Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Gagal Menikah

"Neena!" Sheila berhambur memeluk Neena yang terlihat sangat menyedihkan. Dengan rambut acak dan baju sobek, Neena menangis dalam pelukan mamanya.

"Khanza menolak menikahi Neena, Ma. Dia pasti jijik. Mama, bantu Neena." Wanita itu semakin erat memeluk. Yudha dan Afdal memasuki kamar dengan terburu-buru.

Mereka tidak tahu kalau Khanza akan menambah rasa pedih yang diderita anaknya. Pengandaian tentang buah digigit tupai tadi sangatlah menusuk. Kata-kata yang keluar dari mulut pria itu tak disaring.

"Sudahlah, Neena. Kita laporkan pada polisi saja, ya? Mama janji akan mencari si keparat itu." Sheila mengelus rambut anaknya. Sekali lagi Neena menolak. Dia tidak ingin kalau sampai publik tahu.

Septi dan Reni yang baru saja datang, langsung syok mendapati sahabatnya gagal menikah. Mereka berada di dekat Neena, menjadi penyemangat sekaligus sahabat yang akan menemani dalam suka dan duka.

"Aku sudah berakhir, Septi. Sudah tidak ada harapan lagi. Aku pikir Khanza akan menerimaku, nyatanya--" Neena menangis dalam pelukan Septi. Wanita yang setahun lebih tua dari Neena itu berusaha menenangkan.

Neena tidak boleh dibiarkan seorang diri. Dia harus terus ditemani agar rasa takut dan kecewanya berkurang. Siapa pun sosok misterius itu, mereka yakin akan segera menemukannya.

Neena meminta sang papa untuk memberitahukan pada semua tamu bahwa pernikahan itu dibatalkan. "Kalau ada yang bertanya, katakan saja Neena sedang sakit," pintanya.

Yudha yang bingung dan pusing, akhirnya hanya mengikuti kemauan Neena. Dia dan Afdal langsung keluar, dan mengatakan pada semua orang bahwa Neena sakit keras, dan membatalkan pernikahan.

Para tamu undangan kaget bercampur kecewa. Mereka ada yang percaya karena melihat kondisi rumah yang sepi, ada juga yang menyangsikan alasan itu.

"Apa Neena baik-baik saja? Dia sakit apa? Di mana dia sekarang?" tanya salah seorang rekan kerja Yudha. Pria itu terlihat mengawasi kondisi rumah Neena.

"Dia sedang dalam masa pemulihan. Saya selaku Papa dari calon pengantin wanita, memohon maaf atas kejadian mendadak ini. Mohon dimaklumi." Yudha dan Afdal mengatupkan kedua tangan.

Mereka tertunduk hingga semua tamu undangan pergi dengan rasa kecewa yang dalam. Masih dengan benak yang bertanya-tanya keaslian pernyataan yang dinilai aneh dan mencurigakan. Begitu mereka pergi, Afdal meminta satpam untuk melarang siapa pun yang akan memasuki rumahnya.***

Khanza memasuki rumah dengan mata memerah. Masih tak percaya pernikahan yang diharapkan membawa kebahagiaan, malah berakhir kenyataan menyakitkan.

Semua orang di rumah itu yang sudah satu jam lebih menunggu, akhirnya dibuat kecewa kala Khanza datang seorang diri. Itu pun dengan wajah penuh kesedihan.

"Apa yang terjadi? Di mana Neena?" Ninda heran. Ditariknya tangan Khanza duduk di sofa. Anak bungsunya hanya terdiam. Berat rasanya untuk bercerita tentang Neena.

"Neena ... Neena sudah bukan perawan, Ma," lirihnya dengan pandangan sedih. Semua orang di ruangan itu kaget setengah mati. "Bukan perawan?"

Soka mendekat, dan memintanya untuk menjelaskan lebih rinci apa maksud ucapannya tadi. Khanza pun menceritakan apa yang tadi Neena jelaskan.

"Sialan! Wanita macam dia mau menikah dengan Adikku? Tidak akan kubiarkan! Akan seperti apa keluarga ini, kalau kita masih meneruskan pernikahan busuk ini!" Soka mengepalkan tangan.

Yovi-papa-Khanza hanya mengacak-acak rambutnya. Dia terpaksa akan menghentikan acara yang sudah disiapkan dengan sangat mewah itu, jika kondisinya semakin tidak terkendali.

"Kurang ajar! Mau ditaruh di mana muka keluarga kita, Khanza! Mama benar-benar malu. Pasti semua orang akan menertawai kegagalan ini." Ninda mondar-mandir di depan sofa.

"Wanita itu akan menjadi menantuku? Menjijikkan! Apa aku harus menjadi Oma dari anak hasil hubungan dengan--" Ninda bergidik membayangkan hal buruk yang akan terjadi, kalau saja Khanza tetap melanjutkan pernikahan.

Beberapa anggota keluarga yang melihat mereka tegang, akhirnya bertanya apa yang terjadi. "Pernikahan ini dibatalkan. Ah, maksudku diundur," ujar Yovi.

"Diundur? Memang kenapa?" tanya mereka nyaris bersamaan. Yovi dan Ninda saling berpandangan. Entah alasan apa yang akan mereka katakan.

"Calon pengantin wanitanya mendadak kecelakaan saat menuju ke sini. Jadi, kami terpaksa menundanya dulu," ujar Soka yang langsung direspon anggukan kepala.

Tidak ada yang membantah pernyataan palsu itu sebab mereka sama-sama bingung dan kecewa. Dengan terpaksa, semua orang meninggalkan rumah yang sudah didekorasi dengan sangat mewah itu.

Masih dengan nuansa penuh warna dan indah, rumah mewah milik Yovi itu menjadi sepi. Suram memenuhi ruangannya. Ditambah wajah sedih para penghuni rumah, membuat semua tak lagi berarti.

"Kacau! Kacau!!" Ninda tak bisa berhenti mengomel. Dia menyalahkankan keluarga Neena yang tak bisa menjaga anaknya, juga Neena yang dengan mudahnya dilecehkan.

"Apa yang harus kita lakukan?" Khanza menyeka sisa air mata. Ditatapnya semua anggota keluarga dengan sendu. Berharap sisa cinta dan kekecewaan tak menghancurkan hidupnya.

"Aku akan mencarikanmu pengantin pengganti Neena. Pernikahan ini harus tetap dilangsungkan meski calonnya berbeda," tutur Soka.

"Tapi, aku mencintai Neena, Kak. Aku bisa saja menerimanya, asal dia dipastikan tidak akan hamil," ujarnya. Semua orang langsung menentang. Mereka yakin lambat-laun lagi Neena pasti mengandung.

Semua orang berpandangan. Di mana mereka akan menemukan wanita yang mau menikah dalam waktu singkat? Pun dalam keadaan tidak saling terikat rasa.

"Percayalah pada kami, Khanza. Kami akan mencarikan wanita yang cocok dan bermartabat. Lupakan wanita busuk itu," kata Soka sambil menepuk-nepuk pundak adiknya.

Dimintanya Khanza beristirahat dan menenangkan diri. Ninda pun melarangnya berhubungan lagi dengan Neena. Semua sudah berakhir sejak hari ini. Khanza hanya mengiyakan tanpa menolak. Ia pasrah.***

Seorang pria berdiri di depan gerbang dengan membawa kotak hadiah. Sejak menuruni mobil, pria itu tersenyum. Hari ini adalah pernikahan temannya, dan ia datang jauh-jauh hanya untuk menjadi saksi janji suci Neena.

Namun, ia dibuat heran dengan keadaan rumah yang sepi. "Apa aku terlambat?" Mula ada rasa kecewa menyerang. Pria itu pun bertanya pada satpam.

"Maaf, Tuan. Pernikahannya dibatalkan," jawab satpam. Pria berjas hitam itu mengernyit. "Dibatalkan? Kenapa? Apa semua baik-baik saja?" Satpam tak menjawab.

Dia hanya memintanya untuk pulang karena sudah mendapat pesan bahwa tidak boleh ada yang boleh masuk. Pria itu tak peduli. Ia memaksa masuk meskipun dilarang.

"Neena! Neena!" Berdiri ia sembari mengetuk pintu berkali-kali. Satpam menarik tangannya agar pergi, tapi gagal. Walaupun sudah dua orang, tenaga mereka kalah.

Tak berapa lama, Afdal keluar. Ia kaget mendapati siapa yang datang. "Kak Al?" Pria yang dipanggil 'Kak Al' itu tersenyum. Dia adalah Albirru Haeri, sahabat lama Neena.

"Di mana semua orang? Kenapa sepi?" tanyanya setelah memeluk Afdal. Adik Neena itu memberi isyarat agar satpam pergi. Setelah satpam pergi, Afdal menarik tangannya masuk.

Afdal tidak berani mengatakan apa pun, makanya dia meminta untuk menemui papa dan mamanya saja kalau ingin mendengar penjelasan tentang hari ini pernikahan dibatalkan.

Sheila dan Yudha berat untuk bercerita. Enggan rasanya berbagi kesedihan dengan teman anaknya yang sudah lama mereka kenal.

"Katakan saja, ada apa?" Diletakkannya kotak hadiah di atas meja. Menunggu penjelasan mereka, bak menunggu vonis mati. Menegangkan dan menakutkan.

"Neena ... Neena dinodai sosok misterius semalam, menjelang hari pernikahan, calon suaminya menolak untuk menikah." Sheila menunduk. Diremasnya jari jemari hingga memerah. Albi kaget mendengarnya.

"Lantas, apa yang terjadi? Kalian sudah lapor polisi? Bagaimana keadaan Neena sekarang? Oh, Tuhan!" Albi mengusap wajahnya berkali-kali. Kabar buruk baru saja didengar.

"Neena melarang kami melapor pada pihak polisi. Mungkin dia takut sebab sosok misterius itu mengatakan akan datang lagi. Sekarang dia di kamar. Pergilah ke sana, kau pasti bisa menenangkannya," ujar Sheila.

Albi mengagguk-anggukkan kepala, kemudian langsung menuju ke kamar Neena. Dia berharap teman dekatnya akan baik-baik saja setelah insiden semalam.

Saat memasuki kamar, terlihat Neena duduk sambil memeluk lutut. Begitu melihat Albi, Neena menutupi wajahnya. "Jangan, jangan sentuh aku! Jangan! Aku tidak mau!" Neena melempar bantal dan guling ke arah Albi yang mendekat.

Pria itu terenyuh. Neena tidak baik-baik saja. Dia syok dan trauma pasca kejadian itu. "Neena, ini aku, Albirru, temanmu." Albi mendekat. Dia duduk di sebelah Neena yang ketakutan.

"Tidak! K-kau si brengsek itu!" Neena terlihat semakin ketakutan, membuat Albi terdiam, memikirkan cara agar Neena bisa tenang.****

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel