Joan Part 3
Tepat jam 12 siang, aku dan Angie tiba di pinggir kolam renang berhantu. Kami bertekad untuk mengungkap misteri si hantu yang bergentayangan di kolam. Membantunya sebisa mungkin agar segera pergi ke alamnya.
"Leslie, kau sudah siap?"
Angie bertanya, raut wajahnya begitu serius meski kekhawatiran ikut menari-nari dalam sorot matanya.
"Kau tidak perlu takut ataupun cemas, aku akan masuk ke dalam air bersamamu." Tambahnya.
Aku mengembuskan napas lega, ku pikir akan menceburkan diri ke dalam air sendirian. Siapa sangka, Angie menawarkan diri ikut bersamaku.
Kami berdiri di pinggir kolam sambil berpegangan tangan. Saling tatap sebagai bentuk aba-aba, kami menceburkan diri bersamaan saat aku memberi isyarat dengan anggukan. Kami sudah berada di dalam air sekarang. Ku tatap sekeliling, mencari keberadaan si hantu penghuni kolam. Tak ada tanda-tanda keberadaannya. Sempat berpikir untuk mengajak Angie kembali naik ke permukaan, aku tersentak saat rasa sakit tiba-tiba menyerang kepalaku. Ini dia pertanda si hantu akan muncul.
Aku menajamkan indera penglihatan, menelisik sekitar sekali lagi. Ku lihat satu sosok mendekat ke arah kami. Air kolam ini tampak bergoyang hebat, seluruh bulu kuduk seketika meremang. Rasa takut pun semakin naik ke permukaan, refleks ku tarik tangan Angie agar ikut bersamaku berenang ke permukaan air. Aku dan Angie saling tatap, air kolam semakin bergoyang hebat bagai ada yang sedang memainkannya.
Deg ... Deg ... Deg
Jantungku serasa ingin melompat keluar, bahkan detakannya begitu cepat terasa. Walaupun sedang berada di dalam air, keringat dingin bercucuran di sekujur tubuhku. Seiring dengan semakin cepatnya gerakan air, aku semakin ketakutan. Kemudian ...
“Aaaaaaaaaaaaaaaaa!!”
“Kenapa, Leslie?”
Aku mengabaikan pertanyaan Angie, aku terlalu panik karena yakin baru saja sesuatu menyentuh kakiku. Ku beranikan menatap ke bawah dan ... tepat di bawahku, aku melihat sesosok makhluk yang sangat menyeramkan.
Seperti yang telah aku perkirakan, sesuatu yang tengah mendekati kami tidak lain merupakan hantu laki-laki yang kemarin kulihat. Hantu itu menatapku tajam. Aku meronta, bermaksud keluar dari kolam. Akan tetapi, Angie menggenggam tanganku dan menggeleng, memberi isyarat agar aku tetap diam.
Aku tersadar, tak seharusnya melarikan diri. Bukankah ini alasan kami datang kemari, untuk mencari tahu masa lalu si hantu? Menuruti keinginan Angie, aku berhenti meronta, membiarkan sang hantu mendekatiku. Lalu ...
Kulihat sang hantu keluar dari air, menghampiriku, dia merentangkan tangannya saat sudah berada di depanku. Tangannya mendarat di atas kepalaku seperti yang dilakukan hantu Susan tempo hari.
Sebuah cahaya menyilaukan tiba-tiba terlihat, aku memejamkan mata. Ketika perlahan aku kembali membuka mata ...
Aku sudah berada di tempat lain, aku tidak berada di dalam air namun aku sedang berada di sebuah taman. Ya, jika melihat banyaknya bunga di tempat ini, aku yakin ini sebuah taman.
Aku memperhatikan sekitar hingga kutemukan seseorang yang sejak tadi aku cari. Seorang laki-laki tengah duduk bersama perempuan di kursi taman. Yang menjadi pusat perhatianku adalah laki-laki itu, aku yakin wajahnya sama persis dengan hantu di kolam renang. Seperti halnya ketika aku melihat masa lalu Susan, aku sedang melihat masa lalunya sekarang.
Aku bersembunyi di balik pohon di dekat kursi yang mereka duduki, bermaksud mendengarkan pembicaraan mereka. Namun, meski aku sudah menajamkan telinga, aku tidak bisa mendengarkan pembicaraan mereka. Tunggu, bukankah seharusnya mereka tidak bisa melihatku? Pemikiran ini terlintas karena aku ingat ketika mendatangi masa lalu Susan, tak ada seorang pun yang bisa melihatku. Aku juga tidak bisa menyentuh mereka seolah tubuhku transparan. Jika dipikir-pikir ini hal yang wajar, aku sedang berada di masa lalu si hantu. Semua yang aku lihat ini tidak lebih dari sekadar kenangan yang diperlihatkan oleh hantu itu padaku.
Meyakini bahwa diriku tidak akan terlihat, aku berdiri tepat di depan mereka.
"Besok malam kau benar-benar akan datang kan, Jo?"
Kini obrolan mereka bisa ku dengar dengan jelas.
"Tentu saja, Sinta. Aku pasti datang. Kau tahu kan, aku sangat mencintaimu?"
"Aku juga sangat mencintaimu, Joan. Aku tidak ingin dijodohkan dengan orang lain."
"Kau tenang saja, besok kita akan bertemu di sini. Bersama-sama kita akan menemui orangtuamu. Aku janji akan berusaha meyakinkan mereka. Begitu lulus sekolah, aku akan melamarmu."
Perempuan yang baru aku ketahui bernama Sinta itu, mengangguk. Rupanya perempuan ini adalah kekasih hantu di kolam renang. Dan Joan merupakan nama sang hantu.
Hal yang tempo hari aku alami, kini kembali terjadi. Sekelilingku tampak bergoyang, dalam sekejap aku telah berada di tempat yang berbeda.
Saat ini, aku yakin sedang berada di kolam renang berhantu yang kudatangi bersama Angie. Sempat berpikir, mungkinkah aku sudah kembali ke dunia nyata? Hm, sebut saja dunia di mana seharusnya aku berada adalah dunia nyata karena dunia yang aku datangi ini tidak bisa disebut dunia nyata. Dunia yang sekarang aku datangi ini bisa dibilang sebuah dunia kenangan ... kenangan Joan sebelum meninggal dan menjadi hantu.
Suara langkah kaki terdengar, aku menoleh ke belakang dan melihat Joan bersama seorang laki-laki sedang berjalan beriringan lantas berdiri di pinggir kolam. Aku mendekati mereka, mendengarkan obrolan keduanya.
"Kenapa kau membawaku kemari, Alex?" tanya Joan.
"Aku ingin memberitahumu sesuatu."
"Apa itu?"
"Seperti yang kau dengar dari Sinta, dia telah dijodohkan oleh orangtuanya. Aku ingin memberitahumu, akulah yang dijodohkan dengannya."
Bukan hanya Joan yang terbelalak mendengar perkataan pria yang bernama Alex itu, aku pun demikian.
"Sinta itu pacarku. Kenapa kau tidak menolak perjodohan itu, Lex?."
"Alasannya sederhana.” Alex memiringkan kepala disertai bibir yang mengulas seringaian. “Karena ... aku mencintai Sinta. Kau tidak perlu mengkhawatirkan Sinta, aku akan berusaha membahagiakannya."
Joan marah besar, dia mencengkeram kerah baju Alex sekuat tenaga.
"Kau tidak bisa melakukan ini pada kami. Kami saling mencintai."
"Mungkin saat ini Sinta mencintaimu. Dia tidak bisa menerimaku karena masih ada kau. Tapi jika kau mati, maka secara perlahan Sinta akan melupakanmu dan menerima cintaku."
Alex menepis kasar cengkraman Joan pada kerahnya, lalu mendorongnya hingga Joan pun jatuh ke dalam kolam. Joan meronta, meminta pertolongan namun yang dilakukan Alex hanya lah diam sambil menyeringai. Sepertinya Joan sama sekali tidak bisa berenang, dia nyaris tenggelam.
Aku ingin menyelamatkan Joan, sayangnya tidak ada satu pun hal yang bisa aku lakukan di dunia kenangan ini. Aku tidak kuasa menatap Joan yang terus meronta meminta untuk diselamatkan. Aku menutup mata serapat mungkin, tidak sanggup melihatnya.
Aku kembali membuka mata ketika suasana berubah hening. Ketika aku menatap ke arah kolam, tubuh Joan sudah mengambang yang menandakan bahwa dia sudah tiada.
"Selamat tinggal, Jo. Aku akan membahagiakan Sinta. Kau tidak perlu mencemaskan kami."
Setelah mengatakan itu, Alex pergi meninggalkan jasad Joan. Aku tidak habis pikir bagaimana mungkin dia tega melakukan hal sekejam ini pada Joan. Demi mendapatkan Sinta, dia menjadi seorang pembunuh.
Sekelilingku kembali bergoyang yang menandakan aku akan berpindah tempat lagi. Dan benar saja perkiraanku, kini aku sudah berada di tempat yang berbeda. Aku kembali ke taman yang tadi, Sinta terlihat sedang duduk di salah satu kursi. Tatapannya fokus ke arah handphone di tangan. Dia pasti sedang menunggu Joan tanpa mengetahui peristiwa yang menimpa lelaki itu.
Sinta tersenyum lega ketika tangan seseorang tiba-tiba menutup matanya dari belakang. Namun, wajahnya kembali murung ketika Sinta menyadari bukan Joan pelakunya, orang yang melakukan itu tidak lain adalah Alex.
"Alex, kenapa kau datang kemari?" tanya Sinta, heran.
"Aku ingin menyampaikan pesan dari Joan." Kernyitan di dahi Sinta menandakan dia sedang kebingungan.
"Apa maksudmu?"
"Tadi dia menelepon, menyuruhku untuk menemuimu di tempat ini. Dia menyuruhku menyampaikan pesannya padamu. Dia minta maaf karena tidak bisa menepati janjinya. Dia tidak bisa menikahimu."
Sinta terbelalak, begitu pun denganku. Tak menyangka setelah membunuh Joan, kini Alex mengarang cerita bohong.
"Kenapa? Kenapa dia tidak bisa menikahiku?"
"Dia tidak mencintaimu lagi. Selama ini dia terpaksa bersamamu."
"Apa kau bilang?"
"Dia juga mengatakan sudah tidak tahan lagi berpura-pura mencintaimu. Dia tidak bahagia bersamamu. Dia meminta maaf dan memintamu untuk melupakannya."
"Ini pasti bohong! Tidak mungkin Joan mengatakan itu, selama ini dia bilang sangat mencintaiku!" Sinta berteriak.
"Maafkan aku, Sinta. Aku hanya menyampaikan pesan darinya."
"Jadi, selama ini dia membohongiku."
Sinta menangis histeris. Aku benci pada Alex, dia sangat jahat. Dia sengaja melakukan ini agar Sinta membenci Joan.
Sekelilingku kembali bergoyang dan untuk kesekian kalinya aku berpindah ke tempat yang berbeda. Tempat yang ku datangi ini terlihat sangat ramai seperti sedang diadakan pesta pernikahan. Di mana sebenarnya aku berada? Pertanyaanku terjawab sudah ketika aku menatap ke depan dan menemukan Sinta tengah menggunakan gaun pengantin. Dan yang membuatku marah karena melihat pasangan Sinta tidak lain merupakan Alex. Jadi, aku sedang berada di acara pernikahan Sinta dan Alex.
Kemarahanku berubah menjadi kesedihan ketika melihat ke salah satu sudut ruangan, menemukan seseorang dengan memasang wajah sedih, tengah menatap sepasang pengantin itu. Orang itu adalah Joan yang sudah menjadi hantu. Tidak ada seorang pun yang melihatnya selain aku. Hantu Joan menatap sedih bercampur kecewa ke arah kekasihnya yang telah menikah dengan lelaki lain. Naasnya lelaki yang dinikahi Sinta adalah pembunuh dirinya. Melihat air mata mengalir dari mata Joan yang berwarna putih polos itu, seketika air mataku juga ikut mengalir.
Di tengah suasana sedih ini, tiba-tiba cahaya menyilaukan kembali tertangkap mataku. Aku tidak sanggup menatap cahaya itu sehingga refleks mata ini terpejam. Ketika aku membukanya kembali ... sosok Angielah yang pertama kali kulihat.
"Leslie, syukurlah kau sudah sadar."
"Di mana aku?" tanyaku seraya menggulirkan mata ke sekeliling.
"Tadi kau pingsan di dalam air, jadi aku membawamu keluar kolam."
Seperti yang dikatakan Angie, aku sudah berada di pinggir kolam renang.
"Apa yang hantu itu perlihatkan padamu?"
Tanpa ragu aku menceritakan semua yang kulihat. Aku menceritakan semua yang dialami Joan di masa lalu sambil berlinang air mata. Entah kenapa air mata ini tidak bisa berhenti mengalir setelah mengetahui penderitaan yang dialami Joan. Aku kasihan padanya, dan aku akan melakukan apa pun untuk membantunya.