Part 6.Gitu Gituan Itu Adu Kelamin Om?
Jadi begini cara lelaki itu makan?
Mereka kini berada di salah satu rumah makan chinese food yang cukup ramai pengunjung. Rumah makan ini memang buka hingga menjelang pagi dan selalu ramai pengunjung.
Ada satu hal yang begitu menarik perhatian Soraya . Saat sedang menyendok capjay untuk dipindahkan ke piring nasi, tanpa sengaja Alexander menjatuhkan potongan wortel. Iya, hanya potongan kecil. Namun lelaki itu dengan sigap mengambil selembar tisu dan memindahkan potongan wortel itu ke dalam piring nasinya.
Alexander tinggal di apartemen mewah, mengenakan setelan mahal dan mengendarai mobil yang Soraya tahu seharga satu unit rumah mewah di kota asalnya, tetapi tidak bisa mengabaikan potongan wortel yang terjatuh di atas meja. Soraya menemukan satu hal menarik lainnya mengenai Alexander , tentang bagaimana lelaki itu menghargai makanan. Mungkin ia sendiri akan mengabaikan potongan wortel kecil itu. Tetapi Alexander tidak.
Soraya mengunyah nasi gorengnya dengan perlahan, sambil memperhatikan Alexander yang tampak lahap menikmati makanan di atas meja. Mereka memesan nasi goreng, koloke, dan capjay. Semua makanan di atas meja itu kini sudah habis tak bersisa.
“Enak Om?” pertanyaan Soraya memecah kebisuan di antara mereka, karena semenjak makanan dihidangkan Alexander hanya diam sembari menikmati makanannya.
Alexander tersenyum kemudian menyesap teh hangat. “Enak, saya cocok. Kayaknya saya bakalan sering ke sini deh,” jawab Alexander sebelum mengelap bibirnya dengan selembar tisu.
Soraya tersenyum kemudian pelan-pelan menyeruput teh yang masih panas.
“Maaf ya, jadi ganggu jadwal tidur kamu.” Alexander mengeluarkan sebatang rokok kemudian membakar ujungnya dengan korek api. “Mau rokok?” tanyanya kemudian.
Soraya mengangguk kemudian mengambil sebatang. Ia tahu, rokok Alexander bukan rokok murah. Mumpung ditawari, siapa yang menolak.
“Nggak ganggu kok Om,” jawabnya berdusta. “Oh ya, Om di apartemen tinggal sendirian?”
“Iya. Kenapa?”
“Nggak pa-pa... “
“Mau nemenin?”
Soraya membeku di tempat. Tidak menyangka, Alexander akan menggodanya seperti ini. Apakah ini pertanda Alexander memang tertarik padanya?
“Kok diem?” Alexander membuang asap rokoknya santai.
“Mmm bingung aja.... “ Soraya tersenyum samar. Entah mengapa rasanya jadi sedikit janggal. Alexander , beberapa menit yang lalu terlihat begitu gentleman, tetapi kini bisa melontarkan candaan yang sedikit menjurus. Lelaki itu bahkan tadi membukakan pintu mobil dan memasangkan sabuk pengaman untuknya. “Kenapa Om minta saya temenin...?”
Soraya dapat melihat Alexander tersenyum geli.
“Siapa yang minta?”
“Hm?”
“Saya kan nanya. Mau nemenin?” Alexander mengulangi pertanyaannya.
Soraya mengurai senyum. Ia memang salah menangkap pertanyaan Alexander . “Nggak,” jawabnya kemudian.
Alexander hanya mengangguk, sembari menaikkan kedua alis seolah meledek jawabannya barusan. Sementara Soraya , berusaha mempertahankan senyuman di wajah walau sedikit menyayangkan sikap Alexander barusan. Belum apa-apa, lelaki itu sudah bercanda ke arah sana.
“Pasti Om, bisa dapetin semua cewek yang Om mau ya?” Soraya menatap penasaran.
“Nggak juga.”
“Ah masa? Om itu...” Soraya menahan sejenak kalimatnya.
“Apa?”
“Menarik, juga mapan. Pasti banyak cewek yang suka sama Om.”
“Menurut kamu gitu?” tanya Alexander , lagi-lagi menaikkan kedua alis.
“Iya.” Soraya mengangguk yakin.
“Kalau kamu gimana? Kamu suka saya?”
Soraya gelagapan. Bibirnya bergerak-gerak namun tidak ada satu kata pun yang terucap. Ia tak menyangka, mendapat pertanyaan seperti ini dari orang asing yang sukses mengisi benaknya dalam 24 jam terakhir.
Jika ia menjawab jujur, apakah ia masih mengundang rasa penasaran Alexander ? Jika ia menjawab sebaliknya, apakah Alexander akan bersikap lebih agresif demi memenangkan hatinya?
“Soraya , kalau kamu gimana? Kamu suka nggak sama saya?” Alexander mencondongkan tubuhnya ke depan dan mengulangi pertanyaannya.
“Well... saya akui, Om menarik. Tapi sayangnya bukan tipe saya,” jawab Soraya sebelum tersenyum simpul.
“Kenapa?” Dahi Alexander berkerut.
“Karena... Om ketuaan buat saya... hehe.”
Alexander manggut-manggut dengan cengiran di wajahnya. Kemudian menyesap kembali rokoknya. “Kalau Cuma buat have fun, memangnya umur jadi pertimbangan juga?”
“Apa? Have fun?” Senyuman Soraya perlahan memudar.
“Soraya , denger. Saya nggak punya banyak waktu...”
“Maksud Om?”
“Bukannya kita Cuma mau have fun?” Alexander menatap wajah bengong Soraya . “Kita sama-sama tahu lah, kita saling tertarik buat apa. Gimana kalau langsung aja? Malem ini, di hotel. Gimana?” tanya Alexander dengan raut wajah serius.
Hari yang melelahkan dan mendadak malam ini Alexander ingin melepas stres. Jadi, ia batal mengutus Jeremi untuk mengambil mantelnya dan memilih langsung datang menemui Soraya . Siapa tahu, gadis yang kini duduk di hadapannya dengan mengenakan baby doll bergambar beruang itu setuju untuk melanjutkan urusan tertunda mereka tempo hari. Sejak tadi hasratnya bergejolak melihat Soraya muncul dengan tampilan seperti ini.
“Di hotel?” Soraya tampak terkejut. “Ngapain Om?”
Alexander tak kuasa menahan senyuman getirnya, saat mendengar pertanyaan bodoh Soraya . Apa Soraya sedang mencoba menguji kesabarannya dengan memainkan peranan sebagai gadis suci? Alexander belum lupa, bagaimana agresifnya Soraya saat mereka berduaan di mobil.
“Main gaple,” jawabnya gemas. “Ya tentu aja lanjutin yang kemarin... “ Alexander menjilat bibir bawahnya sejenak.
“Kemarin?” tanya Soraya hingga memiringkan kepala. “Memangnya kemarin kita ngapain Om?”
“Kamu nggak inget?”
Pertanyaan Alexander membuat Soraya menelan ludah. Sungguh, ia masih belum bisa mengingat apa yang terjadi setelah perkenalannya dengan Alexander di kelab. Ia tidak mengingat apapun dalam rentang waktu itu hingga terbangun di apartemen Alexander .
“Nggak inget,” jawab Soraya singkat.
“Bener nggak inget?” Alexander menatap ragu.
“Bener Om! Sumpah Soraya nggak inget! Kita ngapain Om?” tanya Soraya dengan raut wajah panik.
Alexander menutup bibirnya rapat-rapat saat meneliti wajah tegang Soraya . Ia melihat kekhawatiran yang sangat besar di wajah gadis itu. “Nggak ada,” jawabnya kemudian.
Alexander masih ragu, apa benar gadis di hadapannya ini tidak ingat kejadian di malam itu? Mereka berciuman panas di mobil dan sepakat ke hotel terdekat. Tetapi Soraya , terhanyut suasana dan menjadi agresif sebelum kehilangan kesadaran.
“Nggak! Om pasti bohong! Kita ngapain Om?” desak Soraya dengan nada gusar.
Alexander menghela napas sejenak kemudian menenggelamkan puntung rokoknya ke dalam asbak. Ia tidak ingin membuang waktu lebih banyak lagi dan memilih langsung pada intinya saja. Lagipula, ia sudah mulai mengantuk.
“Kamu cium saya.... “
“HAH?” Soraya tampak terkejut hingga menutup bibirnya dengan kedua tangan.
Alexander merasa heran melihat reaksi Soraya yang ia pikir berlebihan. Oh ayolah, gadis ini bahkan lebih liar dari itu.
“Terus apa Om?” Soraya benar-benar panik sekarang. Jadi ia telah mencium Alexander ? Sial! Mengapa ia melakukan itu? Soraya menyesali ciuman pertamanya yang tidak terjadi dalam suasana sakral. Selama ini ia menyimpan kesucian bibirnya untuk seseorang yang spesial. Dalam angannya telah tertanam impian, kelak ia akan mendapatkan ciuman pertama yang dramatis dalam suasana romantis. “Di... di mana saya cium Om?”
“Di mobil.... “
“Oh God... “ Soraya memegangi keningnya. “Padahal, saya nggak pernah ciuman sebelumnya. Sekarang, saya nggak akan pernah inget moment itu....”
Alexander sungguh muak melihat tingkah Soraya yang terasa lebih mirip sandiwara. Anak ini aktingnya jelek banget, Alexander menggerutu di dalam hati. Apa Soraya sengaja membuatnya merasa bersalah? Mana dia tahu jika Soraya belum pernah berciuman? Tapi Alexander rasanya sulit percaya, mengingat sikap berani Soraya saat itu. Apa gadis yang belum pernah berciuman berani pergi ke kelab malam dengan pakaian kelewat seksi? Rasanya sungguh tidak masuk di logika Alexander .
Mau bersikap suci sekalipun, tidak akan mengubah penilaian Alexander terhadap Soraya . Bagi Alexander , Soraya sama saja seperti perempuan lain yang ia bawa pulang dan tiduri.
“Kamu juga ajak saya ke hotel. Kamu bilang pingin gituan,” ucap Alexander kemudian sambil tersenyum usil. Ia ingin melihat, sejauh apa sandiwara Soraya demi memperbaiki citra dirinya.
“Gituan? Gituan apa Om?” Dahi Soraya berkerut.
“Masa nggak tahu?”
“Nggak!” Soraya menggeleng cepat kemudian menunggu jawabannya.
“Ya udah lupain,” jawab Alexander gemas sambil berlagak merapikan poni sejenak.
“Om, saya bener-bener nggak inget. Tapi saya harus tahu, saya bilang pingin gituan itu apa??” Soraya menatap penuh harap.
Alexander menghela napas sejenak. Apa Soraya benar-benar lupa? Ia hampir menjawab make love, tapi niat mereka malam itu terlalu dangkal jika disebut make love yang melibatkan hati. Haruskah ia bilang ML begitu saja? Terdengar kasar tapi memang kenyataan.
“Kamu ngajak saya tidur... “ Alexander mengangkat kedua tangannya dan membuat isyarat tanda kutip dengan jemarinya. “....... ke hotel. Ngerti kan maksud saya?”
“Saya ngomong gitu Om??!” Soraya terperanjat setengah mati.
Alexander kini tertegun menatap Soraya . Reaksi Soraya barusan sedikit membuatnya ragu jika gadis itu memang sedang berakting. Tentu saja Soraya tidak akan ingat, apa saja yang telah gadis itu katakan saat mabuk. Tapi sebenarnya, nyaris tidak ada kata yang terucap karena bibir Soraya saat itu sibuk mencumbui dirinya.
“Jadi... ayo,” ajak Alexander sambil menggerakkan kepalanya. Ia masih mencoba mendapatkan kesempatannya.
“Nga... ngapain Om?” Soraya masih terlihat panik dan bingung.
“Gituan. Bukannya kamu pingin?” Rasanya Alexander sudah kehabisan kesabaran. Ia sudah kepalang nafsu dan hanya ingin melucuti baby doll Soraya yang menggemaskan itu, sesegera mungkin.
“Tapi... tapi waktu itu saya mabuk Om.. “
“Oh.” Raut wajah Alexander berubah datar. “Jadi sekarang, nggak pingin?”
“Mmmm.... “ Soraya menatap Alexander dengan seluruh kebingungan pada dirinya. Apa ini? Kenapa om-om keren yang baru saja ia kagumi berubah wujud menjadi om om mesum sangean?
Jujur, Soraya menyesali sikap Alexander malam ini. Dalam hati diam-diam memohon agar Alexander berhenti. Ia tidak ingin Alexander menghancurkan pesona diri yang terlanjur terbangun anggun dalam benaknya.
“Om, saya... saya bukan cewek kayak gitu,” jawab Soraya dengan rengekan.
“Oh. Jadi nggak mau? Key... “ Alexander menekan bibir kemudian mengusap wajahnya, berusaha menyembunyikan kekecewaan yang sayangnya, tertangkap jelas oleh Soraya . “Maaf, saya salah sangka. Saya kira kamu.... “ Alexander menghentikan kalimatnya. “Ya udah kalau gitu cabut yuk. Saya antar kamu balik ke kos... “ Alexander memasukkan kotak rokoknya ke dalam saku dan bersiap untuk meninggalkan meja.
“Om tunggu!” Soraya reflek menahan lengan Alexander . Rasanya ia perlu menjelaskan sesuatu mengenai dirinya. Ia tidak ingin setelah malam ini Alexander menghilang dari pandangannya.
Alexander menatap heran wajah Soraya yang seperti ingin menangis.
“Saya masih perawan Om.... “