Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3. Kau Cemburu?

Dakota terbangun di sebuah kamar hotel. Ingatannya mengingat kejadian tadi malam. Kejadian di mana dirinya dibawa secara paksa ke dalam hotel. Shit! Lama-lama Dakota bisa gila menghadapi pria sialan dan kurang ajar itu.

Dakota menyibak selimut, dan membersihkan tubuhnya. Tepat di kala dia sudah selesai mandi—ada seorang pelayan masuk ke dalam kamar hotel sambil membawakan paper bag.

“Selamat pagi, Nona Spencer,” sapa sang pelayan sopan.

“Kau siapa?” tanya Dakota tanpa basa-basi, pada seorang wanita yang berpakaian pelayan.

“Nona Spencer, saya adalah pelayan yang ditugaskan Tuan Caldwell untuk melayani Anda. Di dalam paper bag ini sudah ada baju ganti dan alat make up lengkap yang baru bisa Anda gunakan.” Sang pelayan menyodorkan paper bag yang ada di tangannya pada Dakota.

Dakota mengembuskan napas kasar. Wanita cantik itu seakan enggan untuk menerima pemberian dari pria berengsek yang mengganggunya. Namun, tidak mungkin dia memakai baju yang tadi malam. Dia tak memiliki pilihan lain. Akhirnya, dia mengambil paper bag yang diberikan sang pelayan.

“Thanks, kau boleh keluar. Aku ingin mengganti pakaianku,” ucap Dakota datar, meminta sang pelayan untuk pergi.

“Baik, Nona. Saya permisi.” Pelayan itu menundukkan kepalanya, lalu pamit undur diri dari hadapan Dakota.

Dakota menanggalkan bathrobe-nya, dan langsung mengganti pakaian dengan dress yang diberikan oleh sang pelayan. Dress berbahan kaus itu membuat kesan nyaman di tubuh Dakota. Wanita cantik itu berbalik, bermaksud ingin bercermin. Namun, betapa terkejutnya dia melihat Dylan sudah berdiri tak jauh darinya.

“Kau! Sejak kapan kau di sini?!” seru Dakota dengan nada keras dan terselip kepanikan nyata. Bayangkan saja dia baru selesai mengganti pakaian, sudah di hadapkan Dylan ada di depannya. Itu sama saja dengan Dylan melihatnya mengganti pakaian.

“Sudah sejak tadi. Kau memiliki tubuh yang indah, Nona Spencer. I love it,” komentar Dylan dengan seringai di wajahnya.

Mata Dakota membulat sempurna mendengar ucapan Dylan. “Berengsek! K-kau mengintipku ganti baju?!”

“Bukan mengintip. Lebih tepatnya aku tidak sengaja melihat.” Dylan duduk di sofa, menyilangkan kaki kanan bertumpu ke paha kirinya. Nadanya santai, tenang, seolah tanpa sama sekali berdosa.

Dakota berdecak kesal, dengan wajah menunjukkan amarah. “Bajingan! Kau tahu aku sedang mengganti pakaian, kenapa kau tidak menutup matamu!” semburnya emosi. Bisa-bisanya pria berengsek di depannya ini mengatakan kalimat yang seolah tidak bersalah sama sekali. Dakota bersumpah pria di depannya ini sangat berengsek.

Dylan dengan santai mengambil wine yang ada di atas meja. “Ada pemandangan bagus, kenapa harus menutup mata? Sangat disayangkan jika tidak dilihat, bukan?”

“Kau—” Dakota mengepalkan tangannya, ingin sekali melayangkan pukulan ke wajah Dylan. Namun, sayangnya keseimbangan Dakota tak terjaga dengan baik. Sialnya, Dakota terjatuh tepat di pangkuan Dylan.

Dakota memekik terkejut di kala jatuh ke pangkuan Dylan. Dia ingin bangkit berdiri, tapi Dylan sudah melingkarkan tangannya di pinggang Dakota—membuat wanita itu tidak bisa berkutik sama sekali.

“Dylan lepaskan aku!” seru Dakota seraya memukuli dada bidang Dylan, dengan cukup keras.

“Kau sendiri yang menjatuhkan tubuhmu di pangkuanku. Jadi aku menganggap itu sebagai kesengajaan.” Dylan menjawab enteng sambil menatap Dakota.

“Tidak sengaja, Sialan! Mana mungkin aku sengaja menjatuhkan tubuhku ke pangkuanmu!” seru Dakota jengkel.

Dylan menarik dagu Dakota, mendekat ke bibirnya sambil berbisik serak, “Dress yang aku beli cocok di tubuhmu. Kau terlihat sangat cantik.”

Pipi Dakota sedikit bersemu merah akibat pujian yang lolos di bibir Dylan. Namun, Dakota tidak mau terbuai akan pujian dari pria sialan itu. “Lepaskan aku!”

Dylan menyunggingkan senyuman miring. “Tanganku sudah tidak lagi memelukmu, Nona Spencer.”

Dakota melihat ke pinggangnya. Shit! Benar saja, Dylan sudah tidak memeluknya. Buru-buru, Dakota bangkit berdiri. Astaga! Dia sangat malu. Dia tak sadar Dylan sudah melepaskan pelukan di pinggangnya.

Dylan bangkit berdiri. “Ayo aku antar kau pulang.”

Dakota melipat tangan di depan dada. “Tidak usah! Aku bisa pulang sendiri! Kau tidak perlu repot mengantarku.”

Dylan tersenyum samar. “I know, kau bisa sendiri, tapi kau ke sini bersamaku, maka kau harus pulang bersamaku.”

“Dylan—”

“Jika kau tidak menurut, aku akan mengadukan pada ayahmu tentang kejadian di klub tadi malam. Kau ingin seperti itu, Nona Spencer?” Dylan memotong ucapan Dakota, memberikan ancaman tak main-main.

Mata Dakota melebar terkejut ketika diancam Dylan. “Sialan! Berani sekali kau mengancamku!”

Dylan mendekat dan dengan berani mengecup bibir Dakota. “Kita pulang sekarang, Nona Spencer.”

Tangan Dakota mengepal kuat. Sorot mata tajam. Rahangnya mengetat. Aura kemarahannya terlihat jelas. Dalam hati dia tak henti meloloskan umpatan kasar. Dia ingin berontak, tapi ancaman Dylan tak bisa diabaikan. Jika ayahnya tahu, habislah dia. Kacau sudah semuanya. Detik selanjutnya, dengan penuh paksaan Dakota menghentakkan kakinya mengikuti Dylan.

Di lobby, Dakota hendak masuk ke dalam mobil Dylan, tapi tiba-tiba saja ada wanita cantik berambut pirang memanggil Dylan dan berhenti tepat di hadapan mereka. Wanita itu kini langsung melingkarkan tangannya ke leher Dylan.

“Hi, Dylan. Senang sekali aku bertemu denganmu di sini.” Wanita berambut pirang itu berbisik seksi di depan bibir Dylan.

Dylan tersenyum sambil meremas bokong wanita berambut pirang itu. “Hari ini aku sangat sibuk. Besok kau bisa temui aku di penthouse-ku.”

Wanita berambut pirang itu menatap sinis Dakota. “Siapa dia, Dylan? Apa dia jalang barumu?”

“Hey! Jaga bicaramu! Kau yang jalang!” seru Dakota tak terima disebut jalang.

“Kau—” Wanita berambut pirang itu hendak menyerang Dakota, tapi dengan sigap Dylan menarik tangan wanita berambut pirang itu.

“Pulanglah. Aku harus mengantarnya. Dia bukan jalang. Jangan mencari masalah,” kata Dylan mengingatkan wanita berambut pirang itu.

Wanita berambut pirang itu sangat kesal. Namun, dia tidak ingin membuat Dylan marah padanya. “Oke fine, aku pulang, tapi nanti aku akan ke penthouse-mu.”

Dylan mengangguk merespon ucapan wanita berambut pirang itu.

“Bye, Sayang.” Wanita berambut pirang itu mengecup bibir Dylan di depan Dakota, lalu dia melangkah pergi meninggalkan tempat itu.

Dakota tersenyum sinis menatap wanita berambut pirang yang melewatinya. “Dia pelacurmu?”

Dylan menoleh menatap Dakota. “Well, apa kau sedang cemburu, Nona Spencer?”

Dakota menunjuk dirinya sendiri. “Aku cemburu? Sorry! Tidak sama sekali!”

Dylan terkekeh rendah sambil mencubit hidung mancung Dakota. “Kau tenang saja. Kau jauh lebih cantik dan memesona darinya.”

Dakota mendelik tajam. “Kau memang pria berengsek!”

Dylan kembali terkekeh mendengar ucapan Dakota. Dia masuk ke dalam mobil, dan dengan terpaksa Dakota juga masuk ke dalam mobil. Pria tampan itu melajukan mobilnya meninggalkan lobby rumah sakit. Tampak raut wajah Dakota menunjukkan rasa kesalnya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel