Chapter 5 : Amber Eyes
Emily beranjak bangun dari tempat tidurnya, seseorang mengetuk pelan kamar yang sejak tadi malam ia kunci rapat. Gadis itu mengeluh pelan, beranjak menuju pintu sambil memasang pakaian tipis di tubuhnya.
Ceklek!
Suara pintu kamar terdengar pelan, mata amber gadis itu menangkap satu pemandangan yang santai. Tidak ada Allan di sana, hanya seorang maid yang berdiri tegap menatapnya bulat.
"Nona, seseorang ingin menemui mu. Aku meminta nya masuk tapi—"
"Siapa?"tanya Emily cepat, ia mengikat kedua simpul tali yang menggantung di kedua sudut pinggulnya erat tanpa melepaskan pandangannya sedikitpun.
"Aku tidak tahu, katanya, ia harus menemui mu nona!"celetuk wanita itu lagi sambil mengeluh pelan. Ia takut, bagaimana jika Allan tahu, bahwa seseorang yang ingin menemui istrinya itu seorang pria. Seluruh maid tahu, bagaimana kondisi rumah tangga Allan dan Emily yang tidak sehat. Namun, mereka memilih bungkam dari pada harus keluar daru mansion tersebut.
"Baiklah, aku akan menemuinya,"Emily memajukan tubuhnya, berputar sejenak untuk menutup pintu kamar lalu melangkah segera. Ia nekat.
Emily melangkah pelan, menuruni 11 anak tangga untuk sampai ke living room. Sejenak, Emily berhenti melangkah dan memerhatikan pintu kamar Allan masih tertutup rapat. Ia penasaran, berharap bisa kembali ke kamarnya sebelum keberangkatannya ke Italia hari ini.
"Ah aku harus cepat!"seketika gadis itu kembali melangkah menuju entrance hall
di mana tamunya menunggu.
"L-Louis. Kenapa kau ke- sini?"tanya Emily dengan suara terbatas. Ia mengerutkan kening mendorong pria tersebut lebih jauh sambil menoleh ke dalam ruangan.
"Emily aku—"pria itu menggantung kalimatnya, ia mengerutkan kening melihat wajah Emily tampak memar, sementara leher yang semalam ia tutupi syal tercetak jelas warna kemerahan yang perlahan membiru.
"Emily apa yang terjadi dengan mu!"tukas Louis mencoba menyentuh wajah gadis itu dengan ujung jarinya.
Tap!!
"Jangan menyentuhku, ini tidak benar!"balasnya dengan nada kecewa sambil menepis tangan pria tersebut.
"Emily kau terluka. Kepalamu bocor, wajah mu lebam dan—"
"Aku hanya jatuh, sudah aku katakan padamu semalam,"celetuk gadis itu cepat.
"Emily aku bukan orang bodoh, ini luka bekas pukulan. Lehermu merah! Apa Allan yang melakukannya?"tudingnya curiga membuat mata amber Emily berhadapan padanya.
"Louis ini bukan urusanmu."
"Jadi benar! Pria itu memukuli mu?"celetuknya langsung dengan perasaan kecewa.
"Louis tolong, pergilah! Jangan menambah masalah ku, aku—"gadis itu menggantung kalimatnya kembali saat Louis menangkap tangannya dan meremas begitu kuat.
"Emily. Kau tidak seharusnya hidup seperti ini, aku bahkan terpaksa melepas mu. Allan tidak bisa memperlakukan mu seburuk ini."Louis menatap wajah gadis itu lekat. Sungguh kulit mulus Emily rusak, tercetak jelas luka dan memar yang di berikan Allan sejak pertama kali mereka menikah.
"Louis aku—"
"Emily... Dengarkan aku! Jangan jadikan dirimu tumbal dari amarah seseorang. Pria itu sama sekali tidak mencintai mu, Allan—"
Brakk!!!!
Tiba-tiba sosok yang tengah mereka bicarakan itu muncul, ia mengirim satu tinju yang sangat kuat di wajah Louis begitu keras hingga tubuh kuat pria itu terpental ke belakang mengenai kursi yang ada di entrance hall.
"Allan!"pekik Emily saat melihat pria tersebut menangkap kerah pakaian Louis dan meninju wajah pria tersebut brutal.
"Brengsek! Beraninya kau datang ke mansion ku!"Allan menerima perlawanan, Louis mencoba mendorong nya dan menaikkan lutut ke atas hingga mengenai punggung pria itu, ia memutar posisi mereka hingga kini Allan yang berada di bawahnya.
"Kau pengecut! Bisa-bisa kau melukai Emily,"Louis membalas pukulan Allan tepat mengenai sudut pelipisnya hingga darah langsung keluar tanpa kompromi.
"Lepas brengsek!"pria itu menghantam perut Louis, meninjunya keras hingga pria itu langsung terjatuh dari tubuhnya. Kesempatan!
Allan bangkit, ia berdiri dan menangkap kerah pakaian pria tersebut lalu meremasnya begitu kuat. "Jika kalian ingin selingkuh, jangan lakukan di mansion ku! Sialan!"
Allan melempar pria itu ke tembok sangat keras, lalu membenturkan kepala Louis di sana hingga berdarah. Louis lemah, kepalanya mendadak pusing seketika akibat benturan kuat itu.
"Allan, berhenti!"Emily mendekat, ia menarik kuat tubuh Allan, mencoba melerai pertengkaran yang semakin brutal.
"Minggir kau pelacur!"bentak Allan sambil mendorong gadis itu begitu kuat hingga Emily langsung terjatuh.
"Ahhh!!! Sakit!"Emily mendesis hebat saat merasakan perutnya membentur keras sudut kursi besar yang terbuat dari rotan.
"Allan!!"panggilnya pelan merasa napasnya mendadak sesak. Ia memegang perutnya dengan kedua tangan dan mencoba mengambil napas sebanyak mungkin.
"Brengsek!"Allan membentur kepala Louis di tembok sekali lagi hingga pria itu langsung jatuh pingsan. Ia melepas pautannya dan memutar tubuh untuk melakukan sesuatu pada Emily.
"Allan... Sakit!"Emily berbisik pelan, ia menatap penuh harapan tanpa melepas pandangannya sedikitpun. Emily begitu menderita, ia berguling di lantai untuk mengurangi rasa sakit yang semakin terasa begitu menyakitkan.
"Emily...."Allan menelan ludah, ia mendekati gadis itu dengan suara parau.
"Allan.. Sakit! Tolong!"suara Emily semakin parau, air matanya jatuh semakin deras. Pria itu langsung mengangkat tubuhnya, menggendong kuat lalu membawanya masuk kembali ke dalam mansion. Sungguh, kali ini Allan tidak bisa mengabaikan permintaan Emily begitu saja.
"Gina!"Panggilkan dokter sekarang!"suara Allan melengking tinggi, memanggil salah satu maid kepercayaan nya sambil merebahkan tubuh Emily di atas sofa.
"B-baik sir!"wanita itu memutar langkahnya, menangkap telpon IP yang ada di sudut ruangan dan segera melakukan perintah.
Allan tidak biasanya, ia khawatir bukan main saat melihat wajah Emily yang tampak begitu lemas. Gadis itu meremas perut nya, menutup mata dan masih berharap rasa sakitnya akan menghilang.
____________________
"Bagaimana?"Allan melipat kedua tangannya, menatap angkuh dengan rasa khawatir yang tinggi.
"Aku sudah memberinya obat analgetik, jika keluhan semakin memberat selama beberapa hari, lakukan pemeriksaan lebih untuk memeriksa organ dalam. Aku harap ini hanya nyeri yang di timbulkan otot perut!"jelas dokter wanita yang memiliki rambut hitam pekat itu sambil mengulum bibirnya, menatap wajah Emily yang pucat dan luka yang ada di tubuh gadis itu.
"Baiklah, terimakasih!"jawabnya lembut sambil berusaha menggerakkan tubuhnya yang terasa kaku.
"Kapan terakhir kali kau menstruasi?"tanya dokter itu dengan wajah penasaran.
"Aku baru selesai empat hari lalu,"jawab Emily dengan suara pelan dan melirik ke arah Allan.
"Apa kau mengkonsumsi pil pencegah kehamilan?"tanyanya lagi membuat wajah Allan berubah.
"Ah tidak! Aku tidak pernah melakukan hubungan intim,"balas Emily membuat dokter tersebut langsung diam dan sedikit memahami sesuatu yang tidak beres terjadi di dalam rumah tangga gadis yang ada di depannya saat ini.
"Maaf, aku hanya ingin memastikan sesuatu. Semoga semuanya baik-baik saja, ingat! Langsung periksakan dirimu jika rasa sakitnya tidak berkurang!"dokter itu tersenyum, ia melihat Allan mendekat dan duduk di susut sofa di mana Emily masih berbaring tenang.
"Baiklah, aku permisi dulu kalau begitu!"ucapnya sambil meletakkan beberapa alatnya kembali di dalam tas kerja yang ia miliki.
"Ya! Aku akan mentransfer uang mu,"balas Allan datar sambil melihat wanita itu mengangguk paham.
"Makan obat mu dengan benar. Habiskan!"sambung wanita itu dengan nada penuh perintah, ia berdiri dan langsung melangkah keluar mansion.
"Aku akan menelpon mommy untuk menunda keberangkatannya kita ke Italia."
"Tidak! Kau tidak perlu melakukannya!"
"Emily kau sakit,"ucap Allan tanpa ekspresi. Sejak kapan ia peduli pada gadis itu, terlebih apa yang sedang di alami Emily itu adalah ulah nya.
"Jika kau melakukan itu, mommy akan curiga. Aku tidak punya alasan untuk menjelaskan luka-luka ini padanya."sindir Emily membuat Allan diam. Ia mengedarkan pandangan, baru menyadari bahwa perlakuannya sangat tidak bisa di toleransi. Ia melukai Emily tanpa alasan, tanpa peduli.
"Baiklah,"ucapnya pelan sambil melihat gadis itu mulai berusaha bangkit dari tempatnya.
"Ahhh!!"Emily mendadak memegang perutnya kembali, ia nyaris terjatuh dan Allan yang berada tidak jauh darinya, langsung menangkap kuat tubuh Emily yang ringan.
"Emily.."Bisik Allan keluar secara spontan. Ia memeluk gadis itu erat lalu menaikkan pandangan ke atas hingga pandangan mereka bertemu.
Tap!!
Keduanya sangat dekat, Allan bahkan bisa melihat berapa indahnya warna mata Amber yang di miliki gadis itu, berpadu cantik dengan bulu halus yang menggantung di kelopak mata sayu dan cekungan bulat. Sempurna!
Allan menurunkan pandangan, mengintip dekat ke hidung lancip milik Emily dan terhenti di bibir yang sedikit terbuka. Bibir yang selalu terlihat basah dan merekah.
"Kita harus berangkat kan?"tanya Emily pelan dengan nada takut lalu menggigit bibirnya begitu sensual. Tingkah nya mampu membuat Allan begitu ingin melumatnya.
"Allan.. Aku belum mandi!"sambung gadis itu polos, sungguh kalimatnya barusan begitu mengganggu. Allan melepas pelukannya, sadar dari apa yang baru saja ia lakukan.
"Cepat! Persiapkan dirimu dalam empat puluh menit. Kita akan segera berangkat denga private jet milikku!"ucap Allan dengan suara parau lalu beranjak menjauh dari gadis itu.
"Allan bagaimana Louis. Sungguh aku tidak—"
"Akan ku bereskan!"potong nya sambil melirik ke salah satu pengawalnya dan melangkah menjauhi Emily.