5. DEWI MENGAJAK TIDUR SOPIRNYA
Namun, sesekali Joe tak bisa menahan diri untuk mencuri pandang ke arah Dewi. Wajahnya yang cantik tampak damai dalam tidurnya, membuat Joe semakin tergoda. Dengan napas yang berat, dia berusaha mengalihkan pikirannya lagi.
"Dewi, aku berjanji akan selalu ada untukmu, bukan untuk memanfaatkannya," gumam Joe.
Joe berbalik menghadap ke sisi lain, memaksakan dirinya untuk fokus pada hal-hal yang lebih tenang. Dia memikirkan tentang bagaimana dia bisa terus mendukung Dewi di hari-hari mendatang, membantu mengatasi rasa sakit dan kesedihannya.
Saat malam berlalu, Joe akhirnya berhasil menenangkan pikirannya. Meski kehadiran Dewi begitu menggoda, dia tetap teguh dalam tekadnya untuk tidak melanggar batas yang seharusnya dijaga. Ia menyadari bahwa menghormati Dewi adalah hal yang paling penting saat ini.
Pagi harinya, sinar matahari mulai menerobos masuk melalui celah tirai, membangunkan Joe yang telah tertidur sebentar. Dia melihat Dewi yang masih terlelap di sampingnya, terlihat lebih tenang daripada malam sebelumnya. Joe merasakan kebanggaan dalam hatinya karena mampu menahan diri dan menjaga kehormatan mereka berdua.
"Aku akan selalu ada untukmu, Bu Dewi, sebagai teman yang bisa kau andalkan," ucap Joe pelan
Saat Dewi mulai terbangun, Joe segera bangkit dari tempat tidur, memberinya ruang dan menunjukkan sikap hormat.
"Joe, terima kasih. Aku merasa sedikit lebih baik hari ini berkat kehadiranmu," ujar Dewi merasa senang.
"Sama-sama, Bu Dewi. Saya senang bisa membantu. Mari kita hadapi hari ini bersama-sama," balas Joe.
Dengan begitu, Joe dan Dewi melanjutkan hari mereka dengan semangat baru, meskipun perasaan yang tersimpan di hati Joe masih ada, dia tetap berusaha menjaga jarak dan memberikan dukungan yang tulus.
***
Pagi itu, setelah sarapan sederhana di rumah, Dewi merasa bahwa dia perlu keluar rumah untuk menghilangkan kegundahan yang masih tersisa di hatinya.
"Joe, hari ini bisakah kamu mengantarku ke tempat wisata? Aku butuh udara segar dan suasana baru untuk menghilangkan kegundahan," pinta Dewi
"Tentu, Bu Dewi. Ke mana Ibu ingin pergi?" tanya Joe sangat antusias.
"Bagaimana kalau kita pergi ke taman bunga di pinggiran kota? Aku selalu merasa tenang di sana," jawab Dewi.
"Baik, Bu Dewi. Mari kita pergi sekarang," balas Joe.
Joe menyiapkan mobil dan memastikan semuanya siap untuk perjalanan. Dewi duduk di kursi belakang, merasa sedikit lebih ringan karena akan menghabiskan hari di tempat yang ia sukai. Joe juga merasa senang melihat Dewi yang mulai terlihat ceria pagi itu.
Perjalanan menuju taman bunga berlangsung dengan tenang. Joe sesekali mencuri pandang melalui kaca spion, melihat senyuman tipis di wajah Dewi yang membuat hatinya sedikit lega.
Setibanya di taman bunga, Dewi menghirup udara segar dan tersenyum lebar.
"Terima kasih, Joe. Aku sudah lama tidak merasa selega ini." Dewi menatap baik-baik sopirnya.
"Sama-sama, Bu Dewi. Saya senang melihat Ibu merasa lebih baik. Mari kita nikmati hari ini," ujar Joe tersenyum.
Mereka berjalan-jalan di antara hamparan bunga yang berwarna-warni. Dewi tampak menikmati setiap momen, sesekali berhenti untuk mencium aroma bunga atau mengambil foto. Joe mengikuti di belakang, memastikan Dewi merasa aman dan nyaman.
"Joe, kamu tahu, hari ini aku merasa sangat nyaman. Aku merasa seperti bisa melupakan sejenak semua masalahku," ucap Dewi penuh harap.
"Saya senang mendengarnya, Bu Dewi. Saya akan selalu ada untuk mendukung Ibu, kapan pun Ibu membutuhkannya," sahut Joe.
"Terima kasih, Joe. Kehadiranmu benar-benar berarti bagiku. Kamu lebih dari sekadar sopir. Kamu adalah teman yang bisa diandalkan," balas Dewi.
Joe tersenyum, merasa bangga dan senang mendengar kata-kata Dewi.
"Itu sangat berarti bagi saya, Bu Dewi. Saya akan selalu ada untuk Ibu," ucap Joe merasa bersyukur.
Hari itu mereka menghabiskan waktu dengan penuh keceriaan. Dewi merasa bebas dan bahagia, sementara Joe merasa lega bisa melihat Dewi tersenyum lagi.
Saat matahari mulai terbenam, mereka memutuskan untuk kembali ke mobil dan pulang.
"Joe, ini adalah hari yang indah. Terima kasih telah menemaniku," ujar Dewi dengan tatapan yang dalam
"Sama-sama, Bu Dewi. Saya juga menikmati hari ini. Senang melihat Ibu bahagia." Joe tersenyum menatap majikannya.
Perjalanan pulang dipenuhi dengan obrolan ringan dan tawa. Dewi merasa semakin nyaman dengan Joe, dan Joe merasa semakin dekat dengan Dewi. Meskipun perasaan dalam hati Joe masih ada, dia tetap berusaha menjaga profesionalitas dan memberikan dukungan yang tulus kepada Dewi.
***
Malam itu, setelah hari yang panjang dan menyenangkan, Dewi dan Joe kembali ke rumah. Dewi merasa lebih baik setelah menghabiskan waktu di taman bunga, tetapi ada sesuatu yang masih mengganjal di hatinya. Setelah makan malam, mereka duduk di ruang tamu, berbincang-bincang ringan untuk mengakhiri hari.
"Joe, aku benar-benar berterima kasih atas perhatianmu hari ini. Kamu selalu ada untukku, dan aku sangat menghargainya," ucap Dewi.
"Itu sudah tugas saya, Bu Dewi. Saya senang bisa membantu," jawab Joe tersenyum.
Dewi terdiam sejenak, menatap secangkir teh di tangannya. Joe bisa merasakan ada sesuatu yang ingin Dewi sampaikan.
"Joe, ada sesuatu yang sudah lama ingin aku ceritakan padamu." Dewi terlihat lebih serius.
" Apa itu, Bu Dewi? Saya selalu siap mendengarkan," ujar Joe.
Dewi menghela napas, mencoba mencari kata-kata yang tepat.
"Aku selalu ingin memiliki anak, Joe. Aku selalu bermimpi menjadi seorang ibu. Tapi, aku merasa mungkin mas Adrian berselingkuh karena aku tidak bisa memberikan anak untuknya. Mungkin dia merasa aku kurang sebagai istri," ujar Dewi pelan.
Joe merasakan hatinya tersentuh oleh kesedihan yang terpancar dari Dewi. Dia merasa prihatin mendengar betapa dalam luka yang dirasakan Dewi.
"Bu Dewi, saya sangat sedih mendengar itu. Tapi saya yakin, masalah ini bukan kesalahan Ibu. Ibu adalah wanita yang luar biasa, dan keinginan untuk memiliki anak adalah sesuatu yang sangat manusiawi," balas Joe menyemangati.
Dewi menatap Joe dengan mata berkaca-kaca, lalu dengan suara bergetar, dia mengungkapkan sesuatu yang mengejutkan.
"Joe, aku tahu ini mungkin terdengar gila, tapi aku sangat ingin mempunyai anak. Aku sudah memikirkan ini dengan matang. Bisakah kamu... bisakah kamu menghamiliku?" Dewi menatap penuh harap.
Joe terkejut mendengar permintaan Dewi. Dia merasa gugup dan takut, tidak percaya bahwa Dewi benar-benar memintanya.
"Bu Dewi, saya... saya tidak bisa melakukan itu. Saya sangat menghormati Ibu, dan saya takut ini akan merusak hubungan kita. Ibu adalah tuan saya, dan saya tidak ingin melewati batas," ucap Joe gugup.
Dewi meraih tangan Joe, memohon dengan penuh harapan.
"Joe, tolong. Aku sangat butuh bantuanmu. Aku merasa ini adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan hidupku dan memberikan arti baru bagi diriku," balas Dewi menjelaskan.
Joe merasakan dilema yang mendalam. Dia tahu betapa pentingnya hal ini bagi Dewi, tetapi dia juga tahu bahwa melakukan ini akan sangat berisiko.
"Bu Dewi, saya mengerti betapa besar keinginan Ibu. Tapi saya takut ini akan membawa lebih banyak masalah daripada solusi. Saya benar-benar tidak ingin melukai perasaan Ibu atau merusak apa yang kita miliki," ucap Joe yang merasa keberatan dan takut.
Dewi menatap Joe dengan mata penuh air mata, suaranya penuh dengan kepasrahan.
"Joe, aku memohon padamu. Kamu satu-satunya orang yang aku percaya saat ini. Aku tahu ini tidak adil untukmu, tapi tolonglah, bantu aku," pinta Dewi, tatapannya penuh harap.
Joe terdiam, merasakan tekanan dan beban yang begitu berat. Akhirnya, dia menghela napas panjang, mencoba mengumpulkan keberanian.
"Bu Dewi, jika ini benar-benar yang Ibu inginkan, dan jika ini bisa membuat Ibu bahagia, saya akan mempertimbangkannya. Tapi kita harus benar-benar memastikan bahwa ini adalah keputusan yang tepat dan kita siap dengan segala konsekuensinya," ujar Joe mencoba memberanikan diri.
Dewi tersenyum dengan rasa syukur dan kelegaan, menggenggam tangan Joe lebih erat.
"Terima kasih, Joe. Kamu tidak tahu betapa berartinya ini bagiku nantinya," ucap Dewi.
*****