Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6 Good Time Good Mood

Bab 6 Good Time Good Mood

Junichiro tampak lebih rapi setelah mendapat teguran ayahnya, kemarin. Membeli beberapa barang, seperti pakaian ganti baru dan juga masuk salon bukanlah hal yang disebut dengan dosa. Berbekal kartu sakti milik Mr. Simple, semua hal yang susah menjadi sangat gampang, tinggal gesek, semua selesai.

Hari ini, Jun berencana mengembalikan barang milik si paman Superb. Iya kalian tidak salah mengeja.

Superb karena orang itu benar-benar hebat dan keren. Bagian nggak kerennya cuma dia juga membeli barang keren dari ayahnya. Meh! Dari manapun juga pembeli tidak akan setara dengan penjual.

Menyewa taxi eksklusif guna menuju ke tempat paman Superb memang terdengar sangat pemborosan. Tentu saja bukan uangnya sendiri yang dipakai. Sedikit membuang uang ayahnya tidak ada masalah. Ayahnya adalah peternak kecoa, entah kecoa itu bisa menjadi kuda atau bahkan elang itu urusan lain. Makanya ia lebih suka memanggilnya Daddy untuk candaan sebenarnya. Karena biasanya sugar daddy memang banyak uang dan juga royal pada para baby-nya. Dan dia kan memang baby-nya Shikamaru.

Ketika mobil mewah sewaan itu berhenti di pusat jaringan hotel Uchiha, yang ada di kawasan Ropponggi, Jun turun dengan tas ransel dan juga sebuah paperbag. Setelah membungkuk sebentar dan mengucapkan terimakasih, dan ditinggalkan oleh sopir mobil mewahnya, Jun bergegas menuju resepsionis.

Memberi kartu nama ayahnya, kakak cantik yang bekerja bagian resepsionis dengan sigap langsung bertanya kepada sekertaris Uchiha Sasuke-san lewat jaringan telepon akan kedatangan Shikamaru Nara. Dalam hati, Jun mengelak disebut berbohong. Tentu saja bahwa ia memang Shikamaru Nara junior, mengabai fakta bahwa ia bukanlah yang dimaksud oleh kartunya. Pasti Sasuke akan terkejut jika yang datang adalah telur dinosaurus, bukan dinosaurusnya.

Setelah mendapat kepastian untuk menunggu, Jun duduk di sebuah sofa tunggu yang menghadap jalanan. Sebetulnya, menunggu bukanlah hal favorit Jun, sebelum dia sempat membeli skin terbaru untuk gamenya. Oh, sepuluh menitnya yang berharga tidak terasa membosankan lagi setelah naik level dari permainan yang ada di dalam ponsel pintarnya. Syara kakak resepsionis memanggil Jun yang kini dipersilahkan naik ke lantai atas—top place dari hotel itu, dengan membawa kartu berkunjung.

****

Sasuke sudah menantikan saat ini. Saat di mana si nanas datang ke tempatnya. Lucunya, kepada anggota geng sendiri pun, mereka jarang bicara secara pribadi di tempat salah satu kubu. Karena mereka berempat adalah pilar dunia, jadi menjunjung netralitas amat penting.

Shikamaru adalah pilar teknologi, Shino adalah pilar farmasi atau medis, Sai adalah pilar birokrasi, dan tentu saka dirinya sebagai pilar ekonomi.

Pintu ruang kerjanya tersibak. Seorang remaja datang dengan paperbag di tangannya. "Junichiro?"

Jun tersenyum sambil menenteng sebuah paperbag yang bisa diprediksi olehnya.

"Ada barang Chimera Tech di dalamnya, juga trench coat milih Valentino, jadi aku tidak mungkin menghilangkannya."

"Anak baik." Puji Sasuke setengah hati, "silakan duduk." Ucapnya penuh basa-basi.

Jun menggumam, sudah menduga akan sambutan dingin Sasuke. Namun sedikit meminta perhatian memang bukan salahnya. Ya, bagaimana jika tes ini dilaksanakan saja.

"Bagaimana kabar Iris?"

Tubuh Sasuke menengang sepersekian detik sebelum melanjutkan, "aku tidak tahu jika Shikamaru berbagi hal-hal yang tidak penting."

Jun terkekeh, "maaf sekali, aku tidak perlu ayahku untuk hal-hal sepele macam itu." Ucapnya mengibas tangan.

Sasuke duduk di kursinya kemudian memutar kursi ke dinding kaca yang menampilkan lanskap Tokyo dari tempatnya berada. Mengabaikan Jun di belakang dan mengeliminasi anak itu untuk membaca apa yang ia pikirkan. "Apa yang kau tahu sebetulnya?"

"Tidak ada." Suara Jun berubah riang.

"Berarti semua," Sasuke menghela napas, "begitu kan kau mau bilang."

Junichiro meraih sebuah majalah dengan sampul yang menarik hatinya. Majalah bisnis dan wanita itu memang satu kesatuan yang menyenangkan ternyata. Membuka-buka tanpa menjawab pertanyaan Sasuke memang keinginannya sebab, ia tahu, semua Uchiha itu tidak sabaran.

Kursi kerja Sasuke berbalik guna memandangi si nyentrik anak Shikamaru. Mengamati bahwa sebetulnya anak ini sebaya dengan Iris kecuali kenyataan bahwa Jun lebih tua beberapa bulan. "Kau mau buka mulut jika ada imbalan kan. Jadi apa imbalannya?"

Raut riang itu berganti kemenangan, wajahnya tampak lebih antusias. "Ayahku tidak cerita ya?"

"Apa?"

"Aku juga berhasil mengkudeta dia."

Ada tawa yang tulus disemburkan oleh Sasuke. "Dia tidak berkata hal itu merepotkan. Saat ia terguling, artinya ia sudah bisa istirahat."

"Ck, sial. Lelaki dengan ketahanan absolut." Ucap Jun tanpa bermaksud merendahkan. "Aku sudah menggantikan dia menjadi CFO. Jadi hal-hal yang menyangkut bisnis paman bisa mengalihkannya padaku."

"Wah... Wah... Kau memang tidak bisa basa-basi ya. Aku jadi berpikir kau mungkin anak Sai."

"Geeezzzz... Tidak perlu Sai kalau aku punya Hyuuga Neji, dan juga Hyuuga Hanabi."

"Ya.. ya.. duo silet itu ya." Sasuke membenarkan, "hebat sekali kau bisa menurunkan tahta Ayahmu."

"Aku tidak bisa seperti Paman, yang menggulingkan ayah sendiri dengan tanganku. Aku cukup memprovokasi supaya ia turun dengan sendirinya."

Sasuke mengamati anak sahabatnya itu dengan seksama. Secara kasat mata Jun memang seperti kebanyakan anak lain, riang, penyuka kemewahan dan sifat show off yang haus pujian. Tapi Sasuke yakin, Jun tidak semudah kelihatannya. "Berapa IQ-mu?"

"Eh?"

"Sama dengan Shikamaru?"

Jun mengerjap, tidak tahu harus merespon apa. Sangat jarang orang yang menanyakannya.

"Apakah itu penting?"

Sasuke tersenyum, "dibawahnya ya?"

Mood Jun langsung terjun bebas. "Paman aku pinjam kamar mandimu."

"Hn, di situ." Sasuke menunjuk sebuah pintu di samping kanannya, sambil melihat Jun memasuki ruangan itu.

***

Ketika Jun keluar dari kamar mandi, yang ada bukanlah Sasuke di ruangan itu, melainkan pria dengan rambut pirang keemasan dengan kulit berwarna tan yang kelihatan sedang menunggu Sasuke juga.

"Maaf paman.." Jun berusaha menampilkan senyum ramah dan menggeser tas ranselnya dari dekat pria itu.

"Hei... Hallo. Aku Naruto." Paman itu kelewat riang dengan mengangsurkan tangannya untuk dijabat, mau tak mau membuat Jun terpaksa meladeni interaksi itu.

"Junichiro."

Naruto masih tersenyum ketika tangan mereka terlepas dan menimbulkan aura kikuk. Junichiro memang tidak pandai memulai obrolan. Jadi merasa tidak penting juga bicara dengan orang asing.

Sementara itu Naruto tampak antusias membalik-balik majalah bisnis yang memasang gambar Hinata. Matanya tampak berbinar, "mau kuberi tahu anak muda, dia ini calon istriku, lho..."

Jun mengernyit, matanya dengan kurang ajar memindai dari atas ke bawah. Dalam segi postur tubuh, ayahnya memang lebih kecil dan lebih jangkung. Tapi pria kekar bukan kegemaran ibunya, ia bisa memastikan hal itu dengan mata kepala sendiri. Fakta, bukan rumor apalagi hoaks. Lagipula, Naruto Namikase—Uzumaki? Hadeh... Pria gagal move on. Padahal Hinata saja sudah upgrade menjadi Hinata 2.0, pria ini malah masih dalam tahap pengembangan. Ckck...

"Kau kelas berapa? Masih SMP ya?"

Bolehkah Jun tertawa sambil guling-guling. Apa dia seimut itu sampai paman late upgarde ini bisa menyimpulkan kalau dia masih SMP. Saya mahasiswa woy... Mahasiswa! Catat itu kalean wahay kaom rebahan!

"Sudah lulus..." Jawab Jun sambil mengorek kuping malas-malasan.

"Oh, SMA... Belajar yang rajin ya, supaya bisa masuk ke Universitas Tokyo atau Waseda, gitu."

Bibir Jun berkedut. Antara keinginan menjawab yang bergejolak di dadanya atau dia menutup mulutnya karena sangat tidak tahu adat kalau dia membalas perkataan orang yang lebih tua—ya, meski orang tua itu berbentuk pria menyebalkan ini. Dia sudah diterima di MIT, tidak perlu berjuang keras untuk masuk lagi.

"Oe... Dobe, aku tidak tahu kau datang." Sasuke mengernyit karena begitu ia memasuki ruangannya kembali, Jun sudah ditemani oleh Baka Dobe—Naruto.

Naruto mengalihkan pandangannya dari artikel dalam majalah yang menampilkan Hinata sebagai covernya.

"Kejutaaaannn..." Katanya nyengir.

Sasuke menyungging senyum asimetris andalannya. "Kalian sudah ngobrol apa saja?"

Jun menaikkan alis cambuknya menatap Sasuke dengan horror. Kalau kupingnya tidak salah dengar, nada Sasuke seolah-olah dia menantikan peperangan atau pertunjukan spektakuler.

Ada apa dengan humor para lelaki dewasa teman-teman ayahnya?? Tingkat basa-basinya mengagumkan.

"Anak siapa sih dia? Anaknya Itachi?"

Jun langsung menolehkan kepalanya kepada Naruto dengan tatapan heran yang sangat kental. "Apakah aku tampak seperti Uchiha?" Perkataan itu lolos begitu saja.

Sasuke terpingkal di singgasananya. Benar-benar konyol adegan ini. Dan fakta hiburan yang menggelikan ini disambut tidak baik oleh Junichiro.

"Beneran anak Itachi, ya? Dengan Anko-neesan?" Cengiran wajah Naruto menghilang berganti dengan tatapan ingin tahu yang amat besar.

Apakah sulit membaca bahwa ia adalah anak Shikamaru setelah ia mengembalikan warna rambutnya? Juga mata yang konon kata ibunya lebih mirip sang Daddy?

Ledakan tawa dari Sasuke membuat Junichiro jengkel.

Apakah lucu melihat kegoblokan teman sendiri?! Aneh sekali mereka ini.

"Haaaa.. aku tahu julukan Baka Dobe itu berasal!" Jun mengangkat ujung bibirnya, membentuk senyuman asimetris yang dicopy dengan baik dari paman Superb-nya. Tentu tidak sulit membaca situasi.

Naruto tertawa, meratapi kebodohannya dengan suka cita, "aku punya teman yang selera humornya buruk sekali. Dua orang." Naruto bahkan melipat jarinya menjadi simbol V guna memperagakan banyaknya orang yang menyebalkan selain Jun.

"Mungkin aku kenal salah satunya." Jun memutar matanya bosan.

"Hyuuga Neji dan Sai Himura."

"Berarti aku kenal keduanya."

"Wah... Hebat. Kalau ada orang yang tahu segala, itu hanya sahabatku, Shikamaru."

"Aku juga kenal dia." Jun menahan kedutan di pelipis dan juga di bibirnya.

Naruto tertawa ngakak. "Aku suka pemuda dengan semangat masa muda, apa kau anaknya Rock Lee?"

Wth?! Seriously? Dia disamakan dengan si Metal Lee? Hadehhh...

Junichiro lost apettite, jadi sebaiknya menyingkir dari tempat itu sajalah daripada buat onar. "Paman Sasuke, aku harus pulang."

"Mau diantar sopir?"

Jun langsung buru-buru menggeleng. "Aku lebih suka berjalan-jalan."

"Asal jangan sampai hilang saja."

Jun terkekeh, "para rusa selalu tahu di mana sarang mereka. Dan Jepang sudah mengenal google dan juga gps. Tenang saja." Katanya sambil mengerling. Tangannya yang bebas segera mencangklong tas ranselnya dan segera pamit dari sana.

"Semuanya... Aku pulang..." Ucapnya riang seperti bocah lima tahun.

.

.

"Ngomong-ngomong, Sasuke. Dia itu anak siapa sih?! Kok kayaknya kenal?"

Tawa Sasuke meledak lagi.

****

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel