Bab 11 Awal Pertengkaran
Bab 11 Awal Pertengkaran
"Caraku mencintaimu itu sederhana. Cukup melihatmu bahagia meski bukan bersamaku."
-Cinta dan Rahasia-
Berkali-kali Ocha melirik Nero lalu mendesah, jengah dengan tatapan Nero padanya. Apa laki-laki itu tidak ada hal lain yang bisa dilihat selain dirinya? Entah mengapa Ocha merasa tidak enak ditatap seperti itu oleh Nero.
"Berhenti natap aku kayak gitu!" bentak Ocha, mengadah menatap Nero yang berdiri di sampingnya sedangkan dia sendiri duduk di kursi.
Nero hanya tersenyum, lalu mengalihkan pandangan ke kaca bus. laki-laki itu tidak bicara apa pun, tampak nyaman dengan suasana hening atau suara bising di sekeliling bus.
Ada yang aneh dengan Nero, pikir Ocha. Sejak kapan Nero jadi pendiam dan bersikap sangat manis seperti sekarang? Apa laki-laki itu baik-baik saja? Atau mungkin Nero senang karena menang tawuran? Bahkan Ocha tidak melihat luka apa pun di wajah Nero. Jangan-jangan Nero sebenarnya tidak ikut tawuran.
Ocha ingin bicara tapi ragu. Entah mengapa dia jadi canggung di dekat Nero. Nero juga, kenapa tiba-tiba jadi pendiam.
Keadaan rumah sepi ketika Ocha sampai di depan rumah. Dia menoleh ke belakang, masih ada Nero. Berdiri dua meter di belakang, hanya diam menatapnya dengan sorot yang tidak dimengerti Ocha.
"Ocha." Setelah sekian lama, Nero kembali menyebut nama Ocha. "Makasih."
Ocha mengerutkan kening tidak mengerti.
"Ini hari yang berat buat aku. Aku pikir aku tidak bisa nyelesain semuanya. Tapi setelah liat kamu, aku pikir aku harus nyelesein semuanya." Nero terlihat ragu, dia menatap Ocha serius. "Nanti, kalau semuanya udah selesai, kalau kamu udah bener-bener ngenal aku, boleh aku ajak kamu pergi?"
Ocha diam tidak bisa menjawab.
Nero tersenyum, perlahan melangkah mundur. "Aku artiin jawabannya 'ya'." Setelah itu Nero berbalik, bukan masuk ke dalam rumah Zia namun kembali ke berjalan menuju jalan raya.
Sejenak Ocha tertegun, jika Nero tidak berniat pulang ke rumah Zia. Apa laki-laki itu baru saja mengantarnya pulang?
Ocha menghela napas panjang, semakin tidak mengerti dengan sikap Nero.
***
Ibu: Hari ini Ibu pulang terlambat. Di kulkas ada nugget sama ayam.
Ocha: Oke, Bu.
Ocha melempar ponsel ke meja lalu mendesah, sekilas melihat jam dinding menunjukan pukul delapan. Tampaknya Resti ada pertemuan penting sehingga pulang cukup larut.
"Delivery aja, ya?" Ocha mendengus, benar-benar sedang malas untuk masak sesuatu. Dia meraih dompet lalu pergi keluar.
Tadinya Ocha berniat pergi ke mini market, namun saat di tengah jalan dia melihat Nero berjalan terburu-buru dengan penampilan bak malaikat maut tampan—pakaiannya hitam semua—karena penasaran, Ocha mengikuti Nero entah ke mana. Untungnya laki-laki itu tidak menggunakan kendaraan apa pun jadi Ocha bisa dengan mudah mengikutinya.
Cukup lama Nero berjalan hingga membuat Ocha terengah-engah. Merutuki para laki-laki yang suka berjalan sangat cepat. Dia bersyukur saat Nero berhenti sesaat untuk menelepon, kakinya benar-benar pegal. Dia juga heran, kenapa malah mengikuti Nero. Jelas-jelas laki-laki itu mau main seperti biasa. Mungkin.
"Ck, aku emang bodoh, ngapain juga ngikutin laki-laki alay itu?!" Bingung sendiri, Ocha memilih pergi namun sesuatu menarik perhatiannya. Ocha melangkah mendekat dan bersembunyi di balik pohon, berdoa agar penunggu pohon itu sedang pergi.
"Ner!" laki-laki yang dikenal Ocha sebagai Tian menepuk bahu Nero saat laki-laki itu berjalan menghampiri teman-temannya. Ocha kenal dengan sebagian dari mereka, namun ada banyak laki-laki yang tidak dikenal Ocha, atau mungkin mereka bukan sekolah di SMA Pertiwi.
Mulut Ocha mendadak terbuka saat melihat Ares bersama kumpulan teman-teman berandal Nero. Atau mungkin teman-teman Ares, karena setahu Ocha teman Nero hanya Roland dan Tian.
"Ngapain mereka kumpul di bawah jembatan?" Ocha melihat ke sekeliling, baru tahu kalau ada tempat cukup bagus untuk nongkrong buat anak rusuh di sini. Sekeliling tembok dipilok dengan berbagai gambar dan warna, tempat main sepatu roda dan sebagainya. Ocha yakin, jika mereka tidak ada di sini, pasti tempat unik ini akan ramai pengunjung.
"Oi, Riko. Nero datang buat ngambil motor yang kamu curi," kata Cepi santai.
Lelaki bernama Riko menatap Cepi lantas tersenyum mencemooh, dia melirik Nero yang masih santai duduk di motor Roland. "Motor itu punya kamu?"
Nero hanya diam.
"Kamu tidak bisa ngambil motor kamu dengan mudah. Salah sendiri markir motor di daerah Garuda."
Ocha teringat sesuatu, apa Nero kehilangan motornya waktu itu? Apa motor Nero dicuri gara-gara dia? Ocha ingat jelas waktu itu dia meninggalkan motor Nero begitu saja di pinggir jalan. Tapi kenapa Nero tidak marah padanya?
Nero berjalan melewati Riko lantas menghidupkan motor yang dicuri Riko dengan kunci cadangan.
"Mau apa kamu?!" Riko menyeret Nero turun, anak-anak Pertiwi langsung mengernyit ketakutan. "Apa pun yang ada di tangan aku itu berarti milik aku. Jangan coba-coba buat ngambil milik aku."
Riko kembali mendorong Nero hingga laki-laki itu hampir terjatuh. "Siapa kamu? Beraninya ngelawan aku!"
Kesabaran Nero menipis, dia berjalan melewati Riko namun lagi-lagi Riko mendorongnya hingga terjatuh.
"Sekali lagi kamu ngelawan aku, aku tidak akan segan-segan bikin kamu babak belur sampai kamu berharap buat mati."
Nero tidak terlihat takut, tatapannya datar, terlalu datar malah. "Saking sukanya sama motor aku, kamu sampe ngancem aku?" Suaranya datar, ada senyum di bibirnya, jenis senyuman ramah namun terkesan menakutkan. Kemudian Nero melempar kunci dan STNK motor ke depan wajah Riko. "Kayaknya kamu suka sama motor aku. tidak papa, bawa aja. Toh aku masih punya banyak uang buat beli yang baru."
Tatapan Nero menajam, mengabaikan amarah yang terpancar di wajah Riko. Seolah siap meledak saat ini juga. "Tapi, lain kali jangan ngelakuin hal kayak gini lagi. kamu keliatan menyedihkan sekali sampe nyuri motor orang cuma karena suka."
Rahang Riko mengeras, dia langsung mengcengkram jaket Nero. "Tutup mulut kamu sebelum aku nutup mulut kamu dengan cara aku."
Nero melepaskan cengkraman Riko hingga laki-laki itu hampir terjatuh. "Kesabaran aku hampir habis. Jangan sampai aku ngirim kamu ke rumah sakit." Sesaat Nero menatap Riko dengan pandangan jijik, lalu melangkah mundur.
"Oke, aku kembaliin motor kamu!" teriak Riko kesal, sadar tidak bisa mengintimidasi Nero, kemudian dia menantang Nero untuk balapan motor.
"aku tidak punya motor." Nero berkata terlampau santai, tidak peduli jika orang-orang menganggapnya pecundang.
"Kamu punya banyak teman. Kenapa tidak pinjem motor temen-temen kamu. Atau, temen kamu gantiin kamu balapan?"
Nero diam sesaat, terlihat ragu.
"aku yang gantiin Nero." Cepi berkata.
Riko mendecih, "Bosen aku balapan terus sama kamu."
"Mau kamu apa sih?!" Roland tidak bisa menahan kekesalan. "aku saja yang maju."
Riko menggeleng tidak setuju, kemudian dia menunjuk Ares. "aku mau dia yang gantiin Nero."
Semua pandangan tertuju pada Ares kecuali Nero. laki-laki itu sedikit tergagap lalu berdehem, tidak menyangka jika Riko mengincarnya.
"Udah aku bilang, aku yang bakal maju. Atau kamu takut sama aku?" Roland kembali berkata.
Riko terkekeh mengusap bahu Roland. "Jangan salah paham, mana aku takut sama anak rumahan kayak kamu." Kemudian Riko berbisik ke telinga Roland.
Roland diam dengan rahang mengeras, yang lain juga diam. Tiba-tiba Ares melangkah maju.
"Oke, aku maju."
Semua pandangan tertuju pada Ares untuk kedua kali, Ares melirik Nero. Lagi-lagi Nero tidak memandangnya, seolah tidak merasa tersanjung sama sekali.
Riko tertawa senang, dia menatap Ares serius. "Kalau kamu kalah, kamu musti jadi kacung aku dan motor kamu kasih ke aku."
Ares terkejut, menjadi kacung Riko pasti menyeramkan, dan motor? Zia pasti akan sangat marah jika dia motornya hilang tiba-tiba. Tetapi, mana dia bisa menarik kata-katanya kembali.
Ah, sepertinya sejak awal Riko sudah merencanakan semua ini.
"Ner, kamu saja yang balapan. kamu bisa pake motor aku atau motornya Roland." Cepi berujar dengan gusar, seolah tahu apa yang akan dilakukan Riko pada Ares.
Nero melirik Cepi. "aku tidak nyuruh dia gantiin aku."
Riko kembali tertawa. "Whoah, Ner. aku jadi suka sama kamu." Dia menggeleng. "Kata-kata kamu bener-bener egois."
Teman Riko bernama Jimmy mengatakan jika rute jalan yang akan dilewati Riko dan Ares aman dari apa pun, semua orang langsung berkumpul di tengah-tengah Ares dan Riko, bersiap memulai pertandingan.
"Berusaha. Sebisa mungkin jaga jarak sama Riko." Cepi menepuk bahu Ares. "Harusnya malem ini kamu tidak dateng."
"Res, kalahin dia apa pun yang terjadi. Jangan bikin malu kita." Rian berkata dengan serius. "Kalau kamu kalah, bukan cuma kamu saja yang bakal jadi kacung si Riko, tapi kita juga bakal."
Ares hanya mengangguk, mulai bersiap. Dia memakai helm ikut menghidupkan mesin motor seperti Riko.
"Jangan ada kecurangan." Tiba-tiba Nero berkata, tatapannya tertuju pada Riko. "Jika salah satu dari kalian ngelakuin kecurangan, dianggap gugur."
Riko protes tidak terima, hampir saja memukul Nero andaikan laki-laki itu tidak sigap menahan pukulan Riko.
"Protes? Batalin saja balapannya."
"Oke!" Terpaksa Riko mengalah.
Suara deru motor memecah kericuhan di sekeliling, lalu Ares dan Riko melajukan motor secepat mungkin.
Ocha menggelengkan kepala takjub, tidak pernah menyangka ada orang selicik Riko. Jelas-jelas dari awal laki-laki itu sudah mengincar Ares, kenapa juga Ares sok jadi pahlawan dengan menerima tantangan Riko. Ah, Nero juga salah. Sama sekali tidak melarang Ares balapan padahal jelas-jelas Ares kurang berpengalaman. Bisa saja Ares kalah dari Riko.
Jika Ares kalah dan membuat hidup laki-laki itu serta Nero hancur yang harus disalahkan adalah Ocha. Bagaimana pun juga, jika waktu itu Ocha tidak meninggalkan motor Nero sembarangan, mereka tidak akan berurusan dengan Riko yang liciknya minta ampun.
Ocha mendesah, setidaknya sekarang dia tahu Nero tidak sejahat seperti yang dikatakan orang-orang.
Bukan salah Nero juga jika Ocha dibully.
Ahh, kenapa semuanya terlihat serba salah.
Tidak lama kemudian, Ocha kembali mendengar suara deru motor. Dia kembali melihat ke kerumunan. Motor Riko yang pertama tiba disusul oleh Ares. Anak-anak Garuda langsung berteriak heboh. Hati Ocha mencelos tidak percaya, Ares kalah?
Tiba-tiba suasana jadi hening saat Nero menarik Riko turun dari motor lalu memukul laki-laki itu tanpa ampun.
"Berengsek!" umpat Nero, kali ini benar-benar meluapkan amarah.
Semua orang terdiam, terlalu terkejut dengan tindakan brutal Nero.