanya Klaus sambil merebahkan tubuh di samping wanita itu. Ia menatapnya tegas mencari jawaban.

"Sabarlah. Aku masih perlu uang nya, kita bisa menikmatinya bersama, Klaus."

"Aku cemburu, kau lebih mementingkan pria itu,"tukas pria tersebut seakan tidak ingin tersaingi.

"Dia akan pergi ke Italia selama dua bulan, kita bebas melakukan apapun di sini, jika aku lebih mementingkan nya, maka sekarang aku lebih memilih tinggal di mansion nya,"balas Clarissa renyah. Ia mengeluh lalu menaikkan tubuh untuk mencari sesuatu yang ada di dalam nakas.

"Kau masih merokok?"

"Hanya saat aku bosan!"

"Jadi kau sedang bosan?"tanya Klaus dengan wajah penuh tanya.

"Aku hanya berpikir, bagaimana jika kita ketahuan. Aku selingkuh dengan temannya sendiri, rekan kerjanya."

"Jangan di pikirkan, itu tidak penting. Kemari lah, buang rokok mu!"perintah Klaus membuat wanita itu mengangguk lalu menekan sisanya di asbak kaca yang tersedia di sampingnya.

"Aku mencintai mu, Klaus."Clarissa mendekat, ia memeluk pria itu erat lalu mendaratkan ciuman di bibir yang tampak begitu merekah. Mata pria itu biru terang, menajam ke arahnya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel