Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2 The S' Circles

Bab 2 The S' Circles

Hari sudah gelap ketika memasuki kawasan kota Tokyo. Dan seperti biasa, ayahnya selalu menyempatkan diri berkumpul dengan kawan-kawannya ketika tiba di kota ini.

Bahkan Junichiro hapal sekali kemana mereka akan pergi. Dan mendesah ketika tebakannya terbukti.

Time Out Dinner & Cafè di Ebisu, kawasan Shibuya, Tokyo yang jadi tempat berkumpulnya anggota member "S". Junichiro mendesah. Kenapa mereka tidak memilih tempat yang lebih privasi saja. Uang anggota mereka banyak. Bahkan si paman dengan julukan Superb itu bisa mengusahakan apapun dalam jentikan jari. Pasti tidak akan sulit kalau hanya menyewa satu suite room di salah satu hotel bintang lima di Tokyo.

Ketika Jun masuk, ayahnya pamit ke kamar kecil lebih dahulu. Membuatnya keki setengah mati. Berjalan menuju tengah ruangan ia dapat melihat salah satu member The S Circle sedang duduk dengan memegang handphone di tangannya. Shino Aburame dengan jas putihnya yang masih tampak sempurna meski Jun tahu kalau lelaki itu pasti sangat sibuk seharian ini.

Mereka suka duduk di tengah ruangan, terutama dengan sofa empuk berlapis kulit yang kadang berdecit jika melakukan gerakan yang tiba-tiba. Salah satu yang tidak disukai Jun di tempat itu, selain karena sudah dipastikan bahwa mereka akan membahas apa saja, yang benar-benar apa saja, secara harfiah.

The S Circle terdiri dari; Sai Himura seorang pengacara-yang bahkan bisa mengendus berapa presentase keberhasilan bahkan jika kasus masih belum diajukan ke sidang sekalipun, Shino Aburame seorang Profesor Mikrobiologi-yang ayahnya sebut sebagai dokter hewan, Sasuke Uchiha, si tampan, berkharisma yang penuh pesona, jangan lupakan dia adalah pria pintar yang bisa mengkudeta ayahnya sendiri, cool! Shikamaru Nara, si terakhir, yang lebih suka menjadi Jedi, yang tidak Jun tahu di mana letak persamaannya. Dan tak berhasil membuat Jun terkesan sama sekali.

"Oh, Jun. Di mana ayahmu?"

Jun duduk, menampilkan senyum segaris yang ogah-ogahan, "ke kamar kecil."

Shino tertawa tertahan, "hmmppffftt.."

"Kenapa?"

"Ayahmu tidak akan datang."

"Eh?"

"Kau sudah pegang kartu sakti kan??"

Jun segera memeriksa dompet di saku belakang jeansnya dan mendapati dua buah platinum card dan sebuah black card. Sial! Kapan pria itu memasukkannya?

"Pasti giliran Dad yang traktir ya." Jun mendesah, untuk apa dia di sini?! Sialan, membuat kesal saja.

Tak seberapa lama kemudian Sai datang dengan langkah yang mantap, kemudian menggeret kursi di samping Jun dan tersenyum hingga matanya menghilang. Setiap melihat senyum lelaki itu, tak bisa menyembunyikan kernyitan ngeri dari wajah Jun.

Tangan lelaki itu terulur dan menepuk kepala Jun dua kali, "kasihan sekali, kau menjadi umpan."

Aduh, sial! Rupanya lelaki tua itu sudah pergi dari tempat itu.

"Oi Sai. Cepat sekali kau datang, Sasuke bahkan masih di kamar kecil."

"Dan kau percaya?" Sai terkekeh, ia justru mengkode barista untuk memberinya minuman yang biasanya. "Ayahmu sudah pulang, jangan percaya kalau dia pergi ke kamar kecil."

Shino menghembuskan napas, "kenapa dua orang itu suka sekali mengerjai kita."

"Mengerjai apa?" Sai tersenyum pada waitres yang menyajikan dia segelas ekspresso.

Shino akhirnya meminta dibuatkan secangkir latte, sementara Jun langsung memesan dalgona dengan toping kacang almond.

"Sasuke sudah mengirimkan delegasinya. Shikamaru juga. Jadi tidak bisa dianggap absen kan."

"Mantel ini maksudmu," Shino menarik ujung trench coat berwarna cremè yang diletakkan di dekat tempat duduknya.

"Dikancingnya ada alat penyadap. Dia tetap bisa memantau meski mungkin dia sedang dalam perjalanan menemui kekasihnya untuk berkencan."

"Yaaahhh, apa boleh buat." Shino mengendik. "Mulai dari mana nih,"

"Vaksin Covid-19." Sai memulai babak percakapan.

"Aku sudah melepas vaksin generasi pertama. Produksi masal sudah dibuat kemarin, dalam tiga hari akan didrop ke rumah sakit milik Uchiha dulu."

"Masalah hak paten?" Sai menanyakan peluang bisnis yang digelutinya.

"Uchiha dan Nara sudah mengurusnya." Shino bersedekap, "menurutmu Jun, sebagai millenial kami juga perlu pandanganmu."

Jun mengendikkan bahu, "jika ini masih generasi pertama, akan sangat sulit berkomentar."

Sai terkekeh, "bijak sekali kau hari ini."

Jun mendengus, "sekali produk ini release, dengan keberhasilan lebih dari enam puluh persen, maka bisa dibilang sempurna. Gunakan media yang tepat."

"Apa itu?"

"Instagram dan podcast. Keduanya sedang trending sekarang. Tapi..." Jun menggantung kalimatnya dan menyesap dalgonanya sebelum melanjutkan, "masa pandemi ini, you tube dan televisi masih berjaya. Sekali gagal berarti tamat, sekali berhasil maka akan sukses. Pertaruhan inilah yang membuat semuanya lebih serius dari kelihatannya."

"Kalau ayahmu di sini kemungkinan akan bilang apa?" Sai melihat respon anak remaja sahabatnya itu.

"Tsk! Dia takkan peduli. Buktinya dia kabur duluan. Mengaku ke kamar kecil malah aku ditinggalkan bersama dua paman-paman gila duit macam kalian."

Suara tawa meledak di udara. Haaahh... Hilang sudah keindahan masa muda.

***TetepBukapeluangCandidat(bapaknya si Junjun)***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel