Pelaku Kembali Beraksi
Malam yang dingin. Neena berada di atas balkon, menatap bintang bertaburan di angkasa.
Berkali-kali ia mencoba menghubungi Khanza untuk meminta maaf, tapi semua sia-sia. Khanza tak mau berbicara dengannya, jadi Soka yang menjawab.
"Jangan ganggu Adikku lagi, Wanita Murahan! Adikku pantas mendapat yang lebih baik!" Neena terdiam, memejamkan mata setelah sambungan telepon diputus.
Sudah tak ada harapan lagi. Ia benar-benar jauh dari Khanza. Haruskah menerima uluran tangan Albi yang tulus? Neena terisak, mengingat ia juga terpaksa menolak Farel yang membuatnya tersinggung.
Dipikirkan olehnya bagaimana penjahat itu bisa memanjat dan berhasil membuka pintu. Sepertinya, pelaku itu punya fisik yang kuat, kalau seandainya mampu memanjat pohon menuju balkon.
"Apakah dia atlet panjat tebing? Pelari? Ah, mustahil! Mustahil atlet punya pikiran kotor dan sifat jahat," sanggahnya pada diri sendiri.
"Apa dia lewat jendela? Atau punya kunci serep?" Mengingat itu, Neena bergidik. Ia takut berlama-lama di luar. Bergegas ia masuk dan memastikan semua jendela dan pintu dikunci.
Bayang-bayang tentang kejadian malam itu serasa masih hangat. Ada trauma menyisakan banyak tekanan. "Aku takut. Benar-benar merasa takut," lirihnya, mulai berbaring.
Setelah itu, barulah ia bisa melelapkan mata. Sejak malam penuh penyiksaan itu, Neena tidur dengan lampu yang menyala. Dia takut kalau-kalau nanti sosok itu datang lagi seperti yang dikatakannya.
Beberapa saat berlalu. Neena mulai terbuai mimpi indah. Mimpi yang sekali lagi membuatnya harus bertemu dengan sosok misterius itu. Ya, sosok itu datang lagi sembari membawa kejutan yang sungguh mematikan.
Pyaaarrrr!!!
Neena kaget mendengar suara benda pecah. Segera ia bangun, dan mendapati jendela pecah. Sebuah batu besar berada di bawah ranjang.
Dengan jantung yang berdebar, Neena turun dari ranjang, lantas mengambil batu berbalut kertas di antara pecahan kaca jendela. Diambilnya kertas yang ternyata sebuah foto. Matanya terbelalak melihat apa yang ada di dalam foto itu.
Terdapat sebuah fotonya dalam keadaan polos, dengan sesosok tubuh bertopeng yang berada di atas tubuhnya. "Astaga!" Neena menjatuhkan foto itu. Dilihatnya arah luar, tapi tidak ada tanda-tanda orang di sana.
"Di-dia kembali?" Neena mulai tak bisa menetralisir debaran di dada yang kian bertambah.
Hanya kegelapan malam, dan dua satpam yang bersiaga di sekitar rumah. "Dari mana foto itu berasal?" Apa jangan-jangan sebenarnya sosok itu ada di dekatnya saat ini? Neena mulai berandai.
Baru saja hendak berbalik, tangan seseorang memeluknya. "Hai, Sayang. Kau masih ingat aku?" Suara seseorang yang Neena ingat. Suara milik si pelaku. Ya, Tuhan! Dia benar-benar datang lagi.
"Ba-bagaimana kau bi-bisa masuk?" Neena merasakan ketakutan yang teramat sangat. Tanpa memberi jawaban, tangan kasar itu menyeretnya ke ranjang.
Neena yang hendak berteriak, langsung diancam. "Kalau kau berani berteriak, aku akan membunuhmu!" Sosok bertopeng itu mulai mendekat.
"Bunuh saja! Lagipula, aku sudah tidak sanggup lagi untuk hidup. Bunuh aku! Ayo!" Neena mengambil pecahan kaca, dan mengarahkannya ke leher. Dia sudah tidak peduli akan hidupnya.
Namun, sosok itu malah tersenyum. "Tidak malam ini, Sayang. Aku masih ingin menikmati tubuhmu yang luar biasa itu. Ayo, kita ulangi indahnya malam itu." Pria itu mendorongnya ke ranjang.
Neena berontak. Ia menendang kaki itu, dan berusaha untuk kabur. "Tol--" Baru saja akan berteriak, sosok itu langsung menatapnya tajam. Bibirnya bergerak tanpa suara, bagai tengah membaca mantra.
"Tatap mataku!" Neena yang ketakutan, tak bisa menolak. Ia gemetaran menatap bola mata yang berubah merah dalam sekejap. Mengerikan, tampak seperti makhluk halus yang tengah menerkam mangsanya.
"Diamlah! Ikuti semua yang aku katakan. Menyatu! Biarkan pikiran kita menyatu!"
Kalimat itu perlahan membuat Neena lemas, tapi masih sadarkan diri. Ia hanya tidak mampu bergerak sedikit pun, dengan suara yang hanya tersekat di tenggorokan. "Ma-Mama!" Tidak ada suara keluar.
Mata merah itu kembali memutih bersamaan dengan baju Neena yang dibuka. Wanita itu mengeluarkan air mata, tak dapat bersuara.
"Apa yang ... dia lakukan padaku? Kenapa aku ... tak bisa bergerak?" Hatinya berbicara, bingung dengan situasi ini.
Tidak ada yang bisa dilakukan, selain pasrah tubuhnya kembali dijamah. Neena berteriak keras di dalam hati. Air matanya mengalir deras kala tangan kotor itu menyobek pakaiannya, persis seperti malam itu.
"Jangan takut. Aku akan melakukannya dengan kasih sayang." Pria itu menyeka air mata Neena, dan langsung menjalankan aksinya dengan liar. Tak ada yang akan mencegahnya lagi.
Sengaja ia melakukan sesuatu yang terbilang tak masuk akal pada Neena agar tidak melawan saat disentuh bebas. Seakan pemilik tubuh itu, dia leluasa menguasai. Bagai dihipnotis, Neena hanya bisa pasrah pada apa yang terjadi.
Bak mati rasa dan lumpuh, hanya mata yang bisa bergerak. Neena menahan sakit. Tuhan, kenapa hal buruk selalu menimpa? Apa yang akan Albi katakan besok saat tahu dia kembali dinodai?
"Kau adalah milikku seorang. Memilikimu adalah keharusan! Kalau kau sampai melibatkan polisi, maka keluargamu yang akan merasakan akibatnya! Aku juga akan menyebar foto-foto mesra kita malam itu." Pria itu masih sempat mengancam di sela kegiatannya.
Neena memejamkan mata. Sial! Kenapa dia tidak melukai pria itu saat tadi sudah memegang pecahan kaca? Apa karena dia takut dan panik?
"Bodohnya aku!" Neena merutuki diri sendiri.
Selang beberapa saat ....
"Terkadang menjadi jahat itu menyenangkan, Neena. Kalaupun aku mengatakan bahwa aku mencintaimu dan mengakui siapa diri ini, kau pasti menolak."
Pria itu beredar. Ia membuka lemari pakaian sembari menatap tubuh Neena yang lemas akibat permainannya yang liar.
"Tunggu! Dari mana dia tahu letak handuk itu?" Neena melotot saat dengan mudahnya si penjahat mengambil handuk di dalam lemari. Seakan sudah hafal setiap sudut ruangan beserta isinya.
Seolah tak berdosa, si penjahat masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Senandung terdengar bersamaan dengan bunyi air dari keran shower. "Just let me in, oohhh."
Suara seram itu terdengar menyeramkan. Bukankah lirik lagu itu artinya biarkan aku merasukimu? Neena sekuat tenaga berusaha untuk bergerak, tapi tak bisa. Ia semakin takut, mengingat pria itu mampu mengendalikan dirinya.
Di kamar mandi, si pria bertopeng membersihkan sisa-sisa noda indah di tubuhnya yang ia ciptakan lewat jalur paksa.
Saat Neena masih berdoa agar bisa bergerak, sosok itu keluar dari kamar mandi, masih dengan topeng di wajah. Dipakainya semua pakaian, lantas mendekati dengan penuh perhatian.
Dikecupnya kening, lantas meminta Neena menatapnya lagi. Neena menolak, memilih memejamkan mata. Namun, tangan kasar itu berhasil memaksanya membuka mata.
"Bebaslah!" Mata itu kembali memerah, lalu hitam lagi dalam sekejap. Satu kata ternyata cukup membuat Neena kembali bisa bergerak.
Sosok itu pun pergi setelah berhasil mencabik-cabik tubuh hingga ke jalur nadi. Neena benar-benar tak bisa bertahan. Ia lemas, semakin lemas, dan akhirnya tak sadarkan diri.****