Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

07. Kemunculan Elena

Ini benar-benar berada di luar harapanku, aku bahkan tak pernah membayangkan akan berada di hutan Lakebark pada malam hari. Kondisi di mana aku dikelilingi oleh pepohonan dengan tinggi yang menjulang, serta malam hari tanpa bintang-bintang.

Dua hal yang sangat kutakuti, yaitu kegelapan dan juga hutan terlarang. Kini aku berada di tengah-tengahnya, mengantarkan diri kepada sesuatu yang akan membangkitkan rasa takutku selama ini.

Padahal aku selalu berharap agar bisa hidup tenang dan dijauhkan dari segala sesuatu yang berbahaya, misalnya terjebak di dalam hutan saat hari sudah gelap. Sayangnya, aku benar-benar masuk ke hutan itu dan dapat mendengar berbagai suara mengerikan yang silih berganti menyapa gendang telingaku.

Aku masuk ke dalamnya tanpa mengenakan peralatan yang bisa melindungiku dari sesuatu yang mungkin saja akan membuat trauma masa kecilku kembali, aku masuk dengan hanya menggunakan piyama tidur panjang dan tak memakai alas kaki sama sekali.

Aku benar-benar tanpa perlindungan. Meski aku pergi bersama orang tua dan anggota keluargaku yang lain, aku ragu menyebut perjalanan ini sebagai rekreasi. Maksudku, tak ada apa pun yang bisa membuatku takjub di dalam hutan ini.

Aku hanya tahu bahwa hutan Lakebark itu terlarang untuk dimasuki oleh manusia. Namun, apa yang dilakukan oleh keluargaku saat ini benar-benar di luar dugaan. Yah, aku hanya tak bisa mempercayai hal ini saja. Bisa-bisanya aku yang takut dengan makhluk mengerikan masuk ke tempat di mana makhluk-makhluk itu berasal.

Aku lalu menolehkan wajahku ke samping kanan, dan menemukan seraut wajah wanita dewasa yang sangat kusayangi, ia sedang menatap lurus ke depan. Di malam yang dingin ini, tangan ibuku begitu hangat. Aku bahkan hampir tak merasakan kedinginan saat menggenggam jari jemarinya yang hangat itu. Namun sepertinya, mengenakan jubah panjang lebih terasa hangat saat ini dan aku menyesal tidak bersikeras meminta agar pakaianku diganti tepat sebelum keberangkatan kami tadi.

Obor yang dipegang di tangan kirinya, Ibu angkat tinggi-tinggi, seolah tidak peduli jika setelah semua ini tangannya akan terasa pegal. Dia adalah sosok yang begitu tangguh. Ibu tak pernah sekalipun membentak atau menghukumku. Berbeda dengan Ayah, terkadang ia menginginkanku menjadi sosok yang kuat melebihi dirinya sendiri.

Mereka pasangan suami istri yang saling bertolak belakang, tapi aku sangat menyayangi keduanya. Aku akan menghormati keputusan mereka selama itu baik untukku.

Pada akhirnya, aku pun tak lagi bersikukuh ingin pulang ke rumah, namun setidaknya aku ingin berhenti sejenak, mengistirahatkan kedua kaki yang sudah penat karena dibawa berjalan-jalan dalam gelapnya malam. Yah, kini aku hanya bisa pasrah dan hanya mengikuti kemana mereka akan membawaku pergi.

Rasa kantuk yang semula menghinggapi kedua mata, kini menguap entah kemana. Aku tak lagi merasakan ngantuk, berpikir untuk melanjutkan tidurku saja tidak. Yah, beberapa saat yang lalu aku memang ingin pulang agar mimpiku bisa dilanjutkan kembali, tapi setelah berjalan di kedalaman hutan Lakebark, aku rasa kesempatan ini tak akan datang dua kali.

Makanya, daripada sibuk memikirkan betapa pentingnya pulang dan melanjutkan tidur di rumah, aku memilih untuk mengedarkan pandanganku ke sekitar. Sangat jarang aku bisa masuk ke kawasan hutan dan berjalan di dalamnya dengan santai, serta sibuk menatap setiap pohon-pohon besar dengan tingginya yang menjulang. Semua terlihat menyeramkan saat malam, tapi aku senang ada sesuatu yang akhirnya terpecahkan dari rasa penasaranku selama ini.

Tentang apa yang tersembunyi di kedalaman hutan ini.

Aku memang takut kegelapan, tapi rasa penasaranku mengubah segalanya. Bulan yang bersinar terang di malam hari ini seperti memberikanku kekuatan untuk bersikap lebih berani lagi. Aku bahkan sempat menyuarakan pendapatku kepada Ayah, betapa tidak bergunanya obor dan lentera yang mereka bawa di tangan mereka itu, jika sinar bulan di atas kepala saja sudah cukup untuk menerangi jalan yang kami lewati.

Mereka hanya diam, tak menjawab, ataupun bereaksi. Mereka bergeming di tempat seolah saat ini aku sedang berbicara dengan patung. Tak ada bedanya dengan berjalan bersama patung, ini sama saja dengan mengajak patung yang pernah kulihat di depan pintu masuk gereja berbicara empat mata! Yah, bahkan bangunan beribadat pun hanya ada satu di desa ini.

Apa pun itu, sepertinya aku memang tidak bisa berharap kepada orang dewasa untuk menjawab pertanyaanku ini.

Aku meneruskan perjalanan ini tanpa berniat bertanya kembali dengan mereka. Toh, mereka tak akan menjawab pertanyaanku. Aku 'kan hanya anak kecil yang tak terlalu penting.

Kami masih terus berjalan menuju ke suatu tempat yang sampai sekarang tidak kuketahui di mana posisinya. Belum sampai beberapa menit setelah aku memutuskan tekadku untuk tidak lagi bertanya, aku kembali dibuat berhenti melangkah dan berakhir diam di tempat. Aku sedikit memiringkan tubuhku, menyorong ke samping kanan, seraya mengeratkan genggamanku pada Ibu.

"Bu, siapa di sana?" tanyaku sambil menunjuk pada apa yang kulihat di seberang sana. Pandanganku masih tertuju pada mereka. Aku cukup yakin yang kulihat itu adalah manusia, karena mustahil ada sesuatu yang berjalan dengan dua kaki dan membawa lentera. Itulah sebabnya aku menggunakan kata "siapa" dan bukannya "apa" pada apa yang kutangkap dengan kedua mata ini.

Kali ini, aku mendapat balasan dari ibuku.

"Tak ada apa-apa di sana," sahutnya datar dan tanpa ekspresi.

Jawaban Ibu membuatku kaget. Alasan pertama adalah karena ia berbicara tanpa menoleh ke arah yang kutunjuk. Kedua, dia seolah tahu yang kubicarakan ini adalah 'orang'. Ketiga, aku belum pernah melihatnya bersikap seperti ini. Ibuku adalah seseorang yang begitu lembut hatinya.

Dengan ketiga alasan itu, akhirnya aku berkesimpulan bahwa Ibu saat ini sedang berbohong dan aku tak lagi ingin mempercayai ucapannya. Aku putuskan untuk kembali menatap ke seberang sana. Mereka sudah tak lagi terlihat.

Jalan yang kulalui, dengan jalan di seberang sana hanya dipisahkan oleh sungai kecil yang dangkal. Aku dapat melihat pepohonan di sana lebih lebat dan rapat ketimbang jalan yang kami lewati ini.

Aku masih kepikiran soal tadi, aku tak mungkin salah lihat dan aku berani bersumpah, bahwa yang kulihat tadi itu adalah orang-orang dengan pakaian serupa seperti yang keluargaku kenakan. Mereka juga memakai jubah hitam panjang semata kaki, dengan tudung yang menutupi kepala. Mereka juga membawa lentera, dan melangkah seperti manusia biasa.

Dalam kondisi ini, aku mencoba berpikir positif. Fakta di mana aku takut dengan hal-hal yang berbau supranatural memang tak bisa dibantah begitu saja, tapi aku ingin meyakininya sekali lagi. Apa yang kulihat tadi adalah manusia sama seperti kami?

Ah, terlihat! Mereka terlihat lagi. Sepertinya keluargaku berhasil menyusul langkah kaki mereka.

Aku mulai menghitung jumlah mereka yang menggunakan jubah panjang, mereka ada sekitar lima orang. Di antara orang-orang misterius itu, ada satu di antara mereka yang tidak menggunakan jubah seperti yang lainnya. Dan aku sangat mengenali perawakannya dari belakang itu.

"E-Elena?" gumamku tergagap. Sedang apa Elena di sini?

"Ada apa, Aaron?" Ibu bertanya padaku.

Aku terkesiap, buru-buru aku menggeleng dan menjawab, "Tak apa, Bu! Sepertinya aku melamun."

Setelahnya Ibu tak lagi memperhatikanku. Aku kembali terdiam, masih tak percaya terhadap apa yang baru saja kutemukan.

Aku melepaskan genggamanku pada Ibu dan mulai menggosok-gosok mataku berulangkali kali, tak mungkin indra pengelihatanku keliru dalam mengenali seseorang.

Aku yakin sekali itu adalah dia, sosok mungil yang diapit oleh mereka yang tubuhnya lebih besar darinya, mereka orang-orang dewasa. Jika menurut pendapatku, pastilah itu ayah dan ibu gadis itu. Meski berada di jarak yang cukup jauh, nyatanya kemampuanku dalam melihat di kegelapan dan mengenali sahabat sejak kecil tak bisa diragukan.

Siapa lagi yang memiliki badan semungil itu di desa kami selain Elena? Anak gadis di desa kami tak ada seorang pun yang memiliki tubuh pendek sepertinya, hampir semua anak perempuan memiliki tinggi badan sepertiku, yaitu 145cm. Yah, walau bisa dibilang aku ini termasuk pendek untuk anak seusia tujuh tahun, tapi Ibu pernah berkata, pertumbuhanku akan berlangsung cepat ketika memasuki usia 10 tahun.

Tapi, aku masih penasaran, dan mulai bertanya-tanya, kenapa Elena bisa ada di hutan Lakebark? Sedang apa gadis kecil itu di hutan ini malam-malam?

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel