Bab 4
Keempat
"Aku nggak akan ngebiarin kamu ngelakuin hal aneh lagi. Mulai sekarang aku akan jaga kamu, karena kamu pacarnya aku."
—Sagar—
Walau Rhea sudah berjanji pada bu Dinar untuk tidak bolos sekolah namun tampaknya hal tersebut jadi angin lalu bagi Rhea yang kini kembali membolos lagi. Dia tidak keluar dari sekolah melainkan duduk manis di ruangan musik dengan sebatang rokok di tangannya. Terlihat berani memang, tapi ini satu-satunya tempat yang tidak bisa dimasuki secara sembarang oleh siapapun.
"Merokok itu nggak bagus buat kesehatan jantung," kata seseorang, mengambil rokok yang hendak diisap oleh Rhea kemudian menginjaknya dengan tidak berperasaan.
Rhea melongo sesaat, merasa geram terhadap orang yang sudah mengganggu ketenangannya. Tambah kesal lagi saat tahu siapa pelakunya. Tidak bisakah dia sendirian saja tanpa diganggu oleh orang lain.
"Kalau kamu dibiarin sendiri yang ada kamu bakalan ngerusak diri kamu sendiri." Kembali cowok itu berujar, seolah tahu isi kepala Rhea.
Rhea melengos, tidak memedulikan cowok di hadapannya. Dia kembali mengambil sebatang rokok, namun bukannya asap nikotin yang Rhea isap melainkan permen loli rasa melon. Ketika Rhea mengangkat kepalanya, dia melihat cengiran lebar serta ekspresi puas setelah menghancurkan rokoknya.
"Lo! Sebenernya mau lo apa sih. Jangan ganggu gue deh."
Sayangnya Sagar mengabaikan omelan Rhea. "Kenapa kamu suka banget ngerokok? Nggak baik buat kesehatan kamu terutama jantung kamu." Dia mencibir. "Di saat semua orang berusaha keras buat bisa hidup dengan jantung normal kamu malah ingin merusaknya. Nggak bersyukur banget."
Rhea mengabaikan Sagar, membuang permen lolinya dan kembali mengambil sebatang rokok lagi. Kali ini dia memegangnya kuat-kuat, takut kalau Sagar akan merebutnya lalu menghancurkannya seperti tadi. Dalam hati Rhea tersenyum senang. Sepertinya Sagar lelah menghadapi sifat bebalnya, salah sendiri mau dekat-dekat dengan cewek sepertinya.
Namun dugaannya meleset ketika tiba-tiba saja rokok yang baru dia isap dua kali kembali direbut diganti dengan permen loli rasa cokelat. "Sekali lagi gue bilangin sama lo. Jangan. Penah. Ganggu. Gue!" katanya penuh penekanan.
Jika akhirnya seperti ini, mending Rhea sama sekali tidak pernah ingin kenal dengan Sagar yang baru diketahuinya adalah cowok sinting yang suka ikut campur dengan urusan orang.
Heii, kalau pun jantungnya rusak atau paru-parunya kempis toh itu juga jantung Rhea bukan jantungnya Sagar. Terserah dong dia mau apa juga.
"Lebih baik makan permen daripada ngerokok."
Rhea mendelik. "Makan permen nggak bagus buat kesehatan gigi."
Sagar menaikan sebelah alisnya. "Tapi gigi kamu nggak rontok 'kan?"
N-y-e-b-e-l-i-n b-a-n-g-e-t!! Sagar kira Rhea itu nenek-nenek apa yang giginya sudah pada tanggal. Dia menatap tajam Sagar yang menertawai kejengkelannya. Sumpah demi apapun, kenapa Rhea harus bertemu dengan cowok sinting seperti Sagar. Jadi pacarnya lagi. Ahh, lupakan fakta yang satu itu.
"Kembaliin rokok gue!" seru Rhea, itu adalah rokok terakhirnya. Bahkan bungkusnya saja diambil oleh Sagar.
Sagar menggeleng. "No, rokok ini jadi milik aku. Barter. Aku ambil rokok kamu dan aku ngasih permen aku ke kamu."
"Siapa juga yang mau permen dari lo."
Sagar tetap diam, Rhea melihat rokok yang dipegang Sagar hampir padam. Hahh, sial! Rutuknya.
"Makan permennya!"
Rhea mendelik. "Isap juga rokoknya. Sayang tuh, duit gue dibakar percuma."
Sagar menghela napas kasar, dia menatap rokok tersebut lama. "Oke, makan dulu permennya, aku habisin rokoknya sampai nggak tersisa."
Rhea tersenyum miring, dia membuka plastik permennya dan memakannya sedangkan matanya menatap Sagar—menantangnya untuk segera mengisap rokoknya. Dia kira Sagar itu cowok manja yang selalu menjauh dari hal-hal negatif yang bisa merusak tubuhnya, cowok yang tidak pernah menepati janjinya dan menyepelekan hal-hal kecil. Namun untuk kesekian kalinya dugaan Rhea meleset saat melihat Sagar mengisap rokoknya dengan ekspresi biasa saja, seolah Sagar sering merokok.
"Lo bisa ngerokok?!" pekik Rhea, mengambil permennnya sejenak kemudian mengunyah permennya sampai-sampai giginya terasa sakit. Beruntung Sagar tidak sedang memerhatikannya, coba kalau iya. Bisa-bisa cowok itu akan mengejeknya habis-habisan.
Sagar terkekeh kecil, dia mengembuskan asap rokok tersebut ke atas langit-langit. "Gue cowok, hal seperti ini sih biasa."
Rhea menyipitkan matanya curiga. Pada dasarnya sifat cowok tidak ada yang bagus, termasuk Sagar yang katanya murid setengah teladan. "Oh, gue denger lo juga pernah tawuran taun kemarin?"
Mendadak senyuman tengil tersungging di wajah Sagar. "Kamu nyari tau tentang aku, ya ..." tebaknya.
Rhea mendecih, mencari alasan lagi agar cowok sinting ini menutup mulutnya. "Gue nyari tau tentang lo?! Haha, minpi kali!" sangkalnya setengah berbohong. "Tanpa perlu nyari tau juga semua orang dengan suka rela ngasih tau informasi tentang lo yang pastinya beda jauh banget sama yang mereka omongin."
"Jauh beda?"
"Heem, nih ya yang katanya kalau lo itu baik, pinter, bla bla. Padahal nyatanya lo cuma cowok sinting yang egois. Nyesel banget gue ketemu sama lo."
Sagar menghela napas, dia menyandarkan pinggangnya ke belakang meja, matanya menatap Rhea hangat. Sama sekali tidak terganggu dengan omongan cewek bar-bar yang merangkap sebagai pacarnya. Tanpa diduga Rhea, Sagar melangkah mendekati Rhea dan mencubit kedua pipinya.
"Ishh, mahnish banghet shii pachar akhu innii," kata Sagar tidak jelas karena di bibirnya terselip sebatang rokok yang masih belum habis.
Entah untuk keberapa kalinya Rhea dibuat melongo sama kelakuan aneh cowok sinting ini yang juga mengaku-ngaku sebagai pacarnya. Oke mungkin secara teknis Sagar itu memang pacarnya karena kemarin Rhea terpaksa menjawab iya karena dia takut ditabrak kereta api. Tetapi sekarang beda lagi ceritanya.
"Siapa yang mau jadi pacar lo!" bentaknya, benar-benar muak dengan kelakuan Sagar.
"Lho, kamu 'kan pacar aku," sahut Sagar polos. "Kamu amnesia, Sayang?!" tanya Sagar dengan nada khawatir, bahkan dia menunduk dan memegang kepala Rhea.
Mendadak Rhea jadi orang bodoh, tubuhnya menegang merasakan hangat tangan Sagar di kepalanya, bahkan dengan beraninya mata Rhea balas memandang mata Sagar yang menatapnya dengan sorot humor yang malah terlihat sangat indah di mata Rhea. Meski dia suka melanggar peraturan sekolah sampai-sampai dirinya harus berhadapan langsung dengan kepala sekolah yang terkenal sangat galak dan disiplin tapi belum pernah dia merasa segugup ini didekat seseorang. Terutama cowok sinting macam Sagar.
"Kenapa? Terpesona ya sama aku?!"
Dan untungnya Sagar bicara melantur sehingga otak Rhea yang semula tercerai berai kini kembali utuh. Cewek itu berdehem, berusaha untuk menormalkan detak jantungnya.
"Gue? Terpesona sama lo? Haha, mimpi kalii. Gue cuma heran aja; kenapa semua orang bilang kalau lo ganteng padahal kalau diliat-liat muka lo itu tengil banget. Nggak ada ganteng-gantengnya."
"Makasih, aku emang ganteng kok." Sagar malah tersenyum lebar.
Rhea memutar bola matanya. "Idihh, gue baru nyadar sekarang. Lo bolos pelajaran?" tanyanya terkejut, bukannya Sagar paling ogah dalam hal bolos membolos. Tapi ini?!
Sagar malah terkekeh. "Kalau aku nggak bolos nanti kamu malah ngerusak jantung kamu lagi di sini."
Cewek itu mencibir tidak peduli. Sikap Sagar ini benar-benar sulit ditebak, kemaunnya juga sulit ditebak. Jujur saja mereka baru saja bertemu beberapa kali tapi Sagar terlihat seperti sudah mengenalnya bertahun-tahun. Bisa tersenyum sebebas itu, apa sahabatnya yang bernama Putri itu tidak kesal melihat—yang katanya teman rasa pacarnya—Sagar mendekati cewek lain.
Wahh, jangan-jangan, dirinya dijadikan selingkungan sama Sagar.
"Aku nggak mau pacar aku ketangkep bu Dinar lagi kalau tau kamu sendirian di sini sambil ngerokok."
Rhea mengerjap kaget. Tangan Sagar beralih memegang tangan Rhea. "Kadang aku kesel, lho, liat bu Dinar mukul tangan kamu. Tapi nggak ada yang salah 'kan? Misalnya retak gitu? Atau kita periksa saja ke rumah sakit?"
Sumpah demi apa?!! Rhea benar-benar gugup sekarang.
"Aku nggak akan ngebiarin kamu ngelakuin hal aneh lagi. Mulai sekarang aku akan jaga kamu, karena kamu pacarnya aku."
Untuk kesekian kalinya Rhea melongo, takjub dengan kelakuan cowok sinting satu ini. "Dengan ganggu gue terus maksudnya gitu? MEMANGNYA GUE BAKALAN PERCAYA SAMA COWOK SINTING YANG NGIRIMI GUE PESAN TERUS!!" teriaknya kesal yang hanya ditanggapi cengiran oleh Sagar.
"Ternyata aku baru sadar kalau kamu cantik banget waktu teriak gitu."
"Ya Allah ..." desah Rhea frustrasi.
"Rheana? Sagara?" tanya seseorang berdiri di ambang pintu.
Rhea melotot kaget melihat siapa yang datang, tatapannya beralih ke Sagar yang di bibirnya masih terselip rokok miliknya.
"Mampus, deh," gumam Rhea lesu.
***