Susan Part 5
Aku memang sempat merasa ragu. Namun, keinginankuat untuk bisa menjalani masa-masa sekolah dengan menyenangkan membuatku memberanikan diri untuk mengikuti Bu Angie.
Aku memutuskan untuk membantu Bu Angie. Dan di sini lah kami berada saat ini, di toilet menyeramkan di mana kemarin aku bertemu dengan hantu itu. Sejujurnya aku enggan kembali menginjakkan kaki di toilet yang sangat menyeramkan ini.
"Jangan takut, ada aku di sini. Selama ada aku, kau tidak perlu takut pada apa pun."
Perkataan Bu Angie itu telah mengembalikan keberanianku. Benar, aku ditemani Bu Angie. Aku tidak sendirian.
"Apa kau melihatnya? Apa dia ada di sini?"
Aku menggeleng tegas karena sosok sang hantu memang tak terlihat di mana pun.
Cukup lama kami terdiam, ketika tiba-tiba perasaan yang kemarin menderaku, kini kembali kurasakan. Rasa dingin, merinding dan sakit di kepalaku sama persis seperti kemarin. Selain itu, kali ini aku juga mendengar suara-suara aneh di tempat ini. Aku menajamkan indera pendengaran dan aku yakin suara aneh itu berasal dari atap. Aku perlahan mendongak, betapa terkejutnya aku ketika aku melihat hantu yang kemarin, tengah merangkak di langit-langit. Aku ketakutan bukan main. Aku berusaha mundur, naasnya aku tersangkut kaki sendiri hingga jatuh terlentang di lantai.
"Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!"
Bu Angie yang melihatku ketakutan, ikut berjongkok dan memelukku yang sedang terbaring di lantai.
"Apa kau melihatnya?" tanyanya, ikut panik karena mendengar teriakan kencangku.
"I- iya. Dia sedang merangkak di langit-langit."
Bu Angie menengadahkan kepala menatap arah yang ku tunjuk, dari raut wajahnya yang biasa-biasa saja tampaknya dia tidak melihat hantu itu.
Sekarang, aku melihat hantu itu terbang dan melayang tepat di depanku. Yang membuatku semakin takut, hantu itu menatapku dengan tajam. Dia melayang semakin mendekatiku hingga dia benar-benar berdiri tepat di depanku. Hantu itu terlihat berlutut dan membentangkan tangannya ke arahku.
"Tidaaaaak ... tidaaaaak ... jangan sakiti aku ...!!!"
Aku berteriak histeris, bersamaan dengan itu ku rasakan Bu Angie mengeratkan pelukannya. Tangan hantu itu semakin mendekatiku dan akhirnya mendarat di atas kepalaku. Hantu itu tengah menyentuh kepalaku. Rasa sakit di dalam kepala terasa begitu menyiksaku. Hingga di detik berikutnya rasa sakit perlahan hilang, digantikan kejadian aneh yang menimpaku bagaikan sebuah keajaiban.
Sebuah cahaya yang menyilaukan tiba-tiba terlihat, cahaya itu perlahan memudar dan aku bisa melihat sebuah pemandangan di sana. Aku yakin tengah berdiri di dalam sebuah kelas, kelas ini mirip dengan kelasku, tapi aku yakin ini bukanlah kelasku karena aku sama sekali tidak mengenali beberapa siswa yang sedang berada di kelas ini. Yang menjadi pertanyaanku saat ini adalah kenapa aku bisa berada di tempat ini? Padahal aku yakin tadi sedang berada di toilet menyeramkan itu bersama Bu Angie.
Aku menatap satu persatu wajah siswa yang ada di dalam kelas, hingga aku menyadari sesuatu. Aku melihat salah seorang siswa yang wajahnya cukup familiar. Siswa itu seorang perempuan, rambutnya panjang tergerai. Memiliki wajah sangat cantik. Aku yakin pernah melihat wajah itu sebelumnya. Aku memutar otak, mengingat-ingat di mana pernah melihatnya, hingga akhirnya aku pun menyadari sesuatu.
Wajah gadis itu ... aku yakin merupakan wajah hantu di toilet. Memang benar wajah sang hantu sekarang berbeda dengan wajahnya saat ku lihat di toilet, wajah hantu yang aku lihat di toilet dipenuhi dengan darah dan kulitnya sangat pucat. Tapi wajah hantu yang berdiri di depanku sekarang sangat jauh berbeda, wajah itu layaknya wajah manusia yang masih hidup. Melihat hal ini membuatku semakin heran.
"Heh ... Susan. Ikut kami sebentar!"
"Ada apa?"
"Sudah cepat ikut!"
Dua gadis yang merupakan teman sekelas hantu itu yang baru aku ketahui bernama Susan, memaksanya untuk ikut bersama mereka. Susan terlihat menolak tapi kedua gadis itu dengan kejam menjambak rambut Susan dan memaksanya untuk berjalan mengikuti mereka. Aku mencoba mencegah mereka, mencoba untuk menyentuh mereka tapi yang terjadi sungguh membuatku tercengang. Aku tidak bisa menyentuh mereka, tubuhku menembus tubuh mereka seakan-akan tubuhku ini transparan. Apa yang sebenarnya terjadi?
Yang bisa aku lakukan sekarang hanyalah mengikuti mereka dari belakang.
Mereka membawa Susan ke sebuah toilet yang aku yakini merupakan toilet di mana aku bertemu dengan hantu Susan. Namun, ada perbedaan besar pada toilet ini. Toilet yang aku datangi sekarang terlihat bersih dan wangi. Berbeda sekali dengan keadaan toilet ini ketika dulu aku datangi, toilet ini sangat kotor, banyak sarang laba-laba dan aromanya sangat bau. Sebenarnya apa yang terjadi di sini? Mungkinkah aku kembali ke masa lalu?
"Cepat berikan uangmu pada kami!!!"
"Aku sudah tidak ada uang lagi. Setiap hari kalian selalu meminta uang padaku padahal kalian berasal dari keluarga kaya raya, sebenarnya apa mau kalian?"
"Berani sekali kau mengatakan itu pada kami, apa kau pikir kami tidak tahu kalau kau ini seorang wanita penghibur yang pekerjaannya menemani om-om?"
"Itu tidak benar, kenapa kalian memfitnahku seperti ini?" Susan menangis, namun kedua gadis itu terus menyudutkannya dengan berbagai ucapan pedas.
"Kalau kau tidak mau berita ini menyebar, cepat berikan uangmu pada kami!!!"
"Sungguh. Aku sudah tidak punya uang lagi. Aku tidak bohong!!!"
Kedua gadis itu memperlakukan Susan dengan sangat kejam. Salah satu dari mereka menjambak rambut Susan, dan menamparnya beberapa kali.
"Jessica ... kau terlalu kejam. Kasihan dia." tegur salah satu dari gadis itu.
"Untuk apa gadis murahan seperti dia dikasihani. Dia tidak pantas untuk dikasihani."
Sang gadis yang baru ku ketahui bernama Jessica, terus memukuli Susan. Tanpa belas kasihan dia mendorong Susan sekencang-kencangnya hingga kepala Susan terbentur ke tembok. Sepertinya benturan yang dialami Susan sangat keras karena darah keluar dari kepalanya. Susan ambruk ke lantai dengan kepala berlumuran darah.
"Jess ... ja ... jangan-jangan dia mati."
"Coba sana kau periksa Ann!!"
Gadis yang bernama Ann, menuruti perkataan Jessica. Dia mendekati Susan yang tengah terbaring di lantai, lantas memeriksa denyut nadi serta pernapasan Susan.
"Bagaimana Ann? Dia masih hidup kan?" tanya Jesicca, terlihat mulai panik.
Ann tidak mengatakan apa pun, matanya memelotot dan wajahnya mulai memucat.
"Ann ...!!!" Jessica yang tak sabar, membentak.
"Jess ... dia mati ... dia sudah tidak bernapas."
"A-apa?"
"Bagaimana ini, Jess? Aku tidak mau masuk penjara."
"Kau ini bicara apa, mana mungkin kita masuk penjara?"
"Tapi dia mati, Jess. Kau telah membunuhnya."
"Diam kau. Bukan hanya aku, tapi kau juga ikut terlibat. Karena kita berdua yang membawanya kemari. Kau juga setiap hari ikut menyiksanya, bukan?"
"Aku terpaksa. Aku ikut karena kau mengajakku." Ann bersi keras mengelak.
Perdebatan di antara mereka tak kunjung mereda. Mereka saling menyalahkan dan saling menatap tajam. Hingga pihak yang akhirnya mengalihkan pandangan adalah Jessica. Dia beralih menatap jasad Susan.
"Sudah lah. Tidak akan terjadi apa-apa, semuanya pasti baik-baik saja."
"Apa yang harus kita lakukan?"
Jessica terlihat mengambil handphone-nya dan menelepon seseorang.
"Hallo, Pak James. Cepat datang ke sekolah. Sekalian bawa sekop, batu bata dan juga semen ... jangan banyak tanya ... cepat kemari ... sekarang juga!!!"
Mendengar pembicaraan Jessica dengan orang bernama James di telepon barusan, aku bisa menebak apa yang akan direncanakan Jessica.
"Hei, Ann. Kau jaga di depan toilet?"
"Haah? kenapa?"
"Tentu saja untuk berjaga-jaga. Jangan biarkan satu orang pun masuk ke tempat ini, kau mengerti kan?"
Ann mengangguk dan bergegas pergi seperti yang diperintahkan oleh Jessica.
Tak lama kemudian, seorang pria paruh baya datang. Seperti yang telah aku duga. Jessica memerintahkan Pak James untuk membongkar tembok toilet, dia meletakkan jasad Susan di balik tembok. Kemudian, tembok itu pun ditutup kembali dengan batu-bata, semen dan diberi cat yang sama dengan tembok lainnya, sehingga orang tidak mungkin menyadari bahwa di balik tembok itu ada jasad Susan yang terkubur.
Semalaman mereka berada di dalam toilet, menyembunyikan jasad Susan di balik tembok, perbuatan mereka benar-benar tidak manusiawi.
Kejadian aneh kembali menimpaku, tiba-tiba saja aku merasa sekeliling bergoyang dan pandangan mulai buram. Refleks aku memejamkan mata dan ketika perlahan aku membuka mata kembali, kini aku melihat pemandangan lain. Aku sedang berada di sebuah jalan sepi. Di sini waktu menunjukkan malam hari, langit sudah sangat gelap. Aku tidak mengerti kenapa aku bisa berada di tempat ini.
Setelah itu, aku melihat seseorang melintasi jalan sepi ini, begitu aku melihat wajah orang itu, aku sangat terkejut karena orang yang sedang berjalan itu adalah Ann. Dia tampak gelisah, sering sekali dia menoleh ke belakang. Tak lama berselang, tiba-tiba Ann berteriak. Dia berlari kencang. Pada awalnya, aku tidak mengerti dengan tingkah laku Ann. Namun, ketika aku melihat ke arah yang sejak tadi ditatap oleh Ann. Aku mulai mengerti alasan Ann berlari dan berteriak ketakutan. Aku melihat hantu Susan sedang berdiri, aku yakin Ann juga melihat hantu Susan, itulah sebabnya dia berlari dan berteriak dengan kencang.
Sekali lagi aku merasakan sekelilingku bergoyang dan seperti halnya tadi pandanganku mulai buram. Kali ini aku tidak menutup mata, aku tetap membuka kedua mata selebar mungkin. Aku ingin tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Dan hal yang seperti tadi terulang kembali, seolah-olah telah berpindah tempat karena kini aku sudah berada di tempat yang berbeda dengan tempat terakhir tadi aku berada. Saat ini bukan suasana gelapnya malam di jalan yang sepi, melainkan aku berada di sebuah ruangan yang terang benderang karena cahaya lampu. Jika melihat benda-benda di ruangan ini, tidak salah lagi aku berada di sebuah kamar. Entah kamar siapa ini? Pertanyaanku terjawab begitu aku melihat sosok Jessica memasuki kamar ini, dia menaiki ranjang, bersiap untuk tidur. Ternyata ini kamar Jessica. Aku kembali berpikir, kenapa aku bisa berada di sini? hingga detik ini aku masih belum mengerti apa yang sedang terjadi padaku.
Tidak ada hal yang kulakukan selain memperhatikan Jessica. Dia terlihat sangat gelisah, sepertinya kesulitan untuk tidur. Dia meringkuk seraya menutup tubuh dengan selimut hingga menutupi kepala. Secara tiba-tiba dia berteriak dan bangun dari tempat tidur. Dia berlari dengan ketakutan, bermaksud untuk keluar dari kamar tetapi kesulitan saat hendak membuka pintu. Aku sempat heran dengan tingkah laku Jessica, hingga akhirnya memahami situasi yang dialaminya begitu melihat selimut yang Jessica pakai tadi tiba-tiba mengembang, perlahan namun pasti terus mengembang menyerupai manusia. Selimut itu melayang di udara lantas tiba-tiba terjatuh ke lantai. Dari balik selimut muncul sosok perempuan dengan wajah berlumuran darah. Ya, perempuan itu tidak lain merupakan hantu Susan.
Hantu Susan yang sangat mengerikan itu melayang di udara, mendekati Jessica yang tengah ketakutan di dekat pintu. Hantu Susan semakin mendekati Jessica hingga wajahnya berada tepat di depan wajah Jessica. Jessica yang sangat ketakutan itu berteriak sekencang-kencangnya.
"Jangan bunuh aku ... jangan bunuh aku!" pintanya dengan berurai air mata.
Hantu Susan mengulurkan kedua tangannya pada leher Jessica seolah bermaksud mencekiknya. Tentu aku tidak mungkin tinggal diam menyaksikan hal itu, aku berlari bermaksud untuk mendekati Jessica. Namun, tiba-tiba sebuah cahaya yang sangat menyilaukan muncul di depan mataku, membuatku tidak bisa melihat sekeliling.
"Leslie ... Leslie ... LESLIE ...!"
Aku mendengar dengan jelas seseorang memanggil namaku, perlahan membuka mata dan yang ku temukan adalah Bu Guru Angie yang sudah berada di depanku.
"Di mana ini?" aku menggulirkan mata, menatap sekeliling.
"Di mana? Tentu saja di dalam toilet. Apa kau lupa kita sedang menyelidiki hantu di toilet ini? tiba-tiba saja kau kehilangan kesadaran, apa yang terjadi? Kau baik-baik saja, kan?"
Ternyata memang benar aku sudah kembali berada di toilet. Apakah aku sudah kembali ke masa sekarang setelah tadi aku mendatangi masa lalu Susan sebelum dia meninggal?
Aku masih bingung dengan apa yang baru saja terjadi padaku.
" Leslie apa yang terjadi? Ceritakan padaku!"
Aku menatap wajah Bu Angie yang terlihat mengkhawatirkanku. Ku pikir tak ada alasan untuk merahasiakan ini, tanpa ragu aku pun menceritakan semuanya pada Bu Angie. Tidak ada satu hal pun yang terlewatkan, aku menceritakan semuanya pada Bu Angie.
"Begitu rupanya. Susan telah memperlihatkan masa lalunya padamu." Angie berargumen setelah mendengar ceritaku hingga selesai.
"Memangnya ada hal seperti itu?"
"Tentu saja ada, buktinya barusan kau mengalaminya sendiri. Mungkin ini penyebab arwahnya tidak tenang dan belum bisa kembali ke dunianya. Dia merasa belum mendapatkan keadilan."
"Apa yang harus kita lakukan sekarang, Bu?"
"Kita harus mencaritahu tentang dua perempuan yang telah membunuh Susan itu. Ayo pergi!!!"
Tanpa memberitahu tujuannya padaku, Bu Angie berlari meninggalkanku. Karena penasaran, aku pun mengikutinya. Bu Angie terus berlari hingga berhenti ketika tiba di depan sebuah ruangan. Jika melihat papan nama yang ditempel di pintu, sepertinyanya ini ruangan kepala sekolah. Angie memasuki ruangan, begitu pula denganku.
Di dalam ruangan, seorang kakek yang ku perkirakan berusia 70 tahunan sedang duduk di kursinya.
"Permisi, Pak Kepala Sekolah. Maaf jika mengganggu waktu anda." Dengan sopan, Angie menyapa.
"Ooh, Bu Angie. Ada apa datang menemui saya?"
Bu Angie menceritakan pada kepala sekolah semua yang aku ceritakan tadi. Dari reaksi Pak Kepala Sekolah yang antusias, sepertinya dia mempercayai perkataan Bu Angie.
Pak Kepala Sekolah terlihat sedang mencari sesuatu, lalu dia membawa sebuah buku yang sangat tebal dan memberikan buku itu pada Bu Angie.
"Mulai sekarang simpanlah buku ini di tempatmu." Katanya seraya mengulurkan buku tersebut pada Bu Angie.
"Buku apa ini, Pak?"
"Buku yang memuat semua biodata siswa yang pernah menuntut ilmu di sekolah ini."
"Apa tidak masalah saya menyimpan buku ini?" Angie terlihat ragu untuk menerima buku penting tersebut.
"Kau lebih membutuhkannya. Saya percaya pada kalian. Kalian berdua pasti berhasil menguak semua misteri dan bisa mengembalikan ketentraman di sekolah ini. Saya percaya sepenuhnya pada kalian berdua.”
Aku dan Bu Angie saling berpandangan sejenak. Aku mengangguk sebagai isyarat agar Bu Angie menerima buku itu. Memahami isyaratku, Bu Angie akhirnya berpamitan pada Pak Kepala Sekolah dengan membawa serta buku biodata siswa dalam pelukannya.
Kami duduk di kursi panjang yang berada di taman sekolah saat ini. Jantungku berdebar cepat ketika Bu Angie mulai membuka bukunya. Benar, di dalam buku itu terdapat biodata siswa lengkap dengan fotonya.
“Biodata tentang Susan dan kedua perempuan itu pasti ada di buku ini.”
Aku juga sepemikiran dengan Bu Angie, karenanya aku hanya terdiam, tak sabar untuk mencari.
Lembar demi lembar halaman pada buku dibuka dengan gerakan perlahan oleh Bu Angie. Aku memperhatikan dengan teliti foto para siswa yang ku lihat di setiap halamannya. Tanpa sadar aku berdecak tak sabar karena foto ketiga orang itu belum juga kutemukan. Hingga tiba di halaman berikutnya yang Bu Angie buka, seketika ku tahan tangan Bu Angie. Foto di halaman itu terlihat familiar. Ku perhatikan sekali lagi dan helaan napas lega seketika meluncur dari mulutku saat menyadari foto itu merupakan Susan.
"Ini dia, Susan. Dia terdaftar di sekolah ini sekitar tiga tahun yang lalu." Ucapku girang bukan main.
"Kalau begitu kedua perempuan yang membunuhnya pasti berada tidak jauh dari halaman biodatanya ini."
Aku dan Bu Angie membuka perlahan halaman demi halaman yang dekat dengan halaman biodata Susan. Hingga akhirnya ku temukan foto Jessica dan Ann, akhirnya biodata mereka berdua berhasil ditemukan.
"Ini mereka, Bu. Jessica dan Ann." Kataku seraya menunjuk pada dua biodata yang memang berada di halaman yang berdekatan. Bu Angie membaca biodata mereka saat itu juga.
"Kau benar. Mereka teman sekelas Susan. Di sini tercatat nomor telepon rumah mereka, biar aku yang mencaritahu. Ini sudah malam, kau pulang saja Leslie."
"Tidak apa-apakah ibu mencaritahu sendiri?" ada rasa enggan untuk menyerahkan masalah ini pada Bu Angie, padahal aku yang paling tahu kejadian yang sebenarnya. Meski tak ku pungkiri, aku sudah lelah dan ingin cepat pulang.
"Tidak apa-apa. Kau sudah banyak membantu. Ya sudah biar aku mengantarmu pulang."
Tidak ada pilihan lain bagiku, selain menuruti perkataan Bu Angie. Akhirnya aku pulang dengan menumpang di mobil Bu Angie. Di perjalanan, tanpa ku minta, Bu Angie berbaik hati membelikanku makanan. Ya, ku anggap ini sebagai hadiah darinya karena aku sudah membantunya menyelidiki hantu Susan.
Setibanya di Apartemen, langsung ku santap makanan pemberian Bu Angie karena perutku yang sudah meraung minta diisi. Setelah membersihkan diri, tak ada yang ku lakukan lagi selain merebahkan diri di kasur empukku. Hingga akhirnya aku terlelap karena rasa lelah yang begitu menyiksa.