Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Part 5 Kesemsem ABG kece

"Alexander , mulut lo..." Naomi menatap gemas. "Ya terserah! Lo yang gue rekom buat gantiin posisi gue... "

"Gue udah tahu lo bakal nunjuk gue. Ngapain sih lo? Jangan ada maksud terselubung ya.. gue nggak mau ngawinin lo." Alexander melirik tidak sudi, sengaja bercanda. Seperti dirinya, Naomi masih betah melajang hingga kepala empat. Ia sudah cukup lama mengenal Naomi, sejak mereka satu tim di divisi SME & Commercial Business beberapa tahun silam. Dan dari dulu, perempuan itu selalu setia dengan potongan rambut bob yang menjadi ciri khas-nya.

"Eh bujang lapuk! Gue juga nggak pernah ngidam kawin sama lo si tukang celup!"

"Ehm, Bu Direktur, mulut anda rusak.... tolong elegan dikit Mam.. "

"Mumpung gue jadi Direktur Human Capital, lo minta apa?" tantang Naomi saat itu dengan lagak sombong yang dibuat-buat.

"Gue nggak minta banyak, Mam. Gue minta tetep Jeremi aja yang jadi sekretaris gue..." Saat itu ia membuat permohonan yang disambut tawa lepas Naomi.

"Heran gue, lo sayang banget sama Jeremi? Padahal di gedung ini dari pegawai intern sampe ibu-ibu menjelang pensiun pada pingin jadi sekretaris lo," celoteh Naomi kemudian.

Tentu saja Alexander tahu mengenai hal itu. Ketampanannya luar biasa fenomenal di kalangan kaum hawa sehingga cita-cita menjadi sekretaris Pak Alexander merupakan posisi karir yang paling diincar sejumlah karyawan wanita di gedung ini. Namun mereka semua harus kecewa, karena ia sekali lagi memilih seorang batangan bernama Jeremi. Alexander menciptakan ironi di tempat kerjanya, yakni tidak pernah mau mempunyai sekretaris berjenis kelamin perempuan.

Alexander menatap jenuh detail laporan akhir berupa neraca-neraca di layar laptopnya. Warna merah dan warna kuning, grafik naik dan grafik turun dari bulan ke bulan, yang berujung pada angka-angka.

'Kamu tinggal di mana? Biar asisten saya yang ambil mantelnya.' Alexander sengaja sedikit menarik ulur. Sekedar ingin melihat, apa Soraya ingin menuntaskan urusan yang tertunda saat di dalam mobil sesegera mungkin?

'Asisten yang kemarin?' Balasan dari Soraya tidak membutuhkan waktu lebih dari semenit.

'Iya. Namanya Jeremi.'

'Oh, jadi namanya Jeremi?'

'Share loc ya. Biar Jeremi yang ke sana ambil mantel saya.'

Alexander menatap layar, masih menunggu jawaban Soraya hingga status online gadis itu lenyap.

Senyumannya kembali mengembang.

_________________________

Sepertinya vice president memang sangat sibuk. Bibir Soraya mengerucut, sembari menatap mantel Alexander yang masih tergantung di lemarinya.

Sebenarnya, mantel itu hanya alasan. Ia bisa mengantarnya sendiri dan menitipkan mantel itu di lobi apartemen Alexander . Alasan sebenarnya, ia ingin bertemu.

Soraya mendecih frustasi. Sekarang gimana?

'Oke Om. Saya share loc... ' Akhirnya ia membalas. Mau bagaimana lagi? Sepertinya Alexander memang sibuk dan Soraya tidak ingin membuat lelaki itu kehilangan minat terhadap dirinya. Jadi untuk saat ini, ia hanya akan mengikuti alur dan mencoba tidak terlalu agresif.

Bukankah laki-laki suka dengan perempuan yang jago membuat penasaran? Begitu pikir Soraya .

Tidak lama kemudian, Soraya mengirimi share loc.

'Makasih banyak Om.' Kemudian mengirim chat susulan.

'Ok thanks. Nanti saya kabari kalau Jeremi otw ke tempat kamu ya.'

'Iya Om.'

Setelah itu sunyi. Soraya berakhir menghela napas panjang. Sepertinya rindu muncul dan datang terlalu cepat. Soraya jadi ragu, membagikan kisahnya dengan Alexander kepada teman-temannya. Tentu saja mereka akan memiliki ekspetasi ia dan Alexander berakhir pada hubungan khusus. Namun mengingat lelaki itu sepertinya sangat sibuk, apakah mungkin? Lagi pula, ia belum tahu bagaimana perasaan Alexander terhadapnya.

Janji Alexander hari itu, membuat Soraya menahan diri untuk tidak pergi ke mana-mana. ia sampai harus membatalkan jadwal creambath di salon dekat kos, juga menolak tawaran hangout dari teman-temannya. Hatinya merana menghitung waktu, sembari menyesali hari yang kian merambat malam.

Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam dan tidak ada kabar dari Alexander . Status WhatsApp lelaki itu beberapa kali online, dan Soraya memilih tetap sabar menunggu. Soraya menyerah saat waktu menunjukkan pukul sepuluh malam.

Mungkin saja Alexander lupa, mengingat lelaki itu sangat sibuk. Soraya sudah bersiap pergi tidur, mengganti bajunya dengan baby doll dan memakai krim malam saat tiba-tiba dikejutkan oleh panggilan masuk dari Alexander .

"Ha... halo?" jawab Soraya dengan debaran kecil di dada. Ia menatap wajah tegangnya di cermin.

"Maaf baru bisa ngabarin. Sudah di parkiran kos kamu," jawab suara berat di seberang.

"Hah? Oh oke Om."

"Ok. Udah dikasih masuk sama satpam."

"Iya, tadi saya udah pesen ke satpam kalau lagi nunggu tamu. Oke Soraya turun."

"Ok."

Panggilan diakhiri. Soraya menyambar paper bag di atas meja dan perlahan memasukkan mantel Alexander ke dalam. Kemudian bergegas menuruni tangga ke lantai satu.

Suara berat Alexander di panggilan telepon barusan mengiringi tiap derap langkahnya.

Suara si Om ternyata seksi juga, puji Soraya dalam hati.

Soraya segera membuka pintu utama. Ia berjalan menuju parkiran dan melihat seorang lelaki dalam balutan jaket hitam, sedang merokok sembari bersandar pada bagian depan mobil. Hidung bangir lelaki itu langsung mencuri perhatiannya. Waktu bagai terhenti, saat Soraya melihat kepulan asap rokok yang mengudara di hadapan sekelumit wajah tampan. Seingatnya, Jeremi tidak setampan ini.

"Hai," sapa Alexander dengan senyuman di wajah.

"Ooh... hai Om," jawab Soraya dengan wajah tegang. Ia langsung menyadari siapa lelaki di hadapannya. Tak mengira, Alexander sendiri yang langsung datang untuk mengambil mantel. Apa ini prank?

Lupakan soal prank itu, karena penampilan Alexander malam ini membuat Soraya nyaris melupakan dunia dan seisinya.

Rambut ditata klimis, dengan sedikit poni yang menjuntai di atas dahi. Rapi dan tidak tampak sedikit panjang seperti saat pertama kali mereka bertemu. Ah, dengan model rambut begini pun Alexander tampan. Soraya rasanya tidak menemukan celah pada aura ketampanan Alexander .

Alexander mengenakan jaket hitam dengan resleting yang sengaja diturunkan separuh, dan Soraya dapat melihat kemeja putih lelaki itu. Lengan jaket dinaikkan hingga siku, sehingga selain jam tangan berbahan stainless steal, Soraya juga bisa melihat lengan berurat Alexander .

Celana bahan abu-abu membungkus kaki jenjang Alexander . Terlihat pas. Tidak terlalu ketat juga tidak terlalu longgar. Terakhir, pantofel hitam berujung runcing. Ini sudah pukul sepuluh malam lewat, tetapi penampilan Alexander masih seperti lelaki yang bersiap berangkat ke kantor pada pukul enam pagi. Aroma musk yang terbawa angin masuk tanpa permisi ke dalam penciuman Soraya .

Alexander terlihat begitu segar, tampan, juga berkarisma.

"Kirain asisten Om yang ke sini?" tanya Soraya dengan senyuman salah tingkah di wajah. Sungguh sial, ia tidak bisa mengendalikan debaran di dada yang berakibat nada suaranya jadi sedikit bergetar. Seperti sedang grogi saja. Tunggu, Soraya memang luar biasa grogi saat ini.

"Oh itu.. " cengiran Alexander mengembang beriringan dengan asap rokok yang berhembus keluar dari bibirnya. "Bukan," jawabnya kemudian sambil mengamati penampilan Soraya .

Malam ini Soraya tampil dengan baby doll longgar merah muda bergambar teddy bear. Rambut hitam sebatas pinggang tergerai seperti saat pertama kali mereka bertemu. Bedanya kali ini Soraya tidak mengenakan make up sama sekali, akan tetapi mampu membuat Alexander tenggelam dalam perasaan takjub.

Cantiknya. Alexander menunduk sejenak demi menyembunyikan wajahnya yang sedikit salah tingkah, kemudian meregangkan otot lehernya sejenak dengan menekan dagu.

"Kreteek... Kreteek. " Lehernya mengeluarkan suara.

Soraya masih setia memperhatikannya.

"Sudah mau tidur?" tanya Alexander kemudian sambil membuang puntung rokoknya ke pelataran, kemudian membuat benda itu remuk di bawah sol sepatu.

"Nnngg iya. Kenapa Om?" tanya Soraya kikuk.

Alexander mendekat, kemudian mengambil alih paper bag dari tangan Soraya dan mengintip isinya sejenak. Sesuai dugaan, mantelnya berada di sana.

"Saya laper. Mau temenin saya makan nggak?" tanya Alexander kemudian.

Soraya menelan ludah. Malam-malam begini? Bahkan penampilannya saja sudah siap untuk berangkat tidur.

"Makan di mana Om?"

"Tadi saya lihat ada restaurant chinese food di deket sini. Mau temenin saya nggak?"

Soraya tenggelam menatap wajah Alexander . Mana bisa ia menolak permintaan dari om-om setampan Alexander ? Hatinya tidak sanggup. Lagi pula, Alexander kelewat sibuk sehingga baru sempat mengambil mantelnya malam-malam begini. Soraya rasa, ini kesempatannya untuk berdua-duaan dengan Alexander .

"Boleh Om." Soraya mengangguk dengan canggung. "Saya ganti baju bentar ya... "

"Nggak usah." Alexander melepas jaketnya kemudian menyampirkan pada punggung Soraya . "Pake ini aja.. "

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel