Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Cindy Part 1

Hari ini, kami mengikuti pelajaran biologi. Melanjutkan penelitian tempo hari yang belum selesai. Seperti biasa aku melakukan penelitian bersama Celia.

Pelajaran biologi ini merupakan mata pelajaran terakhir hari ini, karenanya begitu bel berbunyi, kami bersiap-siap pulang.

"Kalian selesaikan tugas ini di rumah masing-masing ya. Lusa nanti, laporannya sudah harus dikumpulkan!"

"Baik, Pak!!" sahut kami, serempak layaknya paduan suara.

"Leslie, bagaimana kalau kita mengerjakan tugas ini di rumahmu?"

Aku yang sedang memasukan alat tulis ke dalam tas, seketika menoleh begitu mendengar permintaan Celia.

"Setuju.” Ujarku riang. Memasukan alat tulisku dengan cepat, aku merangkul bahu Celia, mengajaknya pergi. “Ayo berangkat sekarang!"

Celia menanggapi dengan senyum. Kami melangkah penuh semangat, mengabaikan tatapan teman-teman sekelas yang tertuju pada kami.

Sepertinya menungguku pulang sudah menjadi rutinitas Angie, lihat ... kutemukan dia sedang menunggu di depan kelasku seperti biasa. Tahu persis apa yang dia inginkan, kuputuskan untuk menghampirinya. Meminta Celia menunggu sebentar, aku pun berlari menuju Angie berada.

"Angie, maaf. Hari ini aku tidak bisa pergi bersamamu."

“Kau ada acara?" tanyanya.

"Aku harus mengerjakan tugas kelompok bersama temanku."

Angie menghela napas, tampak kecewa. "Hm, begitu ya. Kalau begitu aku minta nomor handphone-mu supaya aku tidak perlu menunggumu setiap hari seperti ini."

Aku menuruti keinginan Angie, dan memberitahukan nomor teleponku padanya.

"Sudah ya, Angie. Aku pergi dulu, temanku sudah menunggu."

"Mana temanmu?"

"Itu di sebelah sana!"

Aku menunjuk ke arah Celia sedang berdiri di bawah sebuah pohon, tak jauh dari kelas kami. Angie menatap arah yang kutunjuk.

"Sudah ya. Sampai jumpa, Angie."

"Tu-tunggu, Leslie!"

Tak enak hati karena sudah membuat Celia menunggu, aku mengabaikan panggilan Angie.

Aku dan Celia sedang berada di dalam bus sekarang. Untuk pertama kalinya aku memiliki teman mengobrol ketika berada dalam bus. Andai setiap hari seperti ini? Pasti perjalanan menuju sekolah tidak akan membosankan. Aku dan Celia membicarakan banyak hal, terkadang tertawa bersama jika topik yang kami bicarakan cukup lucu. Mungkin karena suara kami cukup kencang, penumpang bus merasa terganggu. Kami menjadi pusat perhatian karena seisi bus tengah menatap kami.

"Stttttt ... jangan berisik. Sepertinya suara kita mengganggu penumpang yang lain." Bisikku tepat di telinga Celia.

"Iya, kau benar, Leslie." Celia balas berbisik.

Kami meringis lalu tersenyum bersama menyadari perbuatan kami telah mengganggu penumpang lain.

Meskipun aku dan Celia sudah memelankan suara, aku heran melihat penumpang-penumpang itu masih menatap ke arah kami. Bahkan ada yang saling berbisik, sepertinya sedang membicarakan kami, membuatku risih melihatnya.

Aku sangat lega ketika akhirnya kami tiba di depan gedung Apartemen. Apartemenku berada di lantai 38. Kami sedang menaiki lift menuju ke sana.

Di dalam lift, kami bertemu dengan seorang nenek yang membawa anjingnya. Anjingnya sangat lucu dan terawat. Anjing berwana putih itu sedang menatapku. Aku berjongkok mencoba mengajak si anjing bermain, namun kuurungkan keinginan itu karena si anjing tiba-tiba histeris. Dia terus menggonggong dengan keras sambil menatap ke arahku dan Celia. Bahkan sang nenek terlihat keheranan melihat prilaku anjingnya yang tiba-tiba berubah.

Guuk ... Guuuk ... Guuk ... Guuk

Gonggongannya semakin kencang terdengar.

"Katty, kau kenapa?" meski anjing itu digendong oleh pemiliknya, dia tetap menggonggong.

"Nek, kenapa dengannya? Dia tidak mau berhenti menggonggong." Akhirnya aku bertanya, kasihan juga pada si nenek yang terlihat kebingungan dengan tingkah anjingnya.

"Mungkin dia melihat sesuatu."

"Melihat sesuatu? Apa maksud nenek?"

Nenek itu tidak menjawab pertanyaanku. Kedua matanya memelotot entah karena apa. Gerak tubuhnya berubah panik seolah sedang ketakutan. Kemudian dengan tergesa-gesa dia menekan tombol 'OPEN' pada lift, sepertinya dia ingin segera pergi dari lift ini. Mendengar si anjing yang terus menggonggong dan melihat ekspresi ketakutan nenek itu, membuatku heran dan mulai takut.

"Nenek kenapa? Nenek baik-baik saja, kan?"

Nenek itu tidak merespons, dengan tidak sabar terus menekan tombol 'OPEN'. Begitu pintu lift terbuka, nenek itu seketika berlari meninggalkan lift.

"Ada apa dengan nenek itu? Kenapa dia seperti ketakutan begitu ya, Celia?"

"Mungkin seperti yang dia katakan tadi, dia melihat sesuatu ..."

Aku menoleh pada Celia yang berdiri di belakang. "Apa maksudmu?"

"Aku juga tidak tahu. Tapi aku merasa di sini sangat dingin ya. bulu kudukku meremang.” Ucap Celia sembari memegang tengkuknya. “Kau tidak merasakannya, Leslie?”

Aku meneguk ludah tanpa sadar. Jangan-jangan di lift ini ada penunggunya. Ku gulirkan bola mata, menatap setiap sudut dalam lift, anehnya aku tak melihat satu pun penampakan makhluk halus.

“Sudahlah. Lupakan nenek itu." kata Celia sembari menyentuh bahuku.

Aku merasa tidak enak pada Celia, ini pertama kalinya dia datang ke Apartemenku, dia pasti merasa tidak nyaman karena kejadian barusan. Terlebih dia merasakan eksistensi makhluk halus di dalam lift ini, ya walaupun aku tidak merasakannya.

Setibanya di Apartemenku. Segera kusuguhkan camilan ringan yang ada untuk Celia.

"Celia kau ingin minum apa?!" tanyaku sambil berteriak dari dapur.

Celia tidak menyahut, membuatku heran dan khawatir. Aku berjalan menuju ruangan di mana Celia seharusnya berada. Namun ...

Celia tak kutemukan di mana pun.

"Celia ... Celia ... kau di mana?!" aku berteriak sambil memeriksa setiap ruangan, mencari Celia. Kosong. Celia tak kutemukan di mana pun.

Aku pergi ke kamar, mengambil handphone untuk menghubungi nomor Celia. Aku tersentak hingga nyaris menjatuhkan handphone-ku ketika tangan seseorang mendarat di bahuku. Aku berbalik badan, ternyata pelakunya Celia yang entah sejak kapan berdiri di belakangku.

"Ce-Celia, kau mengagetkanku."

"Maaf ." balasnya lirih disertai senyum.

"Kau dari mana?"

"Habis dari toilet."

Benar juga, terlalu panik, aku sampai lupa memeriksa toilet.

"Kau mau minum apa, Celia?"

"Air putih saja."

"Hanya air putih?" tanyaku, lalu dengan bangga ku sebutkan minuman apa saja yang bisa kuhidangkan untuknya. “Kau tidak mau jus? aku ada buah mangga, jeruk dan tomat di kulkas. Panas-panas begini kan segar meminum jus atau es jeruk. Susu atau teh juga ada.”

“Air putih saja.” ulangnya. Mengangguk mengerti, aku pun kembali ke dapur untuk mengambilkan air putih.

Setelah makanan dan minuman sudah kuhidangkan untuk Celia, kami pun mulai mengerjakan tugas biologi. Kami harus membuat laporan hasil penelitian kami. Sambil mengerjakan tugas, tidak henti-hentinya aku memakan camilan ringan yang sengaja aku taruh di atas meja. Aku heran melihat Celia sama sekali tidak menyentuh sedikit pun camilan-camilan itu.

"Celia, ayo cicipi makanannya."

"Aku tidak lapar. Ayo selesaikan dengan cepat tugas kita."

"Hm ... baiklah."

Jika melihat prilaku Celia, sepertinya dia ingin cepat pulang. Aku pun mulai serius mengerjakan tugas kami.

Celia memang sangat cerdas, aku semakin salut padanya. Dalam waktu singkat, dia mampu menyelesaikan tugas kami.

"Tugasnya sudah selesai. Aku pulang dulu ya, Leslie."

"Kau menginap saja di sini." Ajakku, berharap dia bersedia menginap di sini.

"Tidak sekarang. Mungkin lain kali, sekarang aku harus pulang."

Mendesah kecewa, aku tahu tak mungkin memaksanya tetap tinggal. "Hm ... baiklah. Aku akan mengantarmu sampai kau naik bus."

Aku senang karena untuk pertama kalinya ada seseorang yang menemaniku di Apartemen ini. Namun, aku kembali sedih ketika mengantarkan Celia pulang. Aku sendirian lagi di apartemen sebesar ini.

Setibanya di halte bus, kami mengobrol sambil menunggu bus datang. Tidak berapa lama, bus pun datang dan berhenti tepat di depan kami. Pintu bus itu terbuka, Celia melangkah menaiki bus.

"Celia, lain kali main lagi ke Apartemenku ya." pintaku.

"Tentu saja." jawab Celia. Dia melambaikan tangan yang langsung kubalas dengan lambaian serupa.

"Hei, nona. Mau naik tidak? " tanya sang sopir bus padaku.

"Tidak, Pak. Aku hanya mengantar teman."

"Lain kali kalau tidak mau naik, jangan menghentikan bus."

Sopir bus itu terlihat kesal, dia menjalankan busnya dengan kencang. Aku tidak habis pikir, kenapa pak sopir itu harus marah. Bukankah Celia sudah naik ke busnya? Masih merasa kesal dengan perkataan sang sopir, aku meninggalkan halte untuk kembali ke Apartemen.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel