Cindy Part 2
Sepulang sekolah, aku pergi ke ruang guru. Angie mengirimkan pesan dan menyuruhku menunggunya di depan ruang guru. Cukup lama aku menunggu dan rasanya sungguh mengesalkan. Jadi, begini ya rasanya menunggu lama? Aku jadi merasa bersalah karena biasanya Angie yang menungguku setiap hari, walau aku tidak pernah memintanya.
Lama aku berdiri di sini, hampir 45 menit dan ini sudah keterlaluan. Wajar bukan jika aku kesal?
"Maaf, Leslie, membuatmu menunggu lama."
Angie akhirnya muncul, memasang raut menyesal sembari menangkupkan kedua tangan di depan dada. Karena tetap saja aku merasa kesal sudah dibuat menunggu selama itu, aku pun melangkah pergi begitu saja.
"Hai, jangan marah dong. Aku yang biasanya menunggumu lama, tidak pernah marah." Katanya sembari mencekal lenganku.
Aku memutar bola mata, bosan. "Sudahlah. Ayo cepat ke tempat yang ingin kau tunjukkan padaku. Aku ingin cepat-cepat pulang."
"Baiklah, baiklah."
Angie merangkul lenganku, mengajakku berjalan hingga kami berhenti di depan laboratorium biologi. Semenjak menuntut ilmu di Grandes High School, aku belum pernah memasuki ruangan ini. Ketika sedang belajar praktek, guru biologiku tidak pernah membawa kami ke ruangan ini. Dia selalu membawa kami ke luar kelas sehingga kami belajar di alam terbuka. Aku mengira sekolah ini tidak memiliki laboratorium biologi, ketika kini aku tengah berdiri di depan ruangan yang tertera papan bertuliskan laboratorium biologi pada daun pintu, ternyata perkiraanku salah selama ini. Meskipun aku belum memasuki ruangan ini, aku merasakan hawa dingin yang membuat bulu kuduk meremang. Kepala juga terasa sakit bagai ada ribuan jarum yang menusuk. Bukankah ini pertanda ada makhluk halus di dekatku? Mungkinkah ruangan ini berhantu?
"Sebelum memasuki ruangan ini, ada sesuatu yang ingin aku ceritakan padamu." Wajah Angie sangat serius saat mengatakan ini.
"Apa itu? katakan saja, Angie."
"Sekitar satu tahun yang lalu terjadi peristiwa yang sangat mengerikan di ruangan ini."
"Peristiwa apa?" tiba-tiba jantungku berdetak cepat.
"Seorang siswa kelas dua ditemukan meninggal di dalam ruangan ini. Dia terkurung selama dua minggu. Tanpa makan dan minum, dia meninggal karena kelaparan dan kehausan."
"A-apa? Kenapa bisa?”
"Itu sebuah kecelakaan. Ruangan ini dikunci tanpa ada seorang pun yang mengetahui masih ada siswa di dalamnya. Kebetulan saat itu sekolah libur selama dua minggu setelah acara kenaikan kelas. Selama dua minggu itu, tidak ada seorang pun yang datang ke sekolah ini. Siswa itu ditemukan setelah liburan berakhir. Tercium bau menyengat dan begitu ruangan ini dibuka, jasadnya ditemukan dalam kondisi terbujur kaku. Tubuhnya sudah dikerubungi lalat."
Aku menelan ludah, aura semakin terasa mencekam setelah kuketahui sejarah ruangan ini. “Bukankah selalu ada security yang berkeliling?" tanyaku. Di sekolah lamaku begitu, ada security yang bertugas berkeliling jika sekolah sudah sepi. Tentu saja saat libur pun demikian.
Angie menghela napas panjang. “Apa kau melihat ada security di sini?”
Aku memiringkan kepala, mengingat-ingat pernahkah melihat security di sini, dan aku terbelalak saat menyadari tak pernah melihat satu pun security di sekolah ini.
“Sekolah ini terkenal berhantu, tidak ada yang berani bekerja sebagai security di sini. Mereka tidak berani berkeliling terutama saat malam.”
Benar juga, aku melupakan fakta yang satu itu. Wajar saja jika tidak ada yang berani menjadi security di sini, gedung sekolah ini sudah luas dan besar juga sangat angker.
“Jumlah siswa yang sekolah di sini saja tidak sebanyak sekolah lain, kan? yang bersekolah di sini, hanya mereka yang rumahnya dekat saja.”
Sama sepertiku, alasan memilih sekolah ini karena paling dekat dengan Apartemen. Andai saja aku tahu sekolah ini angker, mana mau aku sekolah di sini. Pasti aku memilih sekolah lain, meskipun jauh.
"Kita harus waspada saat masuk ke dalam.”
"A-apa maksudmu?" tanyaku, tak mengerti.
"Semenjak jasad siswa itu ditemukan, sering terjadi hal mengerikan di ruangan ini. Banyak siswa yang menjadi korban kemarahan dari arwah siswa itu."
"Me-memangnya apa saja yang pernah terjadi di ruangan ini?" rasa takut mulai menjalar di dalam tubuh, tanpa sadar aku memeluk diri sendiri, hawa dingin ini terasa menusuk hingga ke tulang.
"Banyak siswa kerasukan, mereka menyakiti diri sendiri. Bahkan pernah ada siswa yang hampir mengiris tangannya sendiri dengan pisau bedah di ruangan ini."
Aku tercekat dengan mata membulat. "I-itu mengerikan."
"Gelas tabung sering beterbangan dan menimpa para siswa sehingga banyak siswa yang terluka. Karena kejadian-kejadian itulah ruang laboratorium biologi ini tidak pernah lagi digunakan."
"Be-begitu rupanya. Kenapa hantu siswa itu melakukan hal ini?"
"Mungkin hatinya dipenuhi kebencian karena tidak ada seorang pun yang menyelamatkannya ketika dia terkurung di ruangan ini. Bukankah kemarin aku mengatakan padamu, ada juga arwah yang belum bisa kembali ke dunianya karena masih dipenuhi oleh amarah dan dendam? Leslie, hantu yang akan kita temui kali ini sangat berbahaya. Tapi kau tidak perlu khawatir, aku tidak akan membiarkan sesuatu yang buruk menimpamu."
"Apa kau yakin bisa melindungiku dari hantu itu?" mataku memicing, tak yakin.
"Percayalah padaku."
Aku menghela napas dan mengembuskannya perlahan. Angie begitu serius dan yakin. Lagipula, aku tidak memiliki pilihan selain menyetujui. Karenanya, aku mengangguk saja.
Setelah itu, Angie membuka pintu. Entah hantu apa yang akan aku lihat nanti?
***
Krieeeet!
Suara derit terdengar begitu pintu terbuka. Aku memegangi tangan Angie, tak ingin berjauhan dengannya.
Tercium bau menyengat ketika kami masuk ke dalam. Hawa dingin semakin kuat terasa, bahkan aku mulai gemetaran. Rasa sakit pada kepala juga semakin menyiksa, rasanya ingin berteriak sekencang-kencangnya agar rasa sakit ini hilang.
"Kau bisa merasakannya, Leslie? hawa yang penuh kebencian di tempat ini?"
Aku mengangguk sambil menatap sekeliling.
Deg ... Deg ... Deg
Jantungku menggila, suara detakannya seolah bisa kudengar karena terlalu heningnya ruangan ini. Tatapanku terus menelisik seisi ruangan, awalnya tak ada sosok apa pun yang ku lihat. Hingga saat tatapanku tertuju pada sudut belakang sebelah kiri, sesosok makhluk mengerikan sedang berdiri di sana.
Makhluk itu sangat berbeda dengan hantu yang sebelumnya aku lihat. Sang hantu berupa rangka manusia dengan jaringan otot berwarna merah tua kehitaman masih melekat pada tulang belulangnya. Bagian kepalanya masih dipenuhi rambut. Rambut yang panjang serta mata berwarna merah menyala. Pada bagian tengkorak kepala, terdapat sebuah lubang yang sekelilingnya dipenuhi retakan. Darah kental yang berwarna merah kehitaman tak hentinya keluar dari lubang tersebut.
Aku berteriak sekencang-kencangnya. Sang hantu sangat menyeramkan, aku tak sanggup menatapnya lebih lama lagi.
"Ada apa, Leslie? apa kau melihat hantunya?" tanya Angie mulai panik. Kulihat dia menggulirkan mata menatap sekeliling tapi sosok hantu itu tak bisa dilihat Angie.
"Di sana ... hantunya di sebelah sana. Dia sangat menyeramkan." Dengan jari telunjuk, ku arahkan tatapan Angie pada sudut di mana si hantu berdiri. Aku tak berani menghadapi hantu kali ini, aku melangkah untuk pergi namun Angie menahanku.