05. Pengalaman Mengerikan
Obat terbaik dari sebuah penyakit adalah pikiran yang positif. Semakin banyak energi baik yang kita hasilkan, maka rasa sakit yang merupakan energi negatif itu akan berubah menjadi energi yang positif.
Jika kita malah semakin banyak berpikiran buruk, maka itu akan menekan energi positif yang ada pada kita dan itu hanya akan membuat proses pemulihan kita berjalan lambat.
Kira-kira itulah yang dikatakan oleh guruku di sekolah saat menerangkan jenis tanaman obat yang bisa kita temui di hutan. Yah, aku akui, aku memang tak sepintar Deinn dan sedewasa Albert, tapi aku sudah pastikan bahwa Ivanoff masih setingkat di bawahku. Ha ha!
"Aaron! Jangan lupa meminum obatmu!" teriak Ibu dengan nyaring dari luar. Aku yang memang senang mengunci diri dalam kamar lantas melirik jam dinding yang bergambar karakter kartun favoritku; Mickey Mouse, yang sudah menunjukkan pukul 7 malam.
"Baik, Bu!" teriakku sambil membuka laci meja belajar, mencari botol obat berlabel PTSD yang selalu kusimpan rapi di dalam laci yang rapat. Kondisiku ini dikabarkan bisa berlangsung berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun, tergantung dari pengobatanku saat ini.
Oh, astaga, sudah lewat lima menit! Hampir saja aku lupa meminum obat itu sebelum tidur.
Aku tidak boleh telat meminumnya walau hanya sehari saja. Aku lalu melirik segelas air putih yang sudah tersedia di atas meja. Sudah menjadi kebiasaanku untuk selalu menyediakan air minum di sana agar sewaktu-waktu ketika aku merasa haus, aku tak perlu lagi bersusah payah turun ke bawah dan mencari air. Setelah mendapatkan obatnya, aku langsung duduk di tepi ranjang dan mulai menelan satu butir.
Aku kembali memperhatikan jam dinding sambil tetap meminum air. Jam warna hitam dengan jarum berwarna merah itu merupakan hadiah pemberian ayahku di hari ulang tahunku yang jatuh pada tanggal 11 Januari minggu lalu.
Usiaku kini genap tujuh tahun, seminggu yang lalu aku sudah merayakan ulang tahunku di rumah ini secara kecil-kecilan. Tak banyak yang bisa kuundang ke pesta ini selain teman terdekatku saja. Aku hanya bisa mengundang Elena, Ivan, Albert dan juga Deinn yang memang merupakan orang-orang yang sudah kenal cukup lama denganku saat ini.
Yah, itu karena aku hampir tak memiliki teman dekat lagi selain mereka berempat.
Aku memang meminum obat ini secara rutin, namun bukan berarti itu akan membatasi setiap gerakku. Tak ada seorang pun dari teman-temanku yang tahu tentang penyakit ini. Sebenarnya itu wajar, mengingat sakit ini muncul setelah kejadian yang menurutku sangat memalukan.
Semua ini berawal dari peristiwa yang terjadi tiga tahun yang lalu, di mana saat itu aku dihadapi dengan sesuatu yang begitu menakutkan dan berhasil membangkitkan rasa takutku. Aku yang memang mudah dikuasai oleh rasa takut yang berlebihan dengan segera berakhir dengan buruk. Aku juga tak menyangka jika ketakutanku pada hal-hal seperti cerita hantu bisa membuatku paranoid dan melakukan hal-hal di luar kebiasaan.
Ketakutanku sudah masuk tahap yang mengancam nyawa, sangat berakibat fatal jika tak segera ditangani dengan baik.
Setelah kejadian itu, aku harus meminum obat yang diberikan oleh seorang dokter yang telah datang jauh-jauh dari kota Mezhdurechensk ke desa yang ada di dalam hutan ini, hanya untuk mendiagnosa dan memberi obat untuk menyembuhkan penyakitku.
Kau tahu? Dia memberikanku stok obat yang banyak sekali, sampai-sampai aku tak perlu lagi memikirkan uang untuk membeli semua obat yang kelihatannya mahal itu. Pendapatku saat pertama kali melihatnya, dia begitu aneh. Karena tiba-tiba saja dia sudah menghampiri rumahku dan mengajukan beberapa pertanyaan kepada kami sekeluarga yang jelas-jelas tak pernah memanggilnya secara khusus ke desa.
Entah bagaimana pria berkumis tipis itu bisa datang kemari dan mengetahui semua yang seharusnya tidak dia ketahui.
Ibuku sangat terkejut saat dokter itu menjelaskan apa yang terjadi padaku sebelum aku mendapatkan trauma di kepala. Dia benar-benar tahu secara detail, bahkan aku yang mengalaminya saja baru tahu setelah mendengar penjelasannya. Keluargaku yang merupakan saksi mata kejadian itu saja tak bisa menjelaskan dengan baik ketika kuajukan pertanyaan kepada mereka. Namun, pria bertopi itu ... dia tahu semua jawabannya. Benar-benar luar biasa.
Nenekku bahkan menganggap dokter itu sebagai seorang cenayang masa depan dan meminta resep rahasia umur panjang darinya. Aku berharap dalam hati, semoga Nenek tak mendapatkan resep itu. Jika nenekku berhasil mendapatkannya, entah apa yang akan terjadi padaku nanti seandainya beliau tetap ada dan terus mengisahkan cerita seram padaku.
Aku bahkan berpikir, apakah Nenek akan mulai bercerita bahkan setelah aku menikah dan melakukan malam pertama?
Ah, bukan berarti aku membenci Nenek. Hanya saja ... semua akan jadi rumit jika itu sampai terjadi bahkan setelah aku tumbuh dewasa. Privasiku akan terganggu, bahkan jika yang melakukannya adalah nenekku sendiri.
Sebab, dialah yang menjadi penyebab rasa takutku pada hari itu.
***
Ketika aku berusia empat tahun, Nenek menceritakan sebuah kisah padaku, tentang seorang anak nakal yang tidak pernah percaya dengan keberadaan hantu, sampai dia menemukan kebenaran yang mengerikan. Aku tak ingat jalan cerita lengkapnya, tapi intinya adalah orang tua anak itu memperingatkan sang anak untuk selalu memeriksa kolong tempat tidurnya, tapi anak itu tak peduli dan selalu mengabaikan apa yang orang tuanya katakan.
Hingga suatu malam, ketika semua anggota keluarganya terlelap di kamar tidur masing-masing, anak yang pembangkang itu tidak bisa tidur karena terganggu oleh suara berisik yang muncul di dalam kamarnya. Anak yang keras pendirian itu pun mencoba menajamkan indra pendengarannya sekali lagi sampai akhirnya ia mengetahui sumber suara itu dengan jelas.
Suara berisik yang mengganggu itu terdengar seperti lenguh kesakitan seseorang. Kadang berubah menjadi embusan napas yang berat dan suara itu berada tepat di bawah kolong ranjang sang anak.
Ketika dia mengintip ke bawah karena rasa penasaran yang begitu besar terhadap sesuatu yang sedari tadi mengusiknya, ia menemukan sepasang mata bulat berwarna merah sedang menatapinya dengan tajam. Suara berat yang keluar dari sosok itu berasal dari dadanya yang terbelah, membuat paru-parunya tertekan lantai dan dia mencoba meraup udara sebanyak yang ia bisa.
Sesekali sosok itu akan melenguh karena merasakan sakit. Suaranya seperti seseorang yang tengah sekarat, napas seakan menghilang dari tubuhnya, namun bukan itu yang mengerikan.
Sosok itu menatap sang anak tanpa kedip, dengan seulas senyum yang begitu mengerikan tersungging rapi di bibirnya. Tatapan matanya seolah sanggup mengambil alih kesadaran, membuat sang anak tak bisa melakukan apa pun atas dirinya sendiri, bahkan untuk menarik tubuhnya ke atas saja dia tak bisa, karena sudah kehilangan seluruh kekuatannya untuk bisa melarikan diri dari tempat itu. Bahkan, untuk berteriak memanggil orang tuanya saja anak itu tidak bisa. Lidahnya menjadi kaku dan sulit digerakkan.
Tak sampai hitungan menit anak itu bertatapan dengan sosok mengerikan yang dilihatnya, dia sudah ditarik lebih dulu oleh sosok mengerikan yang kulit tangannya saja melepuh karena terbakar hebat, sang anak pun terjatuh dari ranjang dengan suara yang keras. Sosok itu langsung menyeret tubuh anak malang yang tak sempat meminta maaf kepada orang tuanya dan naik ke atap rumah dengan gerakan yang aneh. Anak itu menghilang bersama dengan sosok yang tak bisa dilihat oleh mata orang biasa.
Cerita itu begitu mengerikan, sampai-sampai aku yang masih kecil saat itu terus menangis tanpa henti ketika membayangkan akan ada sosok yang sedang menungguku di bawah ranjang. Kengerian dari cerita itu terus membayangiku hingga berhari-hari kemudian. Bahkan kata ibu, pada suatu malam yang sepi, aku yang tidur sendirian tiba-tiba saja menangis hebat dan kabur dari rumah, berlari menuju gerbang desa dalam keadaan berpakaian tidur serta bertelanjang kaki. Aku berlari sambil berteriak histeris tanpa sebab.
Sebelum menuju gerbang desa itu, aku bahkan terjun ke lubang galian yang tidak terlalu dalam dan mengotori wajahku dengan tanah sembari menangis sesenggukan. Aku benar-benar di luar kendali, seperti orang yang kerasukan iblis. Itulah aku dahulu.