Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2 Lihat, Siapa yang Datang!

Bab 2 Lihat, Siapa yang Datang!

Gara melihat rajutan alam hijau yang membentang luas sejauh mata menandang di depannya. Angin sepoi-sepoi menampar kulit Gara yang kini telah bermandikan sedikit peluh.

Tanpa di duga, enam tahun telah berlalu pasca perceraiannya dengan Anggita. Sejak saat itu pula, Gara tidak pernah bertemu dan berkeingian melihat Anggita lagi.

Terakhir ia menatap sosok itu ketika sidang perceraiannya.

Gara tahu, enam tahun adalah waktu yang lama untuk melupakan semuanya. Ia berusaha sebisa mungkin untuk melupakan semua kenangan yang pernah singgah di hidupnya itu.

Dengan lengkungan senyum, Gara mendesah lalu memilih berteduh sejenak.

"Kenapa hari ini terasa sedikit lebih panas?" Keluh Gara seraya menghapus jejak peluh yang hampir saja menetes ke atas matanya.

Kini, kehidupan Gara telah sepenuhnya berubah total. Tidak ada mobil dan juga harta yang melimpah ruah.

Gara bekerja di sebuah perkebunan milik seorang wanita muda sebagai kepala penyemai perkebunan melon.

Gara sudah menghabiskan waktu enam tahun untuk hidup di sini, di kawasan Tanah Tinggi Genting, Malaysia.

Tanah Tinggi Genting berada di pegunungan Titiwangsa, Malaysia, di perbatasan negara bagian Pahang dan Selangor.

Gara beristirahat sejenak dan menyapa salah satu rekan kerjanya. "Bagaimana hari ini?"

Pria itu menoleh dan tersenyum menatap Gara. "Ya, aku rasa hari ini sedikit lebih panas dari biasa. Duduklah."

Gara menurut dan duduk di sisi pria itu lalu keduanya kembali mengamati hijaunya alam di depan mereka.

Gara dan pria itu berbincang-bincang selama beberapa saat sebelum tiba-tiba bangkit dan berpamitan kepada rekan kerjanya itu. "Aku harus pergi, Nona Muda pemilik perkebunan ini memintaku untuk menemuinya sebelum tengah hari."

Pria itu mengangguk dan menjawabnya dengan nada menggoda. "Aku kira kali ini kamu akan mendapatkan berita baik. Bersiaplah."

Gara mengangguk dan bergegas masuk ke dalam sebuah bangunan kecil yang letaknya tak jauh dari rumah kaca, untuk mengganti pakaian yang telah berbalut peluh dengan sebuah kemeja dan juga celana panjang hitam.

Sebelumnya, Gara mendapatkan pesan tadi malam dari Stella, pemilik ladang melon yang sedang ia garap.

Entah karena apa, Stella meminta Gara untuk menemuinya di kantor pengelola.

Setelah selesai mengganti pakaiannya, Gara bergegas menuju ke kantor pengelola dengan mobil pick-up inventaris.

Jaraknya tidak terlalu jauh, berkendara selama sepuluh menit saja sudah cukup. Maka dari itu, tak lama kemudian, Gara sudah berada di area kantor pengelola, lalu memarkirkan motornya di area khusus pegawai.

Akan tetapi, ketika Gara hendak memasuki gedung itu, alangkah terkejutnya ketika netra hitamnya menangkap bayangan Stella yang berdiri di pintu masuk gedung besar tersebut, menunggu kedatangannya.

"Kamu datang juga," ujar Stella pertama kali setelah melihat kehadiran Gara dengan senyum yang menghiasi parasnya.

"Aku terlambat," ujar Gara seraya menundukkan kepalanya karena malu.

Stella tersenyum manis ke arah Gara yang sayangnya kini tengah menunduk sehingga tak mampu menyadari senyum manis yang dilayangkan oleh perempuan berparas cantik dihadapannya ini.

"Ikutlah denganku, ada yang ingin aku bicarakan denganmu," jelas Stella dan berjalan masuk ke dalam kantor pengelola.

Gara mengikutinya tanpa banyak pertentangan. Dengan begitu, Stella dan Gara berjalan dalam diam.

Langkah kaki Stella berhenti di sebuah ruangan, lalu melenggang masuk begitu saja setelah meminta Gara untuk mengikutinya masuk juga.

Stella langsung mengarahkan langkah kakinya ke meja kerja dan duduk di sana. "Gara, kemarilah. Duduk di hadapanku."

Gara mengangguk dan mengikuti perintahnya.

"Baiklah, langsung saja ke intinya," ucap Stella sembari menatap wajah tampan Gara.

"Aku akan mengajukan sebuah penawaran untukmu. Kamu telah berkontribusi membangun perkebunan milikku selama enam tahun penuh. Agaknya, kinerjamu selalu membaik dari waktu ke waktu."

Gara mengangkat wajahnya dan menatap balik mata cokelat Stella.

"Penawaran seperti apa?" Tanya Gara bingung.

Stella tersenyum.

"Aku akan merekomendasikanmu untuk menjadi Kepala Gudang di Kuala Lumpur. Aku sudah memikirkan hal ini untuk waktu yang sangat lama. Aku harap, dengan kenaikan posisimu kali ini, kamu dapat berkontribusi lebih banyak untuk membuat perusahaanku lebih dan lebih besar lagi. Bagaimana dengan itu?"

Gara menatap rumit kepada Stella.

Kenaikan posisi?

Bukankah itu berarti Gara harus meninggalkan Tanah Tinggi Genting?

Untuk setiap harinya, pandangan mata Gara selalu disuguhkan oleh hijaunya alam yang membentang, mendamaikan, menjauhkannya dari hiruk pikuk kejamnya hidup.

Dan jika ia pindah ke Kuala Lumpur...

"Bisakah aku memikirkannya untuk beberapa waktu?" Tanya Gara ragu.

Ia merasa tak rela untuk meninggalkan Tanah Tinggi Genting. Gara telah menganggap tempat ini sebagai rumahnya.

Gara merasa... kehidupannya di sini sudah cukup baik. Pun secara perlahan, ia mampu melupakan semua konflik yang pernah menimpanya enam tahun silam.

Konflik tentang kebenaran bahwa dirinya bukan anak kandung, konflik perceraiannya dengan Anggita, dan juga... konflik aborsi yang dilakukan oleh perempuan biadap itu.

Dia... perlahan mampu melupakan semuanya.

"Pikirkan semuanya dengan matang-matang terlebih dahulu. Jika kamu sudah mendapatkan jawabannya, segera hubungi aku. Aku tidak ingin membuatmu merasa tidak nyaman jika kamu mengambil posisi itu secara terpaksa. Jadi, gunakan waktumu sebaik mungkin, Gara," tutur Stella yang tidak ingin membuat Gara merasa terbebani oleh penawarannya ini.

Gara mengangguk dan tersenyum. "Aku akan memikirkannya dengan baik. Jika aku sudah mendapatkan jawabannya, aku akan segera menghubungimu, Nona Stella."

Stella terkekeh. "Sudah aku katakan, jangan memanggilku dengan kata 'Nona' di depan namaku. Kita sudah cukup akrab, kamu bisa memanggilku 'Stella'."

Gara pun terkekeh seraya membalas, "Bagaimana mungkin aku bisa melakukannya? Nona adalah atasanku, akan terasa tidak sopan jika aku memanggilmu hanya dengan nama saja."

"Bagaimana mungkin kamu tidak bisa melakukannya? Aku akan merasa sangat senang jika kau meniadakan sebutan 'Nona' di depan namaku," papar Stella. "Kita sudah cukup dekat."

Sudah cukup dekat...

Cukup dekat...

Napas Gara tersendat.

Benar, dirinya dan Stella sudah cukup dekat.

"Kalau begitu... aku akan mencoba untuk memanggilmu secara akrab, seperti yang kau inginkan... Stella," ucap Gara melirih dan merasa aneh ketika sampai dibagian akhir kalimatnya.

"Aku lebih menyukai panggilan ini ketimbang 'Nona-nona'," jujur Stella lalu melemparkan senyum hangat kepada Gara.

"Kalau begitu, aku akan memanggilmu seperti itu," final Gara membalas senyuman Stella.

Setelah berbincang-bincang dan melayangkan beberapa kalimat candaan, Stella dan Gara kini mengakhiri pembicaraan mereka dan kedua orang itu melangkah keluar dari kantor pengelola bersama-sama.

Gara berjalan beriringan bersama Stella selama menuju ke pintu keluar.

Hanya saja...

Langkahnya tiba-tiba berhenti saat melihat dua orang turun dari sebuah mobil mewah yang baru saja sampai itu.

Napas Gara tercekat.

Darahnya mendadak menjadi bergejolak.

Manik matanya menampilkan selembar benang merah yang menyeruak keluar.

Di sana...

Tak lebih dari sepuluh langkah...

Anggita turun dari mobil mewah itu sembari menggandeng seorang anak perempuan kecil.

Mata Gara perlahan berkilat.

Apa yang perempuan siluman itu lakukan di sini?

Mengapa ia di pertemukan lagi dengan Anggita?

Takdir macam apa yang kini tengah mempermainkannya?

BERSAMBUNG

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel