Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab. 7

7. Atas nama cinta

****

"Gy, kalau bisa, malam nanti jangan lama banget pulangnya. Kasihan Bita sendirian di rumah," kata Amira sambil berjalan keluar rumah.

"Siap, Bosque!" Agy menjawab sambil terkekeh-kekeh.

"Jangan lupa dikunci itu garasi mobilnya, Gy," celetuk Papanya dari dalam mobil.

"Siap, Bosque!"

"Alay banget deh Bang Agy!" celetuk Khansa dari balik punggungnya.

"Ehehehe. Ingat, ya, kamu jangan nakal di sana!"

"Siap, Bangku!"

"Kok, Bangku?"

"Biar sama kayak Bang Agy tadi ngomomgnya, hihihi."

"Bukan bangku, kaliii."

"Udah, udah, malah ngobrol. Ayo, Khansa buruan masuk."

"Kok nggak satu mobil aja, Ma, sama Tante Sera?" tanya Bita. Dia menengok Atha yang juga sedang menunggui orangtuanya yang hendak berangkat.

"Besok rencananya mau singgah ke rumah Om Feri dulu sebelum pulang. Kan, nggak enak kalau pake mobil mereka, siapa tau mereka langsung mau pulang."

"Oooh, ya udah. Hati-hati ya, Ma, Pa, dijalan," kata Bita sambil menyalami tangan orangtuanya.

"Iya, kamu jangan keluyuran, ya!"

"Enggak. Mau ke mana juga, sih?"

"Pokoknya, jangan pergi-pergi. Di rumah aja!"

"Iyaaa," kata Bita meyakinkan.

"Jagain adik kamu, Bang! Jangan biarin dia pergi-pergi," seru Amira sambil menatap Agy.

"Iya, Mamaku sayaaaang," sahut Agy sambil mengacungkan jempolnya.

"Ya udah, Mama pergi dulu, ya! Jaga rumah, ya? Assalamualaikum." Amira masuk ke mobil diikuti Khansa yang duduk di kursi belakang.

"Walaikumsalam," ujar Bita dan Agy secara bersamaan.

Lalu, mobil itu pun melaju, menyusul mobil milik orangtua Atha yang sudah berangkat beberapa saat yang lalu.

Ketika Agy masuk ke dalam rumah, Atha terlihat melambaikan tangan padanya. Bita membalas dengan senyuman manis sebelum akhirnya masuk ke rumah.

***

Jam menunjukkan pukul delapan kurang lima menit sewaktu ponsel miliknya berdering menandakan adanya panggilan masuk. Dari Atha.

"Iya?"

"Di mana?"

"Di rumah. Belum bisa ke sana, Bang Agy masih di rumah."

"Hmmm. Gitu. Ya udah, kapan-kapan aja kalo gitu. Kamu lagi ngapain?"

"Bitaaa?"

"Eh?! Sebentar, ada Bang Agy!" Bita menurunkan ponselnya, membuka pintu kamar dan langsung berhadapan dengan Agy. "Iya?"

"Abang pergi dulu, ya. Kamu di rumah sendirian nggak apa-apa, kan?"

Bita mengangguk. "Iya, nggak apa-apa."

"Kunci pintunya. Abang bawa kunci cadangan. Soalnya, nanti kan pulangnya malem, jadi biar nanti nggak ngebangunin kamu lagi."

Bita mengangguk lagi. "Iya, nanti kukunci."

Agy balas mengangguk lantas beranjak, baru beberapa langkah berjalan, dia berhenti dan menoleh menatap Bita lekat-lekat. "Kamu jangan ke mana-mana, ya."

"Ya ampun, iya aku di rumah aja kok."

"Oke."

Setelah memastikan punggung Agy menghilang di ujung tangga, Bita kembali menempelkan ponselnya ke telinga.

"Bang Agy udah pergi," lapornya pada Atha.

"Hmmm? Mana? Motornya masih di depan kok."

"Baru aja."

"Oh, iya, itu baru keluar," ucap Atha di seberang sana.

"Aku ke sana, ya?"

"Okey."

Bita mematikan ponselnya lantas segera  mengganti pakaiannya dengan sweater dan celana jins. Sebelum keluar, tak lupa ia mengunci pintu kamarnya, takut kalau-kalau ternyata Agy pulang lebih awal dari biasanya. Rencananya, Bita akan ada di rumah Atha sampai jam sepuluh malam nanti.

***

"Hei!" seru Bita setelah masuk ke rumah Atha. Dia menghampiri Atha yang sedang menonton di ruang tengah.

Cowok itu menoleh dan tersenyum. "Hei. Sini!" Atha menepuk-nepuk bagian kosong di sofa panjang yang didudukinya.

Bita mengangguk lantas mendaratkan bokongnya di sebelah Atha. "Hani mana?"

"Di kamarnya."

"Ngapain?"

"Biasa, lagi nonton Drama Korea."

"Aku ke sana deh! Mau nonton juga."

Atha menarik tangan Bita yang hendak beranjak sehingga cewek itu terduduk di pangkuannya. "Sini aja."

Bita merasakan bulu kuduknya meremang ketika Atha mencium bahunya. Meski dilapisi pakaiannya yang tebal, tetap saja ia bisa merasakannya. Bita merasa tak nyaman, lalu berniat berdiri, namun Atha lagi-lagi menahannya.

"Mau ke mana?"

"Nggak enak nanti Hani lihat," ujar Bita sambil terus melihat ke arah tangga, di mana lantai dua adalah letak kamar Hani.

"Dia nggak bakal keluar kamar kalo udah asik nonton," imbuh Atha sambil mengeratkan pelukannya di pinggang Bita.

"Tapi ...."

Atha kembali mencium bahunya lalu naik ke pipi.

"Atha apaan, sih," tolak Bita halus.

Atha tersenyum lalu melepaskan tangannya dari pinggang Bita sehingga Bita bisa bergerak pindah ke sampingnya.

"Udah makan belum?"

"Udah. Kamu?"

"Sama, juga udah."

"Bentar, ya, aku ambilin camilan di dapur." Atha beranjak menuju dapur, sementara Bita sibuk mengganti channel TV dengan program favoritnya.

Dua jam berlalu. Selama itu mereka menghabiskan waktu dengan menonton dan bersenda gurau. Sesekali Atha bersikap nakal pada Bita, seperti diam-diam mencuri ciuman ketika Bita sedang serius menonton, juga menyentuh tempat-tempat di mana Bita merasa geli, di leher dan di telapak kakinya.

Dahulu, berdua bersama Bita seperti ini tidaklah mempengaruhinya. Bahkan, mereka sering bergelut saat Atha menggelitiknya seperti tadi. Namun, saat ini, melihat wajah cantik itu tersenyum, menyentuh kulitnya yang halus, terus terang membuat badai itu datang lagi.

Tidak.

Tidak boleh lebih.

Bita cewek baik-baik.

Selama dia mengenalnya, belum pernah ada satu pun cowok yang menyentuhnya. Hanya dirinya, satu-satunya. Tentunya selain Agy dan papanya.

Jadi, Atha tidak akan melewati batasnya.

Ketika ia berusaha mengenyahkan pikiran itu jauh-jauh, tiba-tiba listrik padam.

"Yah, mati lampu," ucap Bita kecewa lantaran ia masih ingin menyaksikan tayangan di televisi tadi.

"Hmmm. Tunggu aja, siapa tau bentar lagi nyala."

Dua menit kemudian, lampu tak juga menyala. Bita meraba-raba sekitarnya sehingga tanpa sengaja ia menyentuh Atha tepat di bagian sensitifnya.

Sejenak, keheningan memberangus mereka.

"A-aku pulang aja deh, ya." Bita berdiri, tapi Atha menariknya sehingga lagi-lagi Bita terduduk di pangkuannya.

"Nanti aja," ujar Atha di telinganya. Bita bisa merasakan deru napas Atha yang sedikit bergetar.

"Tapi ...."

Atha tahu-tahu berdiri lalu menarik tangan Bita dan membawanya ke arah tangga.

"Mau ke mana?"

Atha tidak menjawab, ia terus menggenggam jemari Bita sampai mereka menaiki anak tangga. Saat Bita menginjak anak tangga yang salah, mereka tertawa-tawa lantaran lucu karena tanpa sengaja Bita menarik celana Atha sampai sedikit melorot.

Setibanya di depan sebuah pintu kamar, tahu-tahu pintu di sisi lain membuka. Dengan gerakan cepat, Atha menyembunyikan Bita di punggungnya.

"Kak Atha?" Hani muncul dengan senter HP. Ia mengarahkan benda itu ke arah Atha selama dua detik.

"Iya?"

"Mati lampu, ya?"

"Iya."

"Yaaah."

"Tungguin aja, paling sebentar lagi juga hidup."

"Okey, deh." Hani menutup pintu bersama dengan hilangnya sumber cahaya dari ponselnya sehingga keadaan kembali gelap gulita.

Atha membuka pintu kamar lalu masuk diikuti Bita. Setelahnya, Atha menutup pintu dan menguncinya.

"Kok, dikunci?"

Atha menaruh telunjuknya di bibir Bita. Dari cahaya bulan yang masuk dan menerangi kamar, Atha bisa melihat wajah Bita yang cantik. Disentuhnya pipi itu dengan tangan dan ditariknya mendekat.

Bita memejamkan matanya ketika merasakan bibir Atha menciumnya. Mulanya sekali, lalu terjadi berulang kali. Bita tidak mengerti, namun sentuhan itu membuatnya mendamba.

Ciuman itu membawa mereka naik ke atas ranjang. Tangan Atha pun kini sudah menjelajah ke mana-mana dan Bita membiarkannya. Sampai hal itu terjadi.

"Boleh nggak?" Atha berbisik dari balik sejumput rambut Bita.

Gadis itu berusaha mengatur napas lantaran terlalu sesak menahan berat tubuh Atha di atasnya. Kabut seolah-olah menyelimuti matanya. Samar-samar ia mengangguk. Di antara sinar bulan yang menerobos masuk dari celah jendela kamar yang terbuka sedikit, keduanya menyatukan diri.

Mengatasnamakan cinta, dua anak manusia telah membuat dosa.

****

"Taaa? Dek?" Agy mengetuk pintu kamar Bita beberapa kali namun orangnya tak juga muncul. "Kamu udah tidur, ya? Abang bawakan martabak telur nih buat kamu."

Masih tak ada respon. Barangkali sudah tidur, itu yang Aby pikirkan.

"Ya udah, taruh sini aja. Siapa tau nanti kebangun," ujar Agy dan menggantungkan kresek putih itu ke kenop pintu kamar.

***

Keesokan paginya.

"Jangan nangis, Sayang," bujuk Atha pada Bita yang menangis di balik selimut.

Atha melirik jam dinding yang menunjukkan pukul enam pagi. "Kamu pulang, ya, kan mau sekolah."

Bita menurunkan selimutnya lalu menatap Atha yang masih bertelanjang dada.

Cowok itu tersenyum. "Jangan nangis, plis."

"Kamu sadar nggak kemarin kita habis ngapain?" tanya Bita di sisa-sisa tangisnya.

Atha mengangguk. "Aku minta maaf. Ini semua salahku."

Atha sungguh menyesalinya, namun semua terlambat. Ia sudah melewati batasan yang ada.

"Kalau aku hamil, gimana?"

Atha menggeleng. "Nggak bakalan."

Karena dia sudah pernah melakukannya. Beberapa kali dengan beberapa gadis. Dan tidak ada satu pun yang hamil. Namun, Atha tidak mungkin mengatakannya pada Bita. Itu adalah satu-satunya rahasia tentang dirinya yang tidak diketahui Bita.

"Kamu janji, ya, nggak akan ninggalin aku apa pun yang terjadi?"

Atha mengangguk cepat. "Iya, aku janji. Kan, aku sayang sama kamu."

Paling tidak ada jaminan. Kalau-kalau terjadi sesuatu padanya, Atha sudah berjanji tidak akan meninggalkannya.

"Kamu buruan, ya, mandinya, aku tungguin," kata Atha ketika mereka keluar kamar.

Pintu di depan kamar Atha membuka dan menampilkan sosok Hani yang sudah siap dengan seragam sekolahnya.

Atha dan Bita sama-sama terperanjat.

"Loh, Kak Bita?"

Bita merasakan suaranya hilang entah ke mana. Pun demikian dengan Atha.

Bagaimana kalau Hani tahu ....

"Kakak nginep sini, ya, tadi malam?" tanya Hani lalu mengamati Bita dari atas sampai bawah.

"I-iya," jawab Bita gugup setengah mati.

"Oooh. Kapan, ya? Kok, aku nggak tau?"

"Tadi malem, mungkin kamu udah tidur," sambar Atha.

Adiknya itu hanya mengangguk lalu menuruni tangga. Atha segera menyusulnya ke bawah.

"Han!"

"Iya?"

Atha menelan ludah kering, lalu berkata, "Jangan bilang siapa-siapa, ya, kalau malem tadi Bita nginep di sini?"

Hani mengangguk-angguk. "Iya."

Atha mengangguk dan kembali ke lantai atas. Di balik punggungnya, Hani menatapnya curiga, namun beberapa saat kemudian, ia mengedikkan bahu acuh tak acuh.

Toh, dulu, kakaknya itu sering tidur bareng dengan Bita. Jadi, hal itu baginya sudah biasa.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel